Peningkatan Iman Gen-Z Melalui Metode Pengajaran Akidah yang Inovatif

Oleh: Ahmad Dail Haromain Yusuf
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Generasi Z merupakan generasi digital-native yang tumbuh dalam era keterbukaan informasi, kemajuan teknologi yang pesat, serta perubahan nilai-nilai budaya. Dalam konteks ini, mereka menghadapi tantangan spiritual yang semakin kompleks, termasuk krisis identitas dan kurangnya internalisasi nilai-nilai keagamaan. Pendidikan akidah, sebagai landasan keimanan Islam, perlu disampaikan melalui pendekatan yang relevan dan inovatif. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji metode pengajaran akidah yang dapat memperkuat keimanan Generasi Z dengan menerapkan strategi yang kontekstual, interaktif, dan adaptif sesuai dengan karakteristik mereka. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui studi kepustakaan, penelitian ini menganalisis berbagai literatur terkait strategi pengajaran akidah di era digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL), integrasi media digital, serta pendekatan humanistik oleh pendidik secara signifikan meningkatkan pemahaman dan apresiasi siswa terhadap nilai-nilai akidah. Selain itu, keberhasilan pendidikan akidah sangat dipengaruhi oleh sinergi antara sekolah, keluarga, dan komunitas yang lebih luas. Dengan pendekatan yang tepat, pendidikan akidah tidak hanya membentuk peserta didik yang cerdas secara spiritual, tetapi juga melahirkan individu yang tangguh dan beretika dalam menghadapi kehidupan modern. Oleh karena itu, transformasi metode pengajaran akidah menjadi suatu keniscayaan dalam membina spiritualitas generasi Muslim masa kini.
Kata Kunci: Generasi Z, Akidah, Pembelajaran Inovatif, Pembelajaran Kontekstual, Pendidikan Islam
Pendahuluan
Generasi Z yang lahir pada tahun 1997 hingga tahun 2012, tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya. Mereka akrab dengan dunia digital sejak usia dini, terbiasa dengan akses instan terhadap informasi, dan sering kali memiliki pandangan hidup yang lebih terbuka, kritis, namun juga rentan terhadap pengaruh globalisasi yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Dalam konteks ini, pendidikan akidah menjadi semakin penting, bukan hanya sebagai bentuk pengajaran agama, tetapi juga sebagai usaha untuk menjaga dan membentengi keimanan dari gempuran nilai-nilai modernitas yang bersifat liberal dan individualistik.
Pendidikan akidah pada dasarnya merupakan inti dari pembentukan kepribadian muslim. Akidah tidak hanya mengajarkan siapa Tuhan yang disembah, tetapi juga menjadi kerangka berpikir dalam memahami hidup dan memaknai tujuan keberadaan manusia. Namun, penyampaian materi akidah yang bersifat tekstual dan dogmatis sering kali gagal menarik perhatian Gen-Z, yang lebih menyukai pendekatan komunikatif, visual, dan kontekstual. Ketimpangan antara cara penyampaian dengan karakter belajar generasi ini menjadi penyebab rendahnya minat terhadap materi agama, termasuk akidah (Itsnainy, 2024).
Metode pembelajaran akidah yang inovatif diperlukan untuk menjembatani jarak antara substansi ajaran Islam dan realitas kehidupan Gen-Z. Salah satu metode yang terbukti efektif adalah contextual teaching and learning (CTL), yaitu strategi yang mengaitkan isi pelajaran dengan pengalaman nyata yang dialami peserta didik sehari-hari. Melalui pendekatan ini, siswa mampu menghubungkan prinsip-prinsip akidah dengan situasi sosial di sekitar mereka, sehingga ajaran akidah tidak lagi terasa jauh atau abstrak, melainkan menjadi bagian utuh dari kesadaran dan cara pandang mereka dalam menjalani kehidupan (Sagala, 2025). Di samping pendekatan kontekstual, integrasi media digital juga memegang peranan penting. Penggunaan video, infografis, podcast, dan aplikasi edukatif berbasis Islam mampu menjangkau Gen-Z secara lebih efektif. Mereka yang terbiasa mengakses informasi lewat smartphone akan lebih antusias menerima materi akidah dalam bentuk konten multimedia daripada sekadar ceramah konvensional. Penggunaan media digital interaktif dapat meningkatkan perhatian, pemahaman, dan retensi nilai-nilai akidah secara signifikan.
