Tidak Akan Mendapatkan Ilmu Yang Manfaat Kecuali Dengan 6 Syarat, Apakah Itu?

Published by Buletin Al Anwar on

Tidak Akan Mendapatkan Ilmu Yang Manfaat Kecuali Dengan 6 Syarat, Apakah Itu?

Fathurrahman Jamil – Santri Pondok Pesantren Anwarul Huda

 

أَلَا لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إِلَّا بِسِتَّةٍ #  سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذَكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍوَبُلْغَةٍ #  وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

Kitab Ta’limul Muta’allim Thariqut Ta’allum, merupakan salah satu karya klasik di bidang pendidikan yang telah banyak dipelajari, dikaji, direnungi, dan diaplikasikan oleh para penuntut ilmu, terutama di pondok pesantren. Materi kitab ini sangat sarat dengan muatan-muatan pendidikan moral spiritual.

Al-Zarnuzi muallif kitab Ta’limul Muta’allim mengutip syair indah tentang enam syarat meraih ilmu yang manfaat menurut Sayyidina Ali Bin Abi Thalib Karramaallahu Wajhah sebagai berikut yaitu cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu yang lama.

Lantas apa sih sebenarnya ilmu yang manfaat itu?

Ilmu manfaat adalah ilmu yang bisa menghantarkan pemiliknya pada ketakwaan kepada Allah SWT. Ilmu yang manfaat inilah yang tidak mungkin bisa didapatkan kecuali dengan adanya 6 syarat yang harus dilengkapi para pemburunya. Adapun 6 syarat tersebut adalah:

  1. Cerdas

Artinya kemampuannya untuk mengangkap ilmu, bukan berarti pemburu ilmu harus mempunyai IQ yang tinggi, walaupun dalam mencari ilmu IQ yang tinggi sangat menentukan sekali, asal akalnya mampu menangkap ilmu berarti sudah memenuhi syarat pertama ini.  Bagi penulis sendiri, kecerdasan adalah sesuatu yang bisa ditingkatkan. Orang tua dahulu sering berujar Akal kita laksana pedang, semakin sering kita asalah akan semakin tajam, adapun bila didiamkan akan karatan dan tumpul, begitupula ketika kita sering berfikir, sering diskusi, sering ngaji, sering syawir, sering takroran (menjaga hafalan dengan berulang-ulang), maka akal kita akan semakin tajam”.

Kecerdasan juga dapat diasah dengan melakukan beberapa hal positif diantaranya: banyak membaca, mengubah gaya rutinitas, membuat rangkuman pelajaran, hidup dan makan sehat, rajin berolahraga, dan bergaul dengan orang yang lebih pintar.

  1. Semangat

Artinya sunggguh-sungguh dengan bukti ketekunan, mencari ilmu tanpa semangat dan ketekunan tidak akan menghasilkan apa-apa, ilmu apalagi ilmu agama adalah sesuatu yang mulia dan penuh jalan derita. Karenanya banyak orang yang mencari ilmu tapi yang berhasil sangat sedikit dibanding yang tidak berhasil, kenapa? Karena mencari ilmu itu sulit, apa yang kemarin di hafalkan belum tentu sekarang masih bisa hafal, padahal apa yang di hafal kemarin masih berhubungan dengan pelajaran hari ini, akhirnya pelajaran hari inipun berantakan karena hilangnya pemahaman yang kemarin, maka tanpa kesemangatan dan ketekunan rasanya sangat sulit mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan dalam tholabulimi.

 

  1. Sabar

Arinya tabah menghadapi cobaan dan ujian dalam mencari ilmu, orang yang mencari ilmu adalah orang yang mencari jalan menuju penciptanya, olehkarenanya syetan sangat benci kepada mereka, apa yang di kehendaki syetan adalah agar tidak ada orang yang mencari ilmu, tidak ada orang yang mengajarkan kebaikan, tidak ada orang yang merenungi keutamaannya, tidak ada orang yang akan mengajarkan kepada umat bagaimana cara beribadah dan orang yang menasehati kepada kebijaksanaan.

Ujian para penuntut ilmu khususnya santri di pondok pesantren sangat beragam. Misalnya penyakit kulit, sampai-sampai ada seorang santri yang tangannya tidak bisa digerakkan dengan leluasa seperti biasanya, terasa sakit dan perih, untuk sekedar makan saja harus kesulitan.

