Dari Trending Topik Menuju Tauhid: Membangun Iman & Kesadaran Spiritual Gen-Z Melalui Isu Kekinian

Oleh: Muh. Ubaidillah Al Azhari
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Di era digital, Generasi Z (Gen-Z) hidup dalam arus informasi yang sangat cepat dan didominasi oleh media sosial. Fenomena trending topic menjadi cermin dinamika sosial yang membentuk cara pandang dan perilaku Gen-Z, termasuk dalam hal spiritualitas. Namun, derasnya informasi tidak selalu dibarengi dengan kedalaman makna dan keteguhan iman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana isu-isu kekinian yang viral di media sosial dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk membangun kesadaran spiritual dan pemahaman tauhid di kalangan Gen-Z. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan jenis studi kepustakaan atau library research. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengakses berbagai referensi seperti jurnal ilmiah, buku-buku, dan artikel yang terkait dengan materi tersebut dalam konteks Membangun Iman & Kesadaran Spiritual Gen-Z lewat Isu Kekinian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak isu viral seperti kesehatan mental, self-love, keadilan sosial, hingga isu lingkungan memiliki potensi besar untuk dikaitkan dengan nilai-nilai tauhid. Ketika dikemas secara kontekstual dan relevan, ajaran Islam dapat diterima lebih baik oleh Gen-Z sebagai solusi hidup, bukan sekadar doktrin. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan dakwah yang responsif terhadap budaya digital dan isu kekinian sangat efektif dalam membangun kesadaran spiritual Gen-Z secara autentik dan mendalam.
Kata kunci: Generasi-Z, Trending topic, Spiritual, Dakwah digital
PENDAHULUAN
Generasi Z (Gen-Z) adalah kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, mereka tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang pesat. Mereka dikenal sebagai generasi yang kritis, terbuka, dan sangat terhubung dengan isu-isu global melalui media sosial.[1] Dalam konteks keagamaan, penting untuk menemukan cara yang relevan untuk membangun iman dan kesadaran spiritual mereka. Artikel ini akan membahas bagaimana isu-isu trending dapat menjadi jembatan untuk mengajak Gen-Z memahami konsep tauhid dan meningkatkan kesadaran spiritual mereka. Misalnya, isu tentang mental health (kesehatan mental) yang marak dibicarakan di kalangan anak muda dapat dihubungkan dengan konsep tawakkal dan pentingnya bersandar kepada Allah dalam menghadapi kesulitan.[2] Diskusi mengenai keadilan sosial dan kesetaraan dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip Islam tentang persaudaraan dan menolong sesama. Bahkan, fenomena cancel culture dapat menjadi pintu masuk untuk membahas pentingnya khusnudzon (berbaik sangka) dan menghindari ghibah (menggunjing).[3]
Kunci keberhasilan pendekatan ini terletak pada kemampuan untuk menyajikan pesan-pesan agama secara kreatif, relevan, dan tidak menggurui. Konten-konten yang menarik, seperti video singkat, infografis, meme edukatif, atau diskusi interaktif di platform media sosial,[4] dapat menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai tauhid dalam bahasa yang mudah dipahami dan diterima oleh Gen-Z. Kolaborasi dengan para influencer Muslim yang memiliki pemahaman agama yang baik dan gaya komunikasi yang dekat dengan anak muda juga dapat menjadi strategi yang ampuh. Lebih dari sekadar menyampaikan informasi, tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menumbuhkan kesadaran spiritual yang mendalam. Ketika Gen-Z mampu melihat korelasi antara isu-isu yang mereka hadapi sehari-hari dengan prinsip-prinsip agama, diharapkan akan muncul refleksi diri dan keinginan untuk mencari makna hidup yang lebih dalam. Proses ini secara bertahap dapat mengantarkan mereka pada pemahaman yang lebih kokoh tentang tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala aspek kehidupan.
Namun, penting untuk diingat bahwa proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan pemahaman yang mendalam tentang dinamika Gen-Z. Pendekatan yang kaku atau terkesan memaksa justru dapat kontraproduktif. Sebaliknya, dialog yang terbuka, inklusif, dan menghargai perspektif anak muda dengan memahaminya melalui etnografi virtual (memahami interaksi, budaya, dan perilaku sosial di dunia maya atau online) akan menciptakan ruang yang aman bagi mereka untuk bertanya, berdiskusi, dan akhirnya menemukan sendiri keindahan ajaran Islam.[5] Dengan memanfaatkan kekuatan trending topic secara bijak dan menghubungkannya dengan nilai-nilai tauhid, kita memiliki peluang besar untuk membangun iman dan kesadaran spiritual generasi penerus bangsa. Langkah ini bukan hanya tentang menyampaikan pesan agama, tetapi juga tentang memberdayakan Gen-Z untuk menemukan relevansi Islam dalam kehidupan modern mereka, sehingga iman tidak hanya menjadi warisan, tetapi juga keyakinan yang hidup dan membimbing.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan jenis studi kepustakaan atau library research. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengakses berbagai referensi seperti jurnal ilmiah, buku-buku, dan artikel yang terkait dengan materi tersebut dalam konteks Membangun Iman dan Kesadaran Spiritual Gen-Z lewat Isu Kekinian.