Namun, inovasi metode pengajaran tidak akan berdampak maksimal tanpa didukung oleh kualitas pendidik yang memahami karakter Gen-Z. Guru yang berperan sebagai fasilitator dan teladan harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan spiritual dan psikologis peserta didiknya. Penggunaan pendekatan dialogis, diskusi terbuka, serta empati dalam membangun hubungan dengan siswa terbukti memperkuat internalisasi nilai-nilai akidah. Peran guru sangat menentukan dalam membangun suasana belajar yang menyentuh dimensi hati siswa (Azizah, 2022).
Selain sekolah, peran keluarga dan lingkungan sosial juga krusial. Pendidikan akidah tidak cukup hanya dilakukan di ruang kelas, melainkan harus dibangun dalam keseharian di rumah dan masyarakat. Sinergi antara sekolah dan keluarga dalam membina keimanan anak akan memperkuat ketahanan spiritual mereka dalam menghadapi tantangan zaman. Jika lingkungan rumah tidak mendukung, maka segala upaya pembelajaran di sekolah berisiko tidak berkelanjutan.
Berbagai persoalan yang dihadapi remaja Muslim masa kini mulai dari krisis identitas, pergaulan bebas, kecanduan teknologi, hingga tekanan psikologis mengindikasikan adanya kelemahan dalam proses penanaman nilai-nilai akidah. Oleh karena itu, pendidikan akidah yang bersifat inovatif perlu dirancang tidak sekadar menyampaikan pemahaman teologis, tetapi juga membekali peserta didik dengan ketahanan spiritual dan kecerdasan moral agar mampu menghadapi dinamika kehidupan di era digital. Ketika keimanan telah tertanam secara kokoh, nilai-nilai kehidupan Islami akan tetap terjaga dan tidak mudah tergeser oleh derasnya arus globalisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi metode pengajaran akidah yang bersifat inovatif dan kontekstual sebagai upaya memperkuat keimanan pada generasi Z. Kajian difokuskan pada pendekatan pedagogis yang selaras dengan karakteristik digital native, pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran, peran strategis guru dan keluarga, serta hambatan dalam menginternalisasi nilai-nilai akidah dalam keseharian siswa. Melalui pembahasan ini, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam merumuskan strategi pendidikan Islam yang lebih relevan, adaptif, dan efektif untuk menjawab kebutuhan spiritual generasi mendatang.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode ini dipilih karena fokus utama kajian adalah menggali dan menganalisis secara konseptual bagaimana metode pengajaran akidah yang inovatif dapat meningkatkan kualitas keimanan Generasi Z, dengan mengandalkan referensi dari literatur ilmiah yang relevan.
Studi Pustaka merupakan metode yang memanfaatkan sumber-sumber tertulis sebagai data utama, seperti buku-buku keagamaan, jurnal ilmiah, artikel akademik, serta dokumen-dokumen pendidikan yang mengulas praktik pembelajaran akidah, karakteristik psikologis Gen-Z, dan dinamika pengajaran agama di era digital. Data yang dikumpulkan tidak diperoleh dari lapangan secara langsung, melainkan dari analisis mendalam terhadap berbagai kajian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Dalam studi ini, proses pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran sistematis terhadap artikel jurnal yang terindeks nasional maupun internasional, terutama yang membahas topik inovasi pembelajaran agama Islam, karakter generasi digital-native, serta penguatan nilai-nilai akidah dalam konteks pendidikan modern. Data sekunder ini kemudian diklasifikasikan berdasarkan tema-tema kunci seperti media pembelajaran inovatif, efektivitas strategi kontekstual, peran guru sebagai fasilitator, serta kendala implementasi pendidikan akidah di sekolah.