Atau adapula kisah santri yang harus sebulan sekali membeli sandal, karena sandalnya hilang entah kemana. Itu hanya sekelumit cobaan kecil di pesantren. Memang tidak mudah menghadapi cobaan. Tapi jika ingin mencapai tujuan harus ada pengorbanan. Kabar baiknya ujian sesungguhnya adalah bentuk kecintaan Allah SWT kepada hambanya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah itu bila mencintai kaum, maka Allah mengujinya. Barang siapa yang ridla, ia mendapat keridlaan Allah, dan siapa marah, ia mendapat murka Allah.” (HR. Tirmidzi).

  1. Biaya

Artinya orang menuntut ilmu perlu biaya seperti juga setiap manusia hidup yang memerlukannya. Tapi jangan salah faham bahwa menuntut ilmu perlu uang yang banyak dan harus kaya dulu, biaya disini hanya untuk kebutuhan sandang, pangan, papan. Kebiasaan orang dahulu, ketika mencari ilmu, mereka harus mau melakukan perjalanan untuk menemui seorang guru atau menuju suatu madrasah. Pada zaman sekarang bisa kita lihat sendiri seperti apa keadaannya. Seorang yang hendak sekolah tidak hanya cukup hanya dengan bekal niat, tapi juga butuh seragam, buku, alat tulis, dan berbagi hal lainnya.  Mencari ilmu, entah seberapapun besarnya pasti membutuhkan biaya, sebagai salah satu wujud pengorbanan dan perjuangan. Seorang yang memiliki keyakinan yang kuat tidak akan merasa khawatir dengan besarnya biaya yang ia keluarkan, karena ia menyadari sesungguhnya semua itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang akan ia dapatkan, yakni ilmu dan derajat yang tinggi di sisi Tuhannya.

  1. Petunjuk guru

Artinya orang menuntut ilmu harus punya guru tidak boleh belajar sendiri, ilmu agama adalah warisan para nabi, bukan ujug-ujug jatuh dari pohon. Kita bisa melihat sejarah penurunan wahyu dan penyampaiannya kepada para sahabat, betapa Nabi setiap menerima wahyu dari malaikat Jibril, kemudian nabi menyampaikan kepada para sahabat, sahabat menyampaikan kepada para tabi’in, lalu para tabi’in menyampaikan kepada tabi’in at tabi’in dan seterusnya kepada ulama salaf, lalu ulama kholaf, lalu ulama mutaqoddimin lalu ulama muta’akhirin dan seterusnya sampai pada umat sekarang ini. Jadi ilmu yang kita terima sekarang ini adalah ilmu yang bersambung sampai baginda Nabi Muhammad SAW dan sampai kepada Allah SWT. Sangat jelas bahwa orang yang belajar harus lewat bimbingan seorang guru.

  1. Waktu yang lama

Artinya orang belajar perlu waktu yang lama, tidak cukup cuma ikut pesantren kilat, lantas merasa dirinya sudah cukup memahami agama. Kita boleh mengambil contoh Imam Bukhari yang belajar ilmu hadits dimulai sejak usia enam belas. Ia keluar masuk perkampungan, menyusuri sekian ratus kota, berkenalan dari satu negara ke negara lain demi belajar dan sekaligus mengumpulkan riwayat-riwayat Nabi Muhammad. Perjalanan yang paling spektakuler ia tempuh antara Mesir sampai Khurasan. Perjalanan yang melelahkan, namun membahagiakan. Pengembaraan panjangnya berbuah manis. Kegigihannya menuai hasil. Ia sukses mengumpulkan tidak kurang dari enam ratus ribu hadis yang tujuh ribu di antaranya masuk ke dalam kitab yang disusunnya, Shahih Bukhari. Semangat juang dan waktu yang tidak sebentar tersebut diwariskan para ulama terdahulu harus di praktikan oleh kita sekalian di zaman sekarang. Mudah-mudahan kita mendapatkan ilmu yang berkah dan manfaat dunia akhirat.

Akhir kata penulis tutup dengan maqolah Syekh Zarnuzi “Dan Jadilah senantiasa bertambah ilmu setiap hari dan berenanglah di lautan faidah”

Semoga bermanfaat


3 Comments

Hana · February 7, 2020 at 4:18 pm

Dalil dan fakta-fakta lapangan (kekinian) kurang kuat untuk mendukung asumsinya.

syauqi · February 22, 2020 at 10:07 am

Mantab cak, makasih ilmunyaa..

Leave a Reply