MEMAHAMI HATI YANG SOMBONG

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Ivandianto

“tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong,

walaupun hanya seberat biji sawi” (HR. Muslim)

Manusia yang merasa dirinya rendah hati berarti ia tidak rendah hati. Manusia yang melihat dirinya rendah hati, berarti ia belum rendah hati. Karena ia masih melihat kemuliaan berupa sifat kerendahan hati pada dirinya, sehingga ia merasa memiliki kemuliaan itu. Sehingga yang ada hanyalah kerendahan hati yang palsu dan menipu. Kemudian ada manusia yang terlihat baik dan rendah hati. Ia dipuji oleh orang lain bahwa hatinya bersih dan kemudian ia merasa senang. Maka ia pun tergolong mereka yang masih membanggakan dirinya. Karena dirinya menerima dikatakan bersih, sedangkan kenyataannya sebersih apapun manusia ini, dihadapan kesucian Tuhan hanyalah kotoran yang tidak berarti.

Umumnya manusia telah mengerti apa itu sombong. Namun, tidak sedikit pula dari mereka baik secara sadar atau pun tidak senantiasa memelihara dan memunculkannya, dikarenakan mereka masih memiliki kesombongan itu di dalam hatinya. Untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa dirinya hebat, dan dirinyalah yang paling berjasa, mereka memunculkan kesombongan itu agar mereka diakui.

Kesombong tidak hanya tertanam di dalam hati manusia. Ia bisa muncul dan mewujud menjadi tingkahlaku kesombongan. Bentuk tingkahlaku ini bisa terlihat pada beberapa atau semua perilaku manusianya. Mulai dari cara melihat, mendengar, berbicara, melangkah, memegang, berinteraksi dengan manusia lain, berinteraksi dengan hewan, tumbuhan, dst. Segala sesuatu yang terlihat dari manusia itu bisa merupakan wujud dari kesombongan yang ia miliki.

Namun, kesombongan yang dilarang bukan hanya tingkahlaku kesombongan, melainkan hingga biji kesombongan di dalam hati…….

Hati yang sudah ditumbuhi kesombongan akan memunculkan perasaan-perasaan kesombongan. Walaupun tidak keluar sebagai tingkahlaku yang terlihat wujudnya, namun hal ini sangatlah dilarang. Manusia terkadang merasa dirinya paling benar, paling cerdas, paling berjasa dan patut diikuti, merasa paling terhormat atau merasa lebih mulia dari yang lain dst.

Manusia terkadang juga merasa dirinya pantas dipuji, pantas dihormati, pantas diberi jabatan, pantas diberi imbalan, pantas diberi tugas, dst.

Namun, kesombongan yang dilarang bukan hanya seperti itu, melainkan hingga biji kesombongan di dalam hati, tidak hanya biji yang sudah tumbuh seperti itu…….

Di sisi lain manusia…….

Manusia terkadang juga masih menilai dirinya/merasa bahwa dirinya pantas untuk hidup. Ia merasa hidupnya itu berharga. Sehingga ia begitu disibukkan dengan urusan hidupnya. Lupa dengan kematian yang bisa datang kapan saja. Padahal manusia ini hanyalah ciptaan, dimana hak utuh akan hidup dan matinya ada di tangan Tuhan. Sehingga hal semacam ini masih bisa dikatakan memiliki kesombongan.

Namun tidak hanya seperti ini yang dilarang…….

Manusia yang merasa dirinya pantas mati pun adalah bukti masih ada kesombongan di dalam dirinya. Ia melihat bahwa kematiannya itu adalah suatu hal yang bernilai. Sedangkan kenyataannya, hidup dan matinya manusia sama sekali tidak dibutuhkan oleh Tuhan.

Sehingga, bukan hanya kesombongan seperti itu…….

Manusia merasa pantas ada, hal itu sudah termasuk kesombongan yang nyata dalam hatinya. Karena kenyataannya, ada dan tidak adanya manusia itu, tidak bernilai apa-apa untuk Tuhan. Karena Tuhan menjadikan mereka tanpa memiliki kebutuhan apa pun atas keberadaan mereka, dan tanpa dorongan daripada keinginan. Manusia ada karena kebenaran dari kehendak-Nya.

Ada pula manusia yang merasa tidak pantas ada. Hal ini juga termasuk kesombongan yang tersamarkan. Ia berfikir bahwa dirinya hanyalah kotoran dan keberadaannya akan bisa mengganggu kesucian Tuhan. Sedangkan kenyataannya, sebanyak apapun manusia dan walau pun mereka semua pendosa, ke-Sucian Tuhan tetap Utuh tidak berkurang sedikit pun.

Lantas seperti apa kesombongan seberat biji, biji yang belum tumbuh dan baru tertanam di dalam hati…….? Di dalam kenyataan hidup manusia bahwa dirinya tidaklah bisa hidup dengan benar, maka selama manusia masih berjalan atas keinginannya sendiri dan keinginan orang lain, mereka masih menyimpan kesombongan di dalam dirinya. Karena mereka meniadakan Tuhan sebagai sosok kebenaran. Ketika mereka meniadakan-Nya selama sehari, maka dalam sehari itulah pohon kesombongan menari-nari dan menjalar di dalam diri mereka. Ketika satu jam melupakan Tuhan, maka selama itulah perasaan sombong menguasai mereka. Hingga menit dan detik pun harus terlalui, dan setiap tarikan dan hembusan nafas kehidupannya, yang boleh ada hanyalah Tuhan. Dan setiap detak jantungnya senantiasa berharap Tuhan memberi petunjuk kepadanya, menuntunnya dan melindunginya, hingga suatu saat nanti tugas kehidupannya berakhir dan ia kembali kepada Tuhannya. Dan ketika berhadapan dengan Tuhan, ia mengakui bahwa dirinya hanyalah hamba dan Dia (yang dihadapannya) adalah Tuhannya.


0 Comments

Leave a Reply