BELAJAR ATAU MENGAJAR

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: M. Nashiruddin al Munir

Dalam agama Islam belajar atau menuntut ilmu adalah perkara yang mulia. Orang yang memiliki ilmu akan dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, petunjuk dan kesesatan, sunnah dan bid’ah. Maka ilmu adalah perkara mulia yang hendaknya menjadi perhatian setiap muslim baik muda maupun tua, apalagi sebagai seorang santri. Karena sebagai seorang santri ilmu itu lebih didahulukan dari pada perkataan dan perbuatan. Menuntut ilmu merupakan salah satu hal yang utama dalam agama islam, islam memandang menuntut ilmu sebagai bagian dari ibadah yang diharuskan bagi segenap kaum muslimin dimanapun berada. Seperti hadits Nabi Muhammad saw;

Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim. (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari al-Qur’an dan sunnah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Demikian juga dalam masalah hukum halal dan haram, zuhud dan masalah hati, dan lain sebagainya”. (Fadhlu Ilmi Khalaf, hlm. 26).

Adapun  Keutamaan-keutamaan ilmu diantaranya, Ilmu merupakan sebab kebaikan di dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam agama.” (Muttafaq ‘alaihi).

Hadits ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama serta keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sehingga Imam an-Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Shalihin ( Bahjatun Naazhiriin, 2: 463), pada pembahasan “Keutamaan Ilmu” mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama. Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu (agama) dan keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk menuntut ilmu.” (Syarah Shahih Muslim, 7:128). Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaani berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu lainnya.”( Fathul Baari, 1:165).

Kedua, ilmu sebagai benteng dari syubhat dan fitnah. Karena dengan ilmu kita dapat menjaga diri dari berbagai syubhat (kerancuan pemikiran) yang menyerang. Pemikiran-pemikiran yang campur aduk tentang suatu perkara dapat menyesatkan seseorang kepada jalan yang tidak benar, sehingga dibutuhkan yang namanya ilmu untuk menghindari kerancuan pemikiran tersebut. Dengan ilmu pula kita dapat membantah argumen orang-orang yang dengan sengaja ingin merusak agama.

Ketiga, ilmu adalah jalan menuju surga. Dengan ilmu kita bisa beribadah dengan benar sehingga akan mendekatkan kita kepada surga Allahswt. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).

Selain keutamaan belajar, mengajar juga memiliki kedudukan yang mulia. Bahkan Sayyidina Ali yang merupakan gudangnya ilmu, Beliau mengatakan bahwa Beliau siap menjadi budak orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf . Sungguh begitu mulianya kedudukan seorang yang mengajrkan ilmu di mata Agama. Dalam hadits lain, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no. 3461).

Maksud hadits ini adalah sampaikan kalimat yang bermanfaat, bisa jadi dari ayat Al Qur’an atau hadits (Tuhfatul Ahwadzi, 7: 360). Banyak lagi keutamaan dalam mengajarkan Ilmu. Yaitu, ia akan mendapatkan pahala dari pahala orang yang ia ajarkan. Orang yang mengajarkan ilmu berarti telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Termasuk bentuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Akan membimbing dan mewujudkan kehidupan bahagia pada tiap individu masyarakat dengan adanya adab dan hukum Islam yang tersebar.

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

Kebaikan yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah kebaikan agama maupun kebaikan dunia. Jadi, kebaikan yang dimaksudkan bukan hanya kebaikan agama saja. Memberikan kebaikan di sini termasuk dengan memberikan wejangan, nasehat, menulis buku dalam ilmu yang bermanfaat. Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

 “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no. 3461).

Maksud hadits ini adalah sampaikan kalimat yang bermanfaat, bisa jadi dari ayat Al Qur’an atau hadits (Tuhfatul Ahwadzi, 7: 360). Dengan keutamaan-keutamaan dalam menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu tadi, masihkah kita yang mengaku sebagai seorang santri tidak belajar atau mengajar? Bukankah telah jelas disampaikan bahwa sebagai seorang muslim kita mempunyai kewajiaban menuntu ilmu atau belajar. Serta dengan tinggi dan mulianya kedudukan yang diberikan kepada seseorang yang mengajarkan ilmu, merupakan sebuah kesempatan besar untuk menjadi seorang hamba Allah SWT yang mulia. Yang saya sering dengar dari Romo KH Mohammad Baidowi Muslich pengsuh pondok pesantren anwarul huda sekaligus ketua MUI Malang bahwa santri itu kalua tidak mengaji (belajar) ya ngajar (mengajar), dari kalimat tersebut dapat kita pahami betul bahwa belajar dan mengajar meruapakan suatu hal yang perlu kita utamakan. Apalagi kita yang di katakan sebagai santri jika kita masih berada di pondok pesantremn dan merasa bahwa masih belum cukup banyak ilmu maka harus rajin rajin dalam mengaji (belajar) supaya dapat memiliki banyak ilmu.

Seorang santri yang masih ada di pesantren kelak pasti akan Boyong (pulang ke rumah masing) dan di situlah saeorang santri wajib dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah di daptkan ketika di pesantren, seperti yang di dawuhkan Romo K.H Mohammad Baidowi Muslich “santri iku paling ogak nang omah kudu iso ngimami lan ngulang ngaji minimal ngajar TPQ lah” dari dawuh beliau di atas di jelaskan bahwa seorang santri kalau sudah boyong harus bisa memimpin imam sholat, imam tahlil, istighah dll karena ketika santri sudah pulang dari pesantren semua masyarakat akan beranggapan jika santri bisa segalanya, terutama dalam ilmu agama dan pasti bisa mengajarkannya minimal bisa mengajar TPQ. Oleh karena itu seorang santri harus rajin rajin dalam belajar jika masih di pesantren dan bisa mengajarkan ketika kelak sudah pulang. Bukan hanya satri saja yang berkewajiban untuk belajar dan mengajar tapi seluruh manusia harus di bekali dengan ilmu, dan jika sudah mempunyai ilmu mengamalkan dan mengajarkanya, seperti dalam pepatah “ajarkanlah ilmu yang kamu miliki walau satu huruf” seberapapun kita memiliki ilmu kita harys mengajarkanya, minimal mengajari teman, saudara lebih lebih anaknya sendiri, oleh karena itu pentingnya belajar karena dengan belajar kita bisa mendapatkan ilmu dan dapat mengamalkan dan mengjarkanya sehingga hidup bisa menajadi lebih bermanfaat.


0 Comments

Leave a Reply