EFEKTIVITAS PENGGUNAAN INFLUENCER SEBAGAI METODE PENGAJARAN AKIDAH DAN PENINGKATAN IMAN BAGI GENERASI Z

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Wilda Elzahira

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan influencer sebagai metode pengajaran akidah dan peningkatan keimanan bagi Generasi Z. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui studi literatur. Artikel ini membahas karakteristik konten yang menarik bagi Generasi Z, peran influencer dalam dakwah digital, kolaborasi influencer untuk meningkatkan kesadaran keagamaan, dan efektivitas media sosial sebagai sarana dakwah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa influencer dapat menjadi sarana dakwah yang efektif karena mampu menjangkau audiens yang luas dan menyampaikan pesan dengan cara yang menarik dan relevan bagi Generasi Z. Namun, efektivitasnya bergantung pada kredibilitas influencer, kemampuan menyesuaikan gaya penyampaian dengan kebutuhan audiens online, serta pemanfaatan media sosial yang bijak. Kolaborasi dengan influencer yang tepat dapat meningkatkan kesadaran beragama dan memperkuat fondasi keimanan Generasi Z di era digital.

Kata Kunci: Influencer, Generasi Z, Akidah, Dakwah Digital, Media Sosial, Efektivitas

PENDAHULUAN

Media sosial dan teknologi digital yang berkembang pesat telah mengubah cara penyampaian dan penyebaran pengetahuan, bahkan dalam konteks ajaran Islam. Tumbuh di era digital, Generasi Z memiliki cara yang berbeda dalam menerima dan memproses informasi. Mereka cenderung bereaksi positif terhadap konten yang interaktif, menarik secara visual, dan mudah diakses di platform digital. Kondisi ini membutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam mengajarkan akidah dan menumbuhkan keimanan yang sesuai dengan cara hidup mereka.

Di Indonesia, ustadz memiliki fungsi yang dikenal luas sebagai mentor dan guru agama Islam. Sosok ini sering dikaitkan dengan posisi di Lembaga Pendidikan Islam, seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an, di mana para ustadz memimpin pengajaran Al-Qur’an dan menanamkan nilai-nilai Islam. Sejalan dengan keyakinan Islam, yang menekankan rahmatan lil alamin, ustadz dianggap lebih dari sekedar guru, ia juga dianggap sebagai pemimpin moral yang dapat memberikan bimbingan spiritual dan menenangkan jiwa. Menurut perspektif ini, ustadz adalah orang yang seharusnya menanamkan rasa iman dan nilai-nilai moral yang kuat pada generasi berikutnya. Ustadz memainkan peran penting dalam membentuk moral siswa dengan menekankan pada pengajaran kebajikan yang terpuji seperti hormat kepada orang tua dan kesetiaan kepada Allah. Perkembangan orang-orang yang luar biasa secara moral dan spiritual sangat bergantung pada proses Pendidikan moral yang terorganisir dan berkelanjutan (Abdusshomad, 2024).

Salah satu perkembangan dakwah yang paling sukses untuk menjangkau dan memengaruhi keyakinan agama Generasi Z adalah fenomena ustadz influencer di media sosial. Generasi muda lebih mampu memahami dan menerapkan cita-cita Islam karena para ustadz influencer menggunakan platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang menarik, kreatif, dan argumentatif. Menurut sebuah studi oleh Abdusshomad (2024), dakwah digital ustadz influencer berhasil meningkatkan keterlibatan audiens dan frekuensi ibadah, meskipun demikian, untuk menyiasati kekurangan komunikasi langsung, strategi ini masih perlu dikombinasikan dengan metode yang lebih konvensional.