PEMBAHASAN
Mengenali Karakteristik Gen-Z
1. Pengertian
Generasi dapat diartikan sebagai kelompok orang yang memiliki kesamaan usia, tahun kelahiran, lokasi, serta pengalaman sejarah yang serupa, yang semuanya memberikan dampak besar terhadap perkembangan individu tersebut. Generasi Z merujuk pada kelompok yang lahir setelah generasi milenial. Mereka yang tergolong dalam generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, setelah generasi millenium atau generasi Y. Kehidupan mereka sangat terkait dengan dunia maya, dan berkat kemajuan teknologi, mereka lebih terampil dalam melakukan berbagai aktivitas secara bersamaan (multitasking) dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Pengaruh dari kebiasaan ini secara tidak langsung membentuk karakter dan kepribadian mereka.[1] Generasi Z (Gen-Z), yang sering disebut sebagai generasi digital, merupakan individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini tumbuh dalam era teknologi dan informasi yang pesat berkembang. Kehadiran teknologi digital, seperti smartphone canggih, memungkinkan akses informasi yang cepat dan mudah melalui internet, sehingga memudahkan masyarakat untuk memperoleh berbagai macam data dan pengetahuan.[2]
2. Karakteristik
Gen-Z memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari generasi sebelumnya. Mereka adalah digital natives yang menghabiskan banyak waktu di platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter.[3] Menurut laporan dari Pew Research Center, Gen-Z cenderung lebih peduli terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan keadilan. Mereka menginginkan perubahan dan berusaha untuk terlibat dalam berbagai gerakan sosial. Hal ini menjadi peluang bagi pendidik dan pemuka agama untuk menyampaikan nilai-nilai tauhid dalam konteks yang lebih relevan dan menarik bagi mereka.[4]
3. Beberapa Isu Kekinian sebagai Sarana Dakwah
Isu-isu global yang mendominasi percakapan di kalangan Generasi Z, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan kesehatan mental, bukan sekadar tren sesaat di media sosial, melainkan cerminan dari kepedulian mendalam terhadap masa depan. Mengaitkan nilai-nilai luhur tauhid dengan isu-isu kontemporer ini membuka ruang pemahaman yang lebih kaya bahwa ajaran Islam bukanlah dogma (kepercayaan atau doktrin) yang terpisah dari realitas kehidupan sehari-hari, melainkan kerangka nilai yang relevan dan memberikan solusi. Dengan cara ini, para pemimpin Islam kontemporer berharap dapat membebaskan umat Islam dari keadaan kemunduran dan membimbing mereka menuju era kemajuan.[5]
Dapat diambil sebagai contoh isu perubahan iklim, konsep tauhid yang mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta adalah ciptaan Allah SWT dan manusia adalah khalifah (pemelihara) di bumi. Kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya adalah amanah dari Sang Pencipta akan mendorong Gen-Z untuk tidak hanya mendukung gerakan pelestarian lingkungan sebagai aksi sosial semata, tetapi juga sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan implementasi dari keimanan mereka. Lebih lanjut, isu hak asasi manusia dan kesetaraan gender dapat dikorelasikan dengan prinsip tauhid yang menekankan kesetaraan seluruh umat manusia di hadapan Allah, tanpa memandang ras, suku, maupun jenis kelamin. Ajaran Islam menjunjung tinggi keadilan dan melarang segala bentuk diskriminasi serta penindasan.[6]
4. Metode Pembelajaran yang Relevan
Generasi Z memiliki gaya belajar yang khas dan berbeda dari generasi sebelumnya. Karena mereka tumbuh dalam lingkungan yang terhubung dengan teknologi komunikasi, khususnya para pelajar Gen-Z cenderung lebih menyukai metode pembelajaran yang bersifat interaktif.[7] Untuk membangun iman dan kesadaran spiritual di kalangan Generasi Z, metode pengajaran harus dirancang dengan mempertimbangkan gaya belajar mereka serta media yang mereka gunakan dalam keseharian. Gen-Z dikenal sebagai generasi visual, cepat tanggap, dan terbiasa dengan konten yang singkat namun padat makna. Oleh karena itu, pemanfaatan beberapa metode pembelajaran yang relevan menjadi langkah strategis dalam dakwah dan pendidikan keagamaan. Diantaranya adalah:[8]
Diskusi Interaktif
Selain itu, diskusi interaktif melalui webinar, ruang obrolan daring, atau grup diskusi di platform seperti WhatsApp dan Telegram memungkinkan mereka untuk aktif bertanya dan berdialog mengenai isu-isu kekinian dari perspektif Islam. Ini membuka ruang keterlibatan langsung yang membuat mereka merasa dihargai dan didengar.