Analisis data dilakukan secara tematik-kualitatif, di mana setiap data yang relevan disusun berdasarkan pola dan hubungan makna yang saling mendukung. Tahapan analisis mencakup reduksi data (pemilahan sumber sesuai tema), penyajian data (dalam bentuk uraian naratif), dan penarikan kesimpulan berdasarkan sintesis teoritik. Pendekatan ini memungkinkan peneliti menyajikan pemahaman yang luas dan mendalam tanpa perlu melakukan pengumpulan data primer secara langsung. Untuk menjaga integritas ilmiah, seluruh data dan informasi dalam artikel ini bersumber dari referensi yang sahih dan terkini, baik berupa hasil penelitian empiris maupun telaah teoretis yang telah teruji. Setiap argumentasi dibangun dengan merujuk pada dasar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menghasilkan analisis yang objektif dan terpercaya. Dengan pendekatan ini, artikel ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih konseptual dalam merancang strategi pembelajaran akidah yang lebih adaptif, kontekstual, dan relevan dengan dinamika kehidupan Gen-Z di era digital.
Pembahasan
Generasi Z menghadapi tantangan spiritual yang semakin kompleks di tengah derasnya arus digitalisasi dan globalisasi. Mereka terbiasa hidup dalam dunia yang serba instan, terbuka, dan penuh informasi, namun sering kali minim dalam kedalaman nilai. Banyak siswa Gen-Z menunjukkan penurunan minat terhadap pelajaran agama karena metode penyampaiannya tidak mampu mengimbangi dinamika zaman (Taliwuna et al., 2024). Tantangan seperti krisis identitas, keterikatan pada media sosial, serta eksposur terhadap budaya luar yang cenderung liberal menjadikan pembelajaran akidah terasa kaku dan jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan keimanan pada Gen-Z bukan hanya persoalan kurangnya pemahaman terhadap doktrin, tetapi lebih kepada ketidakterhubungan antara ajaran dengan realitas eksistensial mereka. Oleh sebab itu, pendidikan akidah yang kontekstual dan reflektif sangat dibutuhkan, agar nilai-nilai Islam dapat mereka maknai bukan sekadar kewajiban, tetapi sebagai pegangan hidup.
Sistem pengajaran akidah selama ini masih terlalu dominan pada pendekatan kognitif berbasis hafalan dan ceramah satu arah. Pendekatan seperti ini dianggap kurang relevan dan kurang mampu membangkitkan minat belajar peserta didik, terutama mereka yang lahir dan tumbuh dalam budaya visual dan interaktif. Pentingnya transformasi pedagogis dengan menjadikan siswa sebagai subjek aktif pembelajaran, bukan sekadar objek yang menerima informasi (Sagala, 2025). Dalam konteks Gen-Z, pembaruan strategi tidak hanya tentang memperbarui metode, tetapi juga menyentuh pada cara berpikir pendidik. Guru harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan spiritual dan psikologis siswa, mengembangkan pendekatan diskursif yang membangun kesadaran iman melalui eksplorasi, tanya-jawab, serta studi kasus kehidupan nyata. Hal ini menjadikan pendidikan akidah lebih inklusif, kontekstual, dan bermakna.
Salah satu pendekatan yang sangat direkomendasikan dalam pengajaran akidah adalah Contextual Teaching and Learning (CTL). Strategi CTL terbukti mampu meningkatkan pemahaman spiritual siswa karena menghubungkan materi akidah dengan pengalaman pribadi, lingkungan sosial, dan fenomena aktual yang mereka hadapi (Itsnainy, 2024). Misalnya, pembahasan tentang tauhid dikaitkan dengan fenomena penyembahan tren digital atau ketergantungan pada validasi sosial. Selain itu, integrasi media digital seperti video edukatif, podcast keislaman, aplikasi kuis interaktif, dan platform media sosial Islam dapat menjangkau siswa secara lebih efektif. Penelitian oleh Siswa yang belajar akidah melalui media digital cenderung memiliki tingkat retensi dan pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (Aqmarina & Susilo, 2025). Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bukan ancaman, melainkan alat untuk memperluas akses dakwah dan pendidikan akidah.
