HAKIKAT SANTRI

Published by Buletin Al Anwar on

HAKIKAT SANTRI

Oleh : KH M Baidowi Muslich

Ketua MUI Kota Malang

 

Sejenak, mari kita mengenal makna “santri” dari rangkaian huruf santri di Bahasa Arab.

سالك إلى الأخرة

نائب عن المشايخ

تارك عن المعاصي

راغب في الخيرات

يرجو السلامة في الدنيا والاخرة

Shin     : Saalikun Ila al-akhirah          : orang yang menempuh jalan akhirat

Nun     : Naaibu an masyayih : pengganti dari para gurunya

Ta’       : Tariku an ma’asyi     : meninggalkan maksiat

Ra’      : Raghibun fil khoirot  : cinta kebaikan

Ya’      : Yarju as-salamata fi ad-dunya wal akhirah  : berharap keselamatan di dunia dan ahirat

Maka dari makna ‘santri’ itu sudah mencakup tiga pokok ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah saw, yaitu: akidah, syariah, dan akhlak (tasawwuf) yang kemudian dilanjutkan oleh Wali Songo memberikan apresiasi terhadap budaya Indonesia, terutama di Jawa Timur ini dengan mengadakan modifikasi-modifikasi sesuai dengan syariat Islam.

Baca juga: Menjadi Santri yang Sesungguhnya

Dapat diambil benang merah bahwa santri adalah orang yang menuntut ilmu agama Islam di pondok pesantren dan mendalaminya kemudian diamalkan ilmunya itu secara bersama-sama. Dan juga disebarluaskan kepada umat dimana saja ia ditempatkan oleh Allah sebagai da’i, khotib, guru, dll. Termasuk para kiai yang hakikatnya mereka adalah penerus para guru-gurunya yang tidak lain adalah pewaris para nabi-nabi (وراثةالانبياء).

Hal tersebut berkenaan dengan perintah Allah dalam Q.S at-Taubah ayat :122, dan perintah Rasulullah saw : “Sampaikanlah apa yang dari aku, walau satu ayat; (بلغوا عني ولو اية).

Kata ‘santri’ yang terlahir dari dunia pesantren yang tentunya berbeda dengan lainnya yang bukan keluaran pesantren. Adapun akhirnya banyak orang-orang yang tertarik dengan dunia pesantren dan mengikuti pola hidup para santri, baik dari sisi akidahnya, ibadahnya, maupun akhlaknya atau simpati dunia pesantren. Maka boleh saja mereka disebut santri sebab paling tidak mereka cinta santri sesuai sabda Rasulullah saw.

(المرء مع من احب)

“Orang itu disamakan dengan yang dicintainya”

Secara prinsip seorang santri tidak ada perbedaan dari waktu kewaktu sebagaimana tersebut di atas. Perbedannya hanya dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan yang juga dibutuhkan umat. Oleh karenanya para santri sekarang harus siap menghadapi masa depan sesuai dengan bidang masing-masing yang hakikatnya pilihan Allah. Menjaga prinsip seorang santri seyoginyanya mengikuti kaidah:

(المحافظة بالقديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح)

“Memelihara yang lama yang sudah jelas baiknya dan mengambil yang baru yang lebih baik.”

Baca Juga: Kenapa Anak Harus Mondok di Pesantren

Santri Ideal

Santri yang ideal tentunya teguh memegang prinsip-prinsip ajaran Islam dimana dan kapan saja, pandai menempatkan dirinya, membagi waktu dan mengenal dengan baik perkembangan zamannya:

عارف بزمانه

Disamping itu santri juga harus membekali dirinya dengan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan nantinya untuk memasuki kehidupan yang akan datang. Ketika ia telah hidup berkeluarga dan bermasyarakat, sebagaimana cara hidup berkeluarga dan bermasyarakat itu.

Dunia pesantren yang terkenal sebagai asal mula peradaban pendidikan Islam, tentunya memiki peran dalam menata kehidupan masyarakat lingkungannya. Sebagaimana kita lihat pada umumnya bahwa lingkungan masyarakat yang berada di sekitar pesantren akan ikut menjadi baik dalam masalah sosial, ekonomi, budaya dll.

Tentunya santri yang benar-benar belajar dengan baik, meneladani gurunya, mengamalkan ilmunya, tidak menyia-nyiakan pengalaman selama di pondok, dan tidak putus hubungan dengan gurunya: paling tidak hubungan batin (doa); Rabithah. Maka semoga bermanfaat ilmunya, semua ikut membanggakannya dan disebut Khoirun-nas.

