MEMBENTUK GENERASI BERAKHLAK MULIA: PESAN UNIVERSAL QS. LUQMAN AYAT 14 DALAM KONTEKS MODERN

Published by Buletin Al Anwar on

Rowiena Faradhita

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Email: [email protected]

Pendahuluan

Dalam konteks globalisasi yang diwarnai dengan berbagai tantangan moral, pendidikan karakter menjadi semakin penting untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia. Islam, sebagai agama yang menyeluruh, telah memberikan panduan yang jelas dalam membentuk karakter manusia melalui ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Kedua sumber utama ini menekankan pentingnya nilai-nilai moral yang luhur, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat, yang merupakan fondasi utama dalam kehidupan bermasyarakat.

Salah satu ayat yang kaya akan nilai-nilai pendidikan karakter adalah Surah Luqman ayat 14. Ayat ini secara khusus menekankan kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orang tua. Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengingatkan umat-Nya akan pengorbanan dan kesulitan yang dialami oleh seorang ibu dalam mengandung dan membesarkan anak. Penghormatan dan kasih sayang kepada orang tua bukan hanya wujud dari rasa syukur, tetapi juga merupakan manifestasi dari pemahaman akidah yang benar.

Berbakti kepada orang tua, seperti yang diajarkan dalam ayat ini, merupakan salah satu bentuk pendidikan karakter yang sangat penting dalam Islam. Hal ini mengajarkan kepada umat bahwa kebaikan dan akhlak mulia dimulai dari lingkungan keluarga. Dengan menanamkan sikap hormat dan kasih sayang kepada orang tua, seseorang akan lebih mudah menerapkan nilai-nilai positif lainnya dalam kehidupannya, baik di lingkungan masyarakat maupun di dunia kerja. Dalam kerangka ini, pendidikan karakter yang berlandaskan ajaran Islam menjadi sangat relevan dalam menghadapi berbagai tantangan moral di era modern.

Pembahasan

Tafsir QS. Luqman Ayat 14

Allah SWT berfirman dalam QS. Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menekankan kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu yang telah mengandung dengan susah payah dan menyusui selama dua tahun. Beliau menafsirkan “wahnan ‘ala wahnin” (lemah yang bertambah-tambah) sebagai kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan, dari mual di awal kehamilan hingga beratnya masa-masa akhir kehamilan dan melahirkan (Ibnu Katsir, 1999).

Ibnu Katsir juga menekankan bahwa perintah untuk bersyukur kepada Allah diikuti dengan perintah bersyukur kepada orang tua, menunjukkan betapa tingginya kedudukan orang tua dalam Islam.

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya “Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an” menyoroti beberapa poin penting:

  1. Ayat ini menunjukkan kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua bahkan jika mereka bukan Muslim, selama tidak menyuruh kepada kemusyrikan.
  2. Beliau menafsirkan “fishaluhu fi ‘amain” (menyapihnya dalam dua tahun) sebagai dalil bahwa masa menyusui maksimal adalah dua tahun.
  3. Al-Qurthubi juga menekankan bahwa syukur kepada Allah harus didahulukan daripada syukur kepada orang tua, karena Allah adalah sumber utama segala nikmat (Al-Qurthubi, 2006).
  1. Quraish Shihab dalam “Tafsir Al-Misbah” memberikan perspektif yang lebih kontemporer:
  1. Beliau menekankan bahwa perintah berbakti kepada orang tua dalam ayat ini tidak terkait dengan kebaikan orang tua. Anak tetap wajib berbakti kepada orang tua terlepas dari perlakuan orang tua terhadapnya.
  2. Shihab menafsirkan “wahnan ‘ala wahnin” bukan hanya sebagai kelemahan fisik, tetapi juga mencakup kelemahan mental dan emosional yang dialami ibu selama kehamilan dan pengasuhan.
  3. Beliau juga menggarisbawahi bahwa ayat ini mengajarkan keseimbangan antara kewajiban kepada Allah dan kewajiban kepada manusia (orang tua) (Shihab, 2002).

Ketiga tafsir ini menegaskan pentingnya berbakti kepada orang tua sebagai manifestasi dari pemahaman akidah yang benar, sekaligus memberikan landasan kuat untuk pendidikan karakter dalam Islam.

Hubungan Akidah dan Akhlak dalam Pendidikan Karakter

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” menegaskan bahwa akhlak yang baik merupakan manifestasi dari keimanan yang kuat (Al-Ghazali, 2011). Dalam konteks QS. Luqman ayat 14, berbakti kepada orang tua tidak hanya dilihat sebagai kewajiban sosial, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan pengejawantahan dari pemahaman tauhid yang benar.