Di balik metode dan media pembelajaran, peran guru tetap menjadi faktor krusial. Guru bukan hanya penyampai pengetahuan, tetapi juga teladan spiritual yang secara langsung mempengaruhi karakter dan sikap siswa. Guru yang mampu menunjukkan perilaku sabar, jujur, dan rendah hati dalam keseharian, jauh lebih berpengaruh dalam membentuk akidah siswa dibandingkan dengan ceramah yang hanya bersifat instruksional. Pendidikan akidah yang berhasil adalah yang mampu membentuk hubungan rohani antara guru dan murid dimana guru hadir sebagai pendamping, tempat bertanya, dan panutan, bukan hanya sebagai penguji atau pengawas. Relasi semacam ini membuka ruang dialog, memberikan rasa aman, serta menjadikan pembelajaran sebagai proses spiritual bersama.
Pembelajaran akidah tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga harus diperkuat di rumah dan lingkungan sosial. Orang tua memiliki peran vital dalam membentuk kebiasaan spiritual siswa, seperti membiasakan shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan berdiskusi tentang nilai-nilai agama. Kolaborasi antara keluarga dan sekolah memiliki dampak positif dalam internalisasi nilai-nilai keislaman secara berkelanjutan (Salsabila, 2021). Komunitas juga perlu mengambil peran aktif, seperti remaja masjid, mentor keagamaan, atau komunitas dakwah digital. Kehadiran ruang-ruang edukatif dan inspiratif di luar sekolah akan memperkuat eksistensi spiritualitas siswa di dunia nyata dan dunia maya.
Kesimpulan
Pendidikan akidah memiliki peran strategis dalam membentuk fondasi keimanan Generasi Z di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. Generasi ini tumbuh dalam ekosistem digital yang dinamis, di mana informasi datang begitu cepat dan nilai-nilai global sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Oleh karena itu, pengajaran akidah tidak dapat lagi dilakukan dengan metode konvensional semata, melainkan harus dikembangkan secara inovatif, kontekstual, dan adaptif terhadap karakteristik peserta didik.
Berdasarkan pembahasan dalam artikel ini, dapat disimpulkan bahwa peningkatan iman Gen-Z melalui pembelajaran akidah memerlukan pendekatan pedagogis yang lebih partisipatif dan bermakna. Penggunaan strategi contextual teaching and learning (CTL), integrasi media digital, dan pendekatan humanistik oleh guru terbukti mampu meningkatkan pemahaman, keterlibatan, dan penghayatan siswa terhadap nilai-nilai keimanan. Di sisi lain, keberhasilan pembelajaran akidah juga sangat ditentukan oleh peran keteladanan guru serta kolaborasi aktif antara sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial.
Pendidikan akidah tidak hanya akan mencetak siswa yang cerdas secara spiritual, tetapi juga mampu membangun generasi yang kokoh dalam iman, tangguh menghadapi dinamika zaman, serta berakhlak mulia dalam kehidupan sosial. Maka, transformasi metode pengajaran akidah menjadi sebuah keniscayaan dalam upaya membina spiritualitas generasi Muslim masa kini dan mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Aqmarina, D. N., & Susilo, M. J. (2025). Pengaruh penggunaan media interaktif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam. Ta’lif: Jurnal Pendidikan dan Agama Islam, 1(1), 39-53.
Azizah, A. (2022). Strategy of Akidah Akhlak Teachers in Improving the Morals of Generation-Z Students at MTs Walisongo Pecangaan Jepara. Al Hikmah: Journal of Education, 3(2), 179–190. https://doi.org/10.54168/ahje.v3i2.123
Itsnainy, S. K. (2024). Inovasi Pembelajaran Akidah Akhlak Menggunakan Contextual Teaching and Learning di MAN 1 Kendari. 12(2), 240–253.
Sagala, R. (2025). Strategi Inovatif dalam Mengajarkan Pendidikan Agama Islam pada Generasi Z. 3(1), 278–284.
Salsabila, U. H., Wati, R. R., Masturoh, S., & Rohmah, A. N. (2021). Peran teknologi pendidikan dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan islam di masa pandemi. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(1), 127-137.
Taliwuna, M., Tinggi, S., Yerusalem, T., & Manado, B. (2024). Strategi Pendidikan Moral Dalam Menghadapi Tantangan Digitalisasi Bagi Generasi Z Moral Education Strategy in Dealing with Digitalization Challenges for Generation Z. 3(2), 45–64. https://ejournal.stt-yerusalembaru.ac.id/index.php/SHAMAYIM
0 Comments