Dengan latar belakang tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan influencer sebagai metode pengajaran akidah dan peningkatan keimanan bagi Generasi Z. Pemahaman mendalam mengenai peran influencer dakwah di media sosial penting untuk Menyusun strategi Pendidikan agama yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik generasi digital ini, sekaligus memperkuat fondasi keimanan mereka di tengah arus informasi yang sangat dinamis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data dikumpulkan dengan studi literatur dan melihat bagaimana orang berperilaku dalam situasi sehari-hari. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menentukan hubungan antara moral dan akidah.  Proses pengumpulan data meliputi mencari literatur menggunakan kata kunci yang relevan, memilih sumber-sumber yang dapat diandalkan dan terkini, serta mencatat kutipan dan ringkasan yang mendukung analisis. Isu-isu utama yang berkaitan dengan efisiensi influencer dalam menanamkan akidah dan menumbuhkan iman, serta peluang dan keterbatasan yang ada, kemudian diidentifikasi melalui analisis data deskriptif dan kualitatif. Tanpa melakukan pengumpulan data primer secara langsung, penelitian ini dapat memberikan ringkasan menyeluruh dan mendalam mengenai efektivitas influencer sebagai sarana untuk mengajarkan akidah dan meningkatkan keimanan bagi Generasi Z dengan menggunakan metode studi literatur.

HASIL dan PEMBAHASAN

Karakteristik Konten Yang Menarik Bagi Generasi Z

Generasi Z (Gen-Z) adalah generasi yang lahir antara tahun 1995-2010. Menurut Grail Research (dalam Rastati, 2018), generasi ini merupakan generasi yang pertama kali memanfaatkan internet karena mereka lahir ketika teknologi internet sudah dapat diakses. Berbagai kejadian yang dialami oleh generasi ini membuat Gen-Z menjadi topik pembicaraan yang menarik. Gen-Z, yang juga dikenal sebagai generasi internet, generasi net, atau generasi online, lahir di era internet. Gen-Z menghadapi berbagai masalah sebagai akibat dari meningkatnya penggunaan internet (Nurlaila et al., 2024).

Penelitian menunjukkan bahwa 33% dari Gen-Z menggunakan ponsel mereka selama ebih dari enam jam setiap hari dan secara signifikan lebih sering menggunakan media sosial dibandingkan generasi sebelumnya. Gen-Z menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dibandingkan dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, sehingga pola tidur menjadi tidak teratur dan lupa makan. Posnick-Goodwin mendefinisikan Gen-Z sebagai generasi yang tumbuh di era digital. Mereka menyukai pembelajaran yang kreatif, menarik, dan menyenangkan, selalu ingin mencoba hal-hal baru, dan dapat berpikir kreatif sambil mengikuti perkembangan teknologi.  Menurut Bourgonjon, Valcke, Soetaert, dan Schellens (2009), Gen-Z berbeda dengan generasi sebelumnya karena mereka mengonsumsi media dengan cara-cara baru.  Akibatnya, pendidikan modern harus menekankan pada pengembangan keterampilan teknis tertentu, cara berpikir baru, lingkungan belajar yang beragam, dan strategi pengajaran yang inovatif. Meskipun terbiasa dengan teknologi dan interaksi online, penelitian oleh Sakitri (2021) mengungkapkan bahwa 44% Generasi Z lebih suka bekerja dengan tim dan rekan kerja secara langsung. Selain itu, keakraban generasi ini dengan media visual, seperti video dan gambar, telah membentuk pola pikir dan preferensi belajar mereka, di mana mereka lebih responsif terhadap informasi yang disajikan secara visual daripada melalui teks-teks tertulis yang panjang. Penggunaan media visual dapat merangsang kreativitas dan meningkatkan daya ingat serta memungkinkan siswa untuk memahami materi dengan lebih cepat.   Selain itu, McKinsey and Company (2021) menyatakan bahwa mereka sering digambarkan sebagai generasi yang mengakui nilai kemampuan beradaptasi.  Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka dianggap lebih fleksibel.  Selain itu, mereka lebih bersedia untuk mencoba hal-hal baru dan tumbuh dari pengalaman mereka (Ni & Hayati, 2024).

