Inovasi Gamifikasi pada Pengajaran Materi “Dampak Keimanan dan Bahaya Lemah Iman” dalam Akidah Akhlak untuk Meningkatkan Keimanan Generasi-Z (Studi Berbasis Literatur)

Oleh: Farhan Nabil Muttaqy
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis inovasi penggunaan gamifikasi dalam pengajaran materi dampak keimanan dan bahaya lemah iman dalam mata pelajaran Akidah Akhlak sebagai strategi untuk meningkatkan keimanan Generasi Z. Menggunakan metode studi literatur, penelitian ini menelaah berbagai referensi dari jurnal, buku, dan artikel ilmiah terkait gamifikasi dalam pendidikan agama Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa gamifikasi, melalui elemen-elemen seperti poin, tantangan, dan refleksi spiritual, mampu meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman spiritual peserta didik. Gamifikasi bukan hanya alat pedagogis, tetapi juga strategi transformatif untuk menghubungkan nilai-nilai keimanan dengan dunia digital yang akrab bagi Generasi Z.
Kata Kunci: Gamifikasi, Akidah Akhlak, Keimanan, Generasi Z, Pendidikan Agama Islam
PENDAHULUAN
Lingkungan tumbuh generasi Z ialah lingkungan yang digitalisasinya sangat dinamis dan kompleks. Generasi ini lebih nyaman dan akrab dengan dunia virtual daripada interaksi sosial secara langsung, sehingga pada aspek pendidikan terdapat tantangan utama, khususnya akidah akhlak, ialah menjangkau hati dan pikiran mereka melalui pendekatan yang sesuai dengan duni mereka. Ketika praktik keagamaan mulai dipandang sebagai rutinitas yang kurang relevan, pendekatan baru seperti gamifikasi menjadi penting untuk menjembatani kesenjangan ini.
Gamifikasi merupakan strategi pembelaaran yang mengintegrasikan elemen permainan dalam konteks non-permainan untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar. Dengan pendekatan ini, pengajaran materi keimanan dapat dibuat lebih interaktif, menarik, dan relevan bagi Gen Z yang haus akan pengalaman belajar yang inovatif dan menantang.[1]
Kondisi sosial spiritual Gen Z juga memperlihatkan tantangan serius dalam aspek religiusitas. Menurut hasil survei Alvara Research Centar tahun 2021, hanya 49.3% remaja mengaku rutin melakukan ibadah wajib. Di sisi lain, mereka menunjukkan ketertatikan besar pada konten religius digital seperti podcast keislaman dan ceramah visual, yang menunjukkan adanya peluang untuk menyisipkan dakwah dalam media yang mereka sukai.
Gamifikasi menjadi solusi yang menjanjikan karena memadukan hiburan dan pendidikan. Ketika siswa menghadapi materi akidah yang kompleks seperti keimanan dan ancaman lemahnya iman, metode visual dan interaktif dapat mengubah pemahaman kognitif menjadi kesadaran afektif. Menurut penelitian Rosly dan Khalid, gamifikasi meningkatkan keterlibatan dan memfasilitasi internalisasi nilai melalui mekanisme umpan balik dan refleksi yang bersifat instan.
Adapun tujuan daripada penulisan artikel ini ialah untuk menganalisis bagaimana gamifikasi dapat digunakan dalam pengajaran akidah akhlah dan menilai dampak penerapan gamifikasi terhadap pemahaman dan peningkatan iman generesi Z. Selanjutnya, penelitian ini hanya membahas aspek materi akidah mengenai “dampak keimanan dan bahaya lemah iman”, serta fokys pada penerapan gamifikasi dalam konteks pembelajaran akidah akhlak bagi Gen Z.
Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi dalam pengembangan metode pembelajaran PAI yang relevan dengan karakteristik generasi digital. Penelitian ini juga memberikan dasar teoritis dan praktis bagi para guru dalam mengembangkan strategi gamifikasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif berbasis studi literatur. Tujuannya adalah untuk mengkaji berbagai teori, konsep, serta hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penerapan gamifikasi dalam pengajaran materi akidah akhlak tentang dampak keimanan dan bahaya lemah iman.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode studi pustaka, di mana seluruh data diperoleh melalui penelusuran terhadap literatur sekunder yang kredibel seperti jurnal ilmiah, buku ajar, dan artikel penelitian.
Teknik analisis data dibagi menjadi tiga poin antara yaitu; (a) membaca dan memahami konten setiap literatur yang terpilih; (b) mengelompokkan temuan dalam tema-tema utama: konsep gamifikasi, penerapannya dalam pembelajaran agama, dan relevansinya dengan Gen Z; (c) menyusun simpulan berdasarkan sintesis berbagai temuan.
Dengan pendekatan ini, penelitian diharapkan menyajikan gambaran komprehensif mengenai potensi, tantangan, dan efektivitas gamifikasi dalam pengajaran akidah akhlak untuk meningkatkan keimanan Generasi Z.
PEMBAHASAN
Inovasi Gamifikasi dalam Pengajaran Akidah Akhlak
Gamifikasi dalam konteks pembelajaran akidah akhlak mencakup penggunaan elemen permainan seperti poin, level, lemcana, papan peringkat, dan narasi dalam penyampaian materi. Dalam pengajaran tentang “dampak keimanan dan bahaya lemah iman”, elemen ini dapat diterapkan melalui kuis interaktif menggunakan Quizizz, narasi pilihan ganda melalui Google Forms berstorytelling, atau level pembelajaran berbasis Classcraft yang memberikan “misi iman” setiap pekan.
Sebagai contoh, guru dapat menyusun tantangan berbentuk “Level 1: Menghindari Dosa Kecil” hingga “Level 5: Konsistensi dalam Iman”, dan siswa akan mengumpulkan poin berdasarkan pemahaman dan praktik ibadah selama seminggu. Proses ini dapat dikustomisasi agar siswa merasa berada dalam perjalanan spiritual yang bertahap dan bermakna.[2]
Gamifikasi juga dapat dimasukkan ke dalam platform Edmodo atau Schoology untuk membangun ruang kelas maya yang menampilkan skor, pencapaian, dan interaksi sosial yang mendukung nilai akhlak, seperti saling menasihati dan berbagai doa harian.
Dampak Pengajaran Gamifikasi terhadap Keimanan Gen Z
Penerapan gamifikasi memberikan dampak signifikan terhadap motivasi intrinsik dan spiritualitas siswa. Dalam penelitian Nurul Ahmat Fauzi dkk., penggunaan Powtoon dan Quizizz pada mata pelajaran Akidah Akhlak mampu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan siswa secara nyata.[3] Respon siswa menunjukkan peningkatan rasa percaya diri dan keaktifan bertanya saat mereka berhasil menyelesaikan tantangan kuis iman.
Gamifikasi juga membantu siswa menginternalisasi konsep keimanan melalui pengalaman belajar yang menyenangkan dan interaktif. Menurut Rosly & Khalid, gamifikasi memberikan “pengalaman belajar” yang melibatkan aspek emosional, sosial, kognitif secara bersamaan.[4] Bagi Gen Z yang menyukai tantangan, penghargaan visual seperti lencana atau status ranking menjadi pemicu partisipasi berkelanjutan.
Dari sisi spiritual, game dapat digunakan sebagai refleksi religius melalui fitur “refleksi akhir level” di mana siswa diajak menuliskan kesadaran iman mereka setelah menyelesaikan sebuah level tantangan.