Media Sosial (Medsos)
Konten dakwah yang dikemas dalam bentuk video pendek di TikTok atau Instagram Reels, infografis menarik, serta kutipan inspiratif dapat menjangkau mereka secara efektif.
Gerakan Sosial
Selain itu, kegiatan sosial berbasis keimanan juga berperan penting dalam menumbuhkan nilai kasih sayang, empati, dan keadilan dalam diri mereka. Pendampingan dan mentoring personal juga sangat efektif dalam membina karakter spiritual Gen-Z. Dengan bimbingan yang konsisten, mereka dapat diarahkan untuk tidak hanya memahami tauhid secara konseptual, tetapi juga menerapkannya secara nyata dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Dengan pendekatan-pendekatan tersebut, diharapkan Gen-Z tidak hanya menjadi generasi yang melek teknologi dan kritis terhadap isu-isu global, tetapi juga menjadi generasi yang kokoh iman, berjiwa sosial, dan mampu menjadikan nilai-nilai tauhid sebagai kompas dalam menavigasi kehidupan di era modern.
KESIMPULAN
Di era digital yang serba cepat, Generasi Z tumbuh dalam lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh media sosial dan informasi instan. Hal ini menjadikan mereka sebagai generasi yang kritis, responsif terhadap isu-isu global, namun rentan atau rawan terhadap krisis makna dan spiritualitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa isu-isu kekinian seperti kesehatan mental, keadilan sosial, dan perubahan iklim, yang menjadi perhatian utama Gen-Z, dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk menanamkan nilai-nilai tauhid dan membangun kesadaran spiritual secara kontekstual dan relevan. Ketika pesan-pesan keimanan dikemas secara kreatif, komunikatif, dan tidak menggurui, Gen-Z akan lebih mudah menerimanya sebagai solusi hidup yang nyata, bukan sekadar ajaran normatif. Pendekatan dakwah yang berfokus pada kedekatan emosional, interaktivitas, dan pemanfaatan media digital terbukti efektif dalam menyampaikan nilai-nilai Islam secara lebih hidup dan menyentuh. Selain itu, penting untuk menciptakan ruang-ruang dialog yang aman, terbuka, dan partisipatif agar Gen-Z merasa dilibatkan, bukan dihakimi. Pendekatan ini juga harus didukung oleh kegiatan sosial yang berbasis keimanan dan mentoring spiritual yang personal dan berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat dan penuh empati, nilai-nilai tauhid dapat tertanam kuat dalam jiwa Gen-Z, membimbing mereka menjadi pribadi yang tidak hanya kritis secara sosial, tetapi juga kokoh secara spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Khozinatul. “Fenomena Cancel Culture: Dampak Terhadap Kebebasan Berbicara Dan Hubungan Sosial.” Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman 10, no. 2 (2024): 250–51. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24952/tazkir.v10.i2.13432.
Bafadal, Rifqi, and Fatiya Rosyid. “Memahami Kebutuhan Belajar Generasi Z Melalui Asesmen Personal Berbasis Artificial Intelegence.” Journal of Innovation and Teacher Professionalism 3, no. 1 (2024): 182–88. https://doi.org/10.17977/um084v3i12025p182-188.
Diah Ajeng Purwani, Rama Kertamukti. Memahami Generasi Z Melalui Etnografi Virtual. Berkarya Tiada Henti: Tiga Lentera Bulaksumur, 2019.
Manjillatul Urba, Annisa Ramadhani, Arikah Putri Afriani, and Ade Suryanda. “Generasi Z: Apa Gaya Belajar Yang Ideal Di Era Serba Digital?” DIAJAR: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 3, no. 1 (2024): 50. https://doi.org/10.54259/diajar.v3i1.2265.