Peran Influencer Dalam Dakwah Digital

Influencer, yang juga dikenal sebagai dai digital, menjadi semakin penting dalam konteks dakwah di era internet untuk menjangkau dan mempengaruhi generasi milenial. Influencer memiliki peran penting dalam menjangkau dan mempengaruhi geneasi milenial. Mereka dapat menyampaikan ajaran agama dengan cara yang lebih menarik dan relevan dengan menggunakan media sosial. Efektivitas dalam penyampaian pesan dakwah dari seorang influencer sangat dipengaruhi oleh kredibilitas mereka. Audiens lebih cenderung mempercayai influencer yang dihormati karena perilaku etis dan pengetahuan agama mereka. Reka menjadi lebih mudah didekati ketika gaya komunikasi mereka selaras dengan keyakninan dan minat generasi milenial, yang meliputi keterbukaan, kejujuran, dan sikap yang tidak menggurui. Tingkat interaksi yang tinggi dengan para pengikut adalah salah satu aspek yang membedakan influencer digital dengan metode dakwah tradisional. Influencer dianggap mudah dipahami ketika mereka secara aktif membalas pertanyaan, komentar, dan umpan balikdari audiens. Audiens merasa lebih akrab, pendapat mereka dihargai dan didengar. Karena audiens dapat mengajukan pertanyaan kepada influencer secara langsung, interaksi ini juga dapat membantu audiens memahami ajaran agama dengan lebih baik dan mengurangi kesalahpahaman. Para influencer menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip agama dapat diterapkan secara medert dan mudah beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Para pemimpin ini memberikan contoh nyata tentang bagaimana memeluk Islam dengan tetap mempertahankan perspektif kontemporer dengan menjalani kehidupan yang seimbang yang menggabungkan giatan sosisal dan agama. Misalnya, mereka dapat berbicara tentang rutinitas sehari-hari mereka yang mencakup agama, kegiatan sosial kemasyarakatan, atau metode untuk membantu orang lain.  Dalam pendekatan ini, influencer menginspirasi generasi milenial untuk memperbaiki diri dan memberikan kontribusi konstruktif kepada masyarakat selain menyebarkan pesan dakwah. Di era digital, influencer dan dai digital memainkan peran penting dalam menyebarkanakwah. Influencer dapat menjangkau dan memberikan dampak yang lebih besar kepada generasi milenial karena popularitas dan reputasi mereka, ketererlibatan aktif dengan para pengikut, dan keteladan. Mereka dapat menciptakan komunitas yang kuat,menyampaikan pesan dakwah dan menginspirasi orang untuk menjalani kehidupan beragama yang relevan dengan isu-isu saa ini dengan menggunakan media sosial sebagai platform (Chanra & Tasruddin, 2025).

Kolaborasi Influencer Untuk Meningkatkan Kesadaran Keagamaan

Teknik dan pendekatan untuk melakukan dakwah yang berfungsi sebagai system untuk menarik pendengar dan menyerang mereka dengan pesan dan konten yang berbeda yang disajikan dengan berbagai cara dan sistem untuk memastikan bahwa informasi tersebut dapat diasimilasi dengan benar dan maksimal. Oleh karena itu, Juru dakwah haruslah seorang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas yang dapat menyampaikan materi atau isi pesan dakwah yang aktual dengan menggunakan metode dan strategiyang sesuai dan relevan dengan kondisi dengan kondisi masyarakat modern, serta harus menggunakan edia komunikasi yang sesuai dengan kondisi dan kemajuan masyarakat modern yang dihadapinya demi tercapainya tujuan dakwah yang efektif di era modern (Musdalifah, 2020). Kolaborasi dengan influencer telah berhasil meningkatkan kesadaran beragama, terutama dalam hal dakwah digital. Studi kasus tentang Ustadz Hanan Attaki menunjukkan bagaimana teknik bekerja sama dengan influencer yang berbeda agama dan non-agamis telah berhasil meningkatkan keterlibatan audiens dengan konten dakwah. Selain memiliki pemahaman yang mendalam tentang materi keagamaan, influencer yang dipilih juga dapat memodifikasi cara dan gaya penyampaian agar sesuai dengan kebutuhan dan selera audiens online,sehingga meningkatkan jangkauan dan kemanjuran pesan dakwah. Metode kolaboratif ini menyoroti perlunya memilih influencer yang tepat, khususnya individu yang tidak hanya memahami pokok bahasan agama, tetapi juga mampu nyesuaikan pesan dengan kebutuhan dan selera audiens. Hal ini memungkinkan pesan-pesan keagamaan disampaikan secara lebih luas dan efektif di era media sosial yang terus berkembang. Tidak hanya itu, influencer dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan pengetahuandan pemahaman agama dengan mendidik, memotivasidan berinteraksi dengan pengikut mereka. Oleh karena itu, erkolaborasi dengan influencer dalam lingkungan keagamaan tidak hanya meningkatkan kesadaran beragama tetapi jugamenciptakan eluang untukdakwah yang lebih inklusif dan fleksibel dalam menanggapi kemajuan teknologi digital. Untuk mempromosikan toleransi dan moderasi beragama di masyarakat, strategi ini juga dapat dipasangkan dengan inisiatif literasi dan Pendidikan agama lintas budaya (Astutik & Yaqin, 2024).