Dr. Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya “Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyyah wa Asalibuha” menjelaskan bahwa pendidikan akhlak dalam Islam selalu berlandaskan pada akidah (An-Nahlawi, 1995). Ini menegaskan bahwa penanaman nilai-nilai akhlak, termasuk berbakti kepada orang tua, harus dibangun di atas fondasi keimanan yang kokoh.

Implementasi dalam Pendidikan Karakter Modern

Dalam konteks pendidikan karakter modern, penerapan nilai-nilai akidah yang tercermin dalam QS. Luqman ayat 14 dapat diimplementasikan melalui beberapa pendekatan berikut:

Pendidikan Berbasis Keteladanan

Pendekatan ini menekankan pentingnya figur teladan, baik dalam keluarga maupun institusi pendidikan, yang dapat dijadikan contoh nyata bagi peserta didik. Orang tua, guru, dan pemimpin diharapkan mampu menunjukkan perilaku yang mencerminkan akhlak mulia, seperti berbakti kepada orang tua dan menghargai sesama. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya belajar melalui teori, tetapi juga melalui pengamatan dan interaksi langsung dengan role model yang dapat diandalkan (Hasanah, 2019).

Integrasi Nilai-Nilai Akidah dalam Kurikulum

Dalam pendekatan ini, nilai-nilai tauhid dan akidah dimasukkan secara sistematis ke dalam kurikulum pendidikan, bukan hanya dalam pelajaran agama, tetapi juga dalam mata pelajaran lain. Misalnya, dalam pelajaran sains atau sejarah, nilai-nilai tentang kebesaran Allah dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi bisa disisipkan. Dengan cara ini, pemahaman peserta didik tentang akidah akan semakin kuat dan selaras dengan pengembangan karakter yang baik, seperti tanggung jawab, rasa syukur, dan sikap menghargai orang lain (Suyuthi, 2020).

Pendidikan Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)

Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami secara langsung bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai berbakti kepada orang tua dan rasa syukur. Melalui kegiatan-kegiatan praktis, seperti kerja sosial, program bakti keluarga, atau aktivitas lain yang melibatkan peran aktif siswa dalam menghormati orang tua dan berterima kasih atas nikmat yang mereka terima, nilai-nilai tersebut akan lebih mudah dipahami dan diinternalisasi. Pengalaman langsung ini memungkinkan peserta didik tidak hanya memahami nilai-nilai secara teoretis, tetapi juga merasakan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari (Rahman et al., 2021).

Dengan mengadopsi pendekatan-pendekatan ini, pendidikan karakter di era modern dapat secara efektif menggabungkan nilai-nilai akidah Islam dengan praktik-praktik pendidikan yang relevan, sehingga membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.

Kesimpulan

  1. Luqman ayat 14 menyediakan fondasi yang kuat untuk membangun karakter berbakti melalui penanaman nilai-nilai akidah. Dengan memahami dan mengimplementasikan pesan-pesan dari ayat ini, pendidikan karakter Islam dapat membentuk generasi yang tidak hanya berakhlak mulia tetapi juga memiliki keimanan yang kokoh.

Pendidikan karakter dalam konteks modern sangat penting untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia, dan nilai-nilai akidah dari QS. Luqman ayat 14 dapat dijadikan landasan yang kuat. Melalui beberapa pendekatan, seperti pendidikan berbasis keteladanan, integrasi nilai-nilai akidah dalam kurikulum, dan pendidikan berbasis pengalaman, peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai Islam, khususnya sikap berbakti kepada orang tua dan rasa syukur. Pendekatan-pendekatan ini tidak hanya memperkuat pemahaman akidah, tetapi juga membangun karakter yang kuat, sehingga peserta didik mampu menghadapi tantangan moral di era globalisasi dengan baik.

Referensi

Al-Ghazali, A. H. (2011). Ihya Ulumuddin. Dar al-Minhaj.

An-Nahlawi, A. (1995). Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyyah wa Asalibuha. Dar al-Fikr.

Hasanah, U. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Keteladanan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Islam, 10(2), 123-140.

Ibnu Katsir. (1999). Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim. Dar Tayyibah.

Rahman, F., Abdullah, M., & Ali, N. (2021). Experiential Learning in Islamic Education: A Systematic Review. International Journal of Islamic Educational Psychology, 2(1), 42-59.

Suyuthi, A. (2020). Integrasi Nilai-nilai Tauhid dalam Pembelajaran: Studi Kasus di Madrasah Aliyah. Jurnal Pendidikan Islam, 11(3), 215-230.

Al-Qurthubi, M. (2006). Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an. Mu’assasah ar-Risalah.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati.


0 Comments

Leave a Reply