Sabda Rasulullah ;

خير الناس أنفعهم للناس

“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.”

Anggapan Orang

Anggapan orang tentang masa depan santri yang tidak tentu dengan apa mereka akan bekerja, adalah alibi orang yang belum sama sekali tahu hakikat santri, hanya melihat dari luar saja, seperti tamsil yang pernah dimaafkan Rasulullah saw:

“Orang mukmin itu jika dilihat luarnya adalah seperti rumah kosong, padahal di dalamnya bersih dan menyenangkan. Sedangkan orang jahat itu bagaikan sebuah kuburan yang dibangun indah, banyak orang lewat dan heran, padahal di dalamnya penuh bau busuk.”

Jadi jangan khawatir santri nanti akan makan apa? Di dunia ini banyak contoh orang yang nampak mentereng padahal sengsara, hatinya penuh kekhawatiran dan takut mati. Itulah namanya penyakit ; al Wahau, artinya cinta dunia dan takut mati.

Sistem Salafiyahlah yang menjadi pembeda antara pesantren salaf dan modern. Kitab kuning (Al-Kutub al-Shofra’) disanalah letaknya “tafaqquh fiddin”. Kadang yang tampak indah belum tentu teruji mana yang lebih memberi manfaat. Tidak mustahil orang yang terpesona dengan ke-modern-an bisa kehilangan perinsip santri yang disebutkan di atas. Jadi yang baik: jangan ditinggalkan system salafiyah dengan ‘majelis’ walau diselingi dengan hal yang baru.

Pesan Masa depan

Hendaknya seorang santri berusaha sedapat mungkin memperoleh ilmu yang bermanfaat, sebab berbahagialah jika orang itu orang itu bermanfaat ilmunya dan celakalah orang yang ilmunya tidak manfaat sampai-sampai Rasulullah saw mohon perlindungan kepada Allah daripada ilmu yang tidak manfaat.

اللهم إنى أعوذبك من علم لاينفع ) الحديث)

Seorang ulama pada abad 6 hijriah, yaitu Syakh Burhanul Islam Al-Zarnuji menyusun kitab Ta’limul Muta’allim itu disebabkan beliau melihat banyak sekali para santri yang berhasil ilmunya banyak, tetapi tidak bermanfaat di masyarakat, mengamalkan saja tidak bisa, lebih-lebih mengajarkannya sepertinya dia tertutup dari berkah. Maka dimulai dari niatnya harus benar.

Cara-cara menuntut ilmu, mencari guru jangan sampai salah dan juga syariat-syariat memperoleh ilmu manfaat, makanan harus halal, jauhi perbuatan maksiat, memuliakan guru dan teman-teman belajar serta semua yang berhubungan dengan ilmu, termasuk memuliakan kitabnya, hidup dengan sederhana, qona’ah, riyadhah, dsb. Semua itu terdapat di pesantren salafiyah.

Kalau tidak seperti itu maka sulit bisa diharapkan sukses lebih-lebih menghadapi tantangan globalisasi. Sebab globalisasi hanya bisa ditangkal dengan jiwa besar, hasil dari ilmu yang bermanfaat.

Berjiwa Santri

سالك الى الأخرة

Kehidupan yang hanyalah sementara dan sebentar. Kehidupan yang sebenarnya dan selamanya hanyalah di akhirat. Maka semestinya orang mukmin harus mengutamakan akhiratnya, sebab dunia ini akan ditinggalkannya. Maka selama hidup di dunia ini harus siap-siap menuju kehidupan abadi di akhirat.

نائب عن المشايخ

Para santri merupakan pondasi penerus dan siap melanjutkan tugas mulia dari para gurunya, yaitu menyampaikan hidayah dan ilmu-ilmu yang diwariskan oleh para nabi.

تارك عن المعاصى

Dalam menuntut hidayah dan ilmu itu para santri selalu menjauhi perbuatan maksiat, sebab perbuatan dosa hanyalah berakibat fatal yaitu hatinya gelap tertutup, tidak bisa menerima ilmu.

يرجو السلامة في الدنيا والاخرة

Cita-cita mulia setiap mukmin yang santri tentunya keselamatan di dunia dan sekaligus di akhirat.

راغب في الخيرات

Oleh karena itu, demi kebahagiaan dunia akhirat para santri mencintai segala kebaikan.


1 Comment

Fahmi · September 11, 2020 at 6:51 am

Dikoreksi lagi tulisan nya ada yg salah

Leave a Reply