Dalam memanfaatkan media sosial untuk dakwah, mampu menggunakan taktik yang inovatif dan efektif. Misalnya, konten dakwah yang dapat ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah ditemukan, menggunakan Bahasa yang mudah dipahami oleh audiens, dan memanfaatkan grafik yang menarik secara visual. Menyampaikan pesan dakwah dengan cara yang meyakinkan dan memiliki kemampuan untuk menanamkan moral dan karakter yang baik juga penting. Audiens dapat dipengaruhi dan termotivasi untuk berperilaku lebih baik melalui dakwah yang ditulis dengan baik. Namun, saat menggunakan media sosial untuk berdakwah, perlu juga mempertimbangkan aspek-aspek pendukung dan penghambat. Aspek pendukung, semacam kemudahan penggunaan media sosial dan jumlah pengguna yang besar dapat menjadi peluang bagi penyebaran dakwah yang luas. Tetapi, aspek penghambat semacam durasi video yang terbatas dan keterbatasan kuota internet yang dapat menjadi kendala dalam menyampaikan pesan dakwah yang efektif. Oleh karena itu, untuk berdakwah secara efektif di media sosial, penting untuk menggunakan teknik yang inovatif dan berhasil serta memperhatikan aspek yang mendukung dan menghambat (Ummah, 2023).

Efektivitas Media Sosial Sebagai Sarana Dakwah

Di era modern saat ini, media sosial telah menjadi salah satu alat penting ntuk menyebarkan informasi, termasuk konten pendidikan Islam. Generasi Z, kelompok usia yang tumbuh dengan teknologi digital, secara aktif menggunakan platform seperti Instagram, TikTok dan YouTube oleh karena itu, penting untuk mengeksploitasi bagaimana Islam dapat menarik perhatian mereka (Rahmah et al., 2025). Perkembangan media sosial membuka jalan baru bagi ajaran Islam untuk menjangkau dengan generasi muda, khususnya Generasi Z, yang lebih terbiasa dengan komunikasi daring. Melalui analisis terhadap tiga tokoh Ustadzyang berpengaruh, yaitu ustadz Hanan Attaki, Ustadz Felix Siauw, dan Ustadz Adi Hidayat, kajian dakwah mereka sangat efektif  melalui platform YouTube (Abdusshomad, 2024).

Pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah memungkinkan Anda menjangkau khalayak yang lebih luas, khususnya generasi milenial dan generasi Z. Menurut penelitian Nikmah (2020), sebanyak 90% responden menggunakan ponsel sebagai alat atau sarana untuk mencari informasi terkait dakwah Islam. Hal ini menunjukkan bahwa konten yang disebarkan melalui media sosial sangat berhasil. Efektivitas dakwah melalui media sosial terlihat dari beberapa penelitian sebelumnya. Media sosial yang dianggap efektif saat ini adalah Instagram. Media ini memudahkan dakwah di kalangan milenial karena banyak yang memiliki akun Instagram untuk mendapatkan informasi. Selain itu Instagram mempermudahkan da’I untuk menyampaikan pesan dakwah melalui berbagai fitur yang tersedia. Media sosial lain yang efektif untuk dakwah adalah tiktok. Penelitian enunjukkan Tiktok banyak digunakan oleh da’I untuk menyampaikanpesan-pesan dakwah, seperti yang dilakukan di akun @amaljariah.ku. Aktivitas di akun ini menggunakan video dengan gambar audio dan caption menarik untuk menjangkau audiens. Youtube juga merupakan platform yang banyak digunakan oleh da’i karena bisa mengunggah video lebih panjang. Para da’i, seperti Ustadzah Oki Setiana Dewi, memanfaatkan Youtube dengan cara menarik untuk menyampaikan pesan dakwah. Ia menggunakan metode cerita yang membuat mad’u lebih memahami materi. Selain itu, metode live streaming juga digunakan untuk berdiskusi secara langsung. Selain Ustadzah Oki, banyak da’i lainnya juga menggunakan metode ini  (Wahyuni & Harahap, 2023). Berdasarkan temuan tersebut, media sosial dapat berhasil menyebarkan dakwah. Agar audiens dapat memahami dan menerima pesan-pesan dakwah yang disampaikan, maka kualitas da’I, pesan-pesan yang disampaikan, dan saluran yang digunakannya, semuanya mempengaruhi seberapa efektif media sosial sebagai sarana dakwah. Selain itu, efektivitas media sosial sebagai media dakwah juga ditentukan oleh frekuensi dan intensitas interaksi audiens atau pengguna dengan media sosial tersebut, serta penerapan atau pengamalan isi pesan dakwah oleh audiens.

Dampak Positif Influencer dalam Meningkatkan Iman dan Akidah Generasi Z

Dakwah digital memberikan dampak bagi generasi muda. Kapasitas dakwah digital dapat menjangkau audiens yang lebih luas tanpa dibatasi oleh waktu atau lokasi merupakan salah satu manfaat utama dari dakwah digital. Hal ini memudahkan generasi muda untuk mengakses materi Islam dengan lebih cepat dan mudah. Dakwah di media sosial menawarkan peluang yang fantastis untuk menarik perhatian generasi muda dan menjadikan mereka subjek dakwah. Lebih jauh lagi, dakwah digital memungkinkan udiens dan penceramah untuk berkomunikasi dua arah, sehingga tercipta dialog yang lebih jujur dan menarik (Putri et al., 2025).

Penggunaan influencer, khususnya ustadz digital, dalam dakwah di media sosial memiliki efek positif yang besar dalam meningkatkan keimanan dan keyakinan Generasi Z. Dengan menggunakan pendekatan yang inovatif, tepat waktu, dan menarik, dakwah influencer dapat menjangkau generasi muda dan membuat ajaran agama lebih mudah diterima dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh nyata seperti Ustadz Felix Siauw dan Ustadz Hanan Attaki menunjukkan bagaimana konten dakwag yang menarik dapat meningkatkan partisipasi audiens, memperdalam pemahaman agama, dan mendorong perilaku beragama di kalangan Generasi Z. Media sosial sebagai platform dakwah juga memungkinkan terciptanya komunitas online yang mendorong perkembangan spiritual satu sama lain, memperluas audiens dakwah, dan memberi generasi muda forum untuk berdiskusi dan bertanya secara aktif. Strategi ini mengubah dakwah menjadi cara untuk melibatkan dan menghibur selain memberikan pengetahuan, yang relevan dengan gaya hidup digital Generasi Z. Oleh karena itu, menggunakan influencer dakwah di media sosial merupakan cara yang baik untuk membantu Generasi Z menjadi lebih religius sekaligus mengatasi kesulitan dakwah di era digital, yang membutuhkan pendekatan yang lebih menarik dan relevan. Untuk mengatasi kelemahan komunikasi digital dan menjamin pemahaman agama yang mendalam, kombinasi dengan teknik khotbah konvensional masih diperlukan.