Moh Ishak, Bagus Baydhowi, Moh Mahfud, Mas’odi. “Gen z Dalam Dunia Pendidikan” 2, no. 1 (2025): 328.
Ni, Early, and Mah Hayati. “Karakteristik Belajar Generasi Z Dan Implikasinya Terhadap Desain Pembelajaran Ips” 4, no. 8 (2024): 2. https://doi.org/10.17977/um065.v4.i8.2024.8.
Nurdin, Ali. Revolusi Dakwah. Edited by Muh Syahril Sidik Ibrahim. Ladang Kata. 1st ed. Vol. 11. Lembaga Ladang Kata, 2024.
Sekar Arum, Lingga, Amira Zahrani, and Nickyta Arcindy Duha. “Karakteristik Generasi Z Dan Kesiapannya Dalam Menghadapi Bonus Demografi 2030.” Accounting Student Research Journal 2, no. 1 (2023): 63–64. https://doi.org/10.62108/asrj.v2i1.5812.
Suwin. “Membangun Strategi Misi Kontekstual Bagi Generasi Z: Memanfaatkan Teknologi Informasi Dan Komunikasi.” Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran 2, no. 2 (2024): 45.
Yanti, Ayu Dwi, and Karina Sisnu Untari. “Analisis Peranan Tawakal Dalam Menghadapi Quarter Life Crisis Generasi Z Di Era Digital” 8, no. 7 (2024): 645.
Zulkarnaini. “Dakwah Islam Di Era Modern.” Jurnal RISALAH, Ilmu Dakwah 26, no. 3 (2015): 43–55. https://doi.org/10.21580/jid.v41.1.7847.
[1] Lingga Sekar Arum, Amira Zahrani, and Nickyta Arcindy Duha, “Karakteristik Generasi Z Dan Kesiapannya Dalam Menghadapi Bonus Demografi 2030,” Accounting Student Research Journal 2, no. 1 (2023): 63–64, https://doi.org/10.62108/asrj.v2i1.5812.
[2] Manjillatul Urba et al., “Generasi Z: Apa Gaya Belajar Yang Ideal Di Era Serba Digital?,” DIAJAR: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 3, no. 1 (2024): 50, https://doi.org/10.54259/diajar.v3i1.2265.
[3] Suwin, “Membangun Strategi Misi Kontekstual Bagi Generasi Z: Memanfaatkan Teknologi Informasi Dan Komunikasi,” Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran 2, no. 2 (2024): 45.
[4] Early Ni and Mah Hayati, “Karakteristik Belajar Generasi Z Dan Implikasinya Terhadap Desain Pembelajaran Ips” 4, no. 8 (2024): 2, https://doi.org/10.17977/um065.v4.i8.2024.8.
[5] Zulkarnaini, “Dakwah Islam Di Era Modern,” Jurnal RISALAH, Ilmu Dakwah 26, no. 3 (2015): 43–55, https://doi.org/10.21580/jid.v41.1.7847.
[6] Nurdin, Revolusi Dakwah.
[7] Rifqi Bafadal and Fatiya Rosyid, “Memahami Kebutuhan Belajar Generasi Z Melalui Asesmen Personal Berbasis Artificial Intelegence,” Journal of Innovation and Teacher Professionalism 3, no. 1 (2024): 182–88, https://doi.org/10.17977/um084v3i12025p182-188.
[8] Manjillatul Urba et al., “Generasi Z: Apa Gaya Belajar Yang Ideal Di Era Serba Digital?”
[1] Mas’odi Moh Ishak, Bagus Baydhowi, Moh Mahfud, “Gen z Dalam Dunia Pendidikan” 2, no. 1 (2025): 328.
[2] Ayu Dwi Yanti and Karina Sisnu Untari, “Analisis Peranan Tawakal Dalam Menghadapi Quarter Life Crisis Generasi Z Di Era Digital” 8, no. 7 (2024): 645.
[3] Khozinatul Asrori, “Fenomena Cancel Culture: Dampak Terhadap Kebebasan Berbicara Dan Hubungan Sosial,” Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman 10, no. 2 (2024): 250–51, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24952/tazkir.v10.i2.13432.
[4] Ali Nurdin, Revolusi Dakwah, ed. Muh Syahril Sidik Ibrahim, Ladang Kata, 1st ed., vol. 11 (Lembaga Ladang Kata, 2024).
[5] Rama Kertamukti Diah Ajeng Purwani, Memahami Generasi Z Melalui Etnografi Virtual, Berkarya Tiada Henti: Tiga Lentera Bulaksumur, 2019.
0 Comments