KESIMPULAN

Penggunaan influencer sebagai metode pengajaran akidah dan peningkatan iman bagi Generasi Z telah terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman agama di kalangan generasi muda. Dengan menggunakan platform media sosial, influencer dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan membuat ajaran agama lebih mudah diterima dan diterapkan alam kehidupan sehari-hari. Strategi dakwah digital yang digunakan oleh influencer, seperti Ustadz Hanan Attaki dan Ustadz Felix Siauw, telah menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan partisipasi audiens dan memperdalam pemahaman agama. Oleh karena itu, penggunaan influencer dalam dakwah di media sosial dapat menjadi salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman agama di kalangan Generasi Z. Namun, perlu diingat bahwa efektivitas penggunaan influencer dalam dakwah juga tergantung pada kualitas konten dan interaksi dengan audiens. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami bagaimana meningkatkan efektivitas penggunaan influencer dalam dakwah di media sosial. Dengan demikian, artikel ini dapat menjadi salah satu referensi bagi para pendakwah dan peneliti yang ingin memahami lebih lanjut tentang efektivitas penggunaan influencer dalam dakwah di media sosial.

Daftar Pustaka

Abdusshomad, A. (2024). Efektivitas dakwah ustaz influencer di media sosial dalam meningkatkan religiusitas generasi z di indonesia. 63–75.

Astutik, I. D., & Yaqin, H. (2024). Optimalisasi Strategi Kolaborasi Influencer Dalam Dakwah Digital ; Studi Kasus Ustadz Hanan Attaki dalam Meningkatkan Kesadaran Keagamaan. 20(02).

Chanra, M., & Tasruddin, R. (2025). Peran Media Sosial sebagai Platform Dakwah di Era Digital : Studi Kasus pada Generasi Milenial The Role of Social Media as a Platform for Preaching in the Digital Era : A Case Study on the Millennial Generation. 8(1), 872–881. https://doi.org/10.56338/jks.v8i1.6862

Musdalifah, N. (2020). Strategi Dakwah Islam di Era Digital. Jurnal Dakwah, 21(1), 1–20. https://ejournal.iainh.ac.id/index.php/alinsan/article/view/418

Ni, E., & Hayati,  mah. (2024). Karakteristik Belajar Generasi Z Dan Implikasinya Terhadap Desain Pembelajaran Ips. 4(8), 4–8. https://doi.org/10.17977/um065.v4.i8.2024.8

Nurlaila, C., Aini, Q., Setyawati, S., & Laksana, A. (2024). Dinamika Perilaku Gen Z Sebagai Generasi Internet. 1, 95–102. https://doi.org/10.62383/konsensus.v1i6.433

Putri, S. D., Aulianti, F., Dzattadini, A., Hanov, E., & Satianingsih, R. (2025). Dampak Relatable Ustadz Hanan Attaki yang Menginspirasi Gen Z untuk Mendekatkan Diri dengan Islam. 6(April).

Rahmah, N., Afif, S., Saleh, M., Nurkhofifah, N., Zaida, N., Saragih, H., Alkhalid, H. S., & Lhokseumawe, I. (2025). Efektifitas Konten Edukasi Keislaman di Platform Media Sosial : Analisis Resepsi Khalayak Generasi Z Tantangan dalam Penyampaian Konten Meski banyak konten edukasi keislaman tersedia di media sosial , masih ada tantangan. 6.

Ummah, N. H. (2023). Pemanfaatan Sosial Media Dalam Meningkatkan Efektivitas Dakwah Di Era Digital. Jurnal Manajemen Dakwah, 11(1), 151–169. https://doi.org/10.15408/jmd.v11i1.32914

Wahyuni, R., & Harahap, R. (2023). Efektivitas Media Sosial Sebagai Media Dakwah Pada Era Digital : Study Literature Review. An-Nadwah, 29(2), 172.


0 Comments

Leave a Reply