Tantangan dalam Mengimplementasikan Gamifikasi pada Pengajaran Akidah Akhlak
Meskipun memiliki banyak manfaat, implementasi gamifikasi menghadapi sejumlah tantangan. Yang pertama, kendala akses teknologi yang tidak semua sekolah atau siswa memiliki akses ke perangkat atau koneksi internet yang stabil. Hal ini mempersempit kemungkinan pelaksanaan gamfikasi secara merata. Lalu kedua, kesiapan guru PAI yang dapat dikatakan belum semuanya familiar dengan platform digital atau konsep desain pembelajaran gamifikasi. Dibutuhkan pelatihan dan pendampingan intensif.[5] Selanjutnya, adanya resistensi sosial-kultural, di mana beberapa orang tua atau pihak sekolah masih menganggap bermain game sebagai aktivitas negatif, bukan bagian dari pembelajaran serius, terlebih dalam mata pelajaran agama. Dan tantangan terakhir ialah diperlukan desain pedagogis yang memuat penguasaan dan pemahaman yang mendalam, tidak hanya sekadar gamifikasi berbentuk soal dengan menambahkan poin dan kuis.
Kajian Tambahan Berdasarkan Literatur Terkait
Temuan dari artikel-artikel ilmiah yang menjadi referensi penelitian ini memperkuat argumen bahwa gamifikasi berperan signifikan dalam mengatasi permasalahan pembelajaran akidah akhlak di kalangan Generasi Z. Studi oleh Sitorus (2016) menekankan bahwa elemen-elemen game seperti poin, badge, level, dan feedback tidak hanya sekadar alat motivasi, melainkan mampu membentuk kebiasaan belajar yang konsisten dan menyenangkan. Feedback instan dan pengalaman belajar personal menjadi kunci dalam membangun keterikatan emosional peserta didik dengan nilai-nilai keagamaan.[6]
Selain itu, penelitian dalam jurnal oleh Fauzi et al. menunjukkan bahwa pemanfaatan platform interaktif seperti Quizizz dan Powtoon tidak hanya berdampak pada peningkatan motivasi belajar, tetapi juga terhadap pemahaman konseptual materi akidah. Ini menunjukkan bahwa gamifikasi berfungsi tidak hanya sebagai alat bantu visual, tetapi juga sebagai jembatan kognitif yang menghubungkan pengetahuan dengan perenungan spiritual.
Dalam konteks pendidikan karakter, Pradipa menyoroti pentingnya integrasi nilai-nilai agama dengan perkembangan teknologi untuk membentuk karakter Gen Z yang tetap berlandaskan pada nilai moral. Mereka menemukan bahwa penggunaan teknologi berbasis nilai religius dapat mencegah dampak negatif digitalisasi terhadap identitas keagamaan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa gamifikasi yang terintegrasi dengan nilai Islam berpotensi besar dalam membentuk keimanan melalui penguatan karakter dan penginternalisasian nilai.
Dengan mengacu pada temuan-temuan ini, gamifikasi tidak hanya dapat dipandang sebagai inovasi metodologis, tetapi juga sebagai pendekatan transformatif dalam pendidikan akidah akhlak. Oleh karena itu, strategi ini perlu didorong secara sistemik dan dikembangkan lebih lanjut dalam konteks pembelajaran berbasis nilai-nilai Islam.
KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan gamifikasi dalam pengajaran materi akidah mengenai dampak keimanan dan bahaya lemah iman memiliki potensi besar dalam meningkatkan keimanan Generasi Z. Melalui pendekatan berbasis elemen permainan seperti poin, tantangan, lencana, dan narasi interaktif, siswa menjadi lebih termotivasi, terlibat aktif, dan mampu menginternalisasi nilai-nilai spiritual secara lebih mendalam. Temuan ini diperkuat oleh beberapa hasil studi literatur yang menunjukkan efektivitas gamifikasi dalam membangun pengalaman belajar yang holistik dan menyentuh aspek kognitif, afektifm dan psikomotorik siswa.
Hasil penelitian kecil ini memiliki implikasi langsung terhadap pengembangan model pembelajaran PAI, khususnya Akidah Akhlak. Para guru dan lembaga pendidikan disarankan untuk mulai mengintegrasikan teknologi dan elemen gamifikasi dalam desain pembelajarannya agar lebih sesuai dengan karakteristik generasi digital. Gamifikasi dapat menjadi media yang efektif dalam mempertemukan nilai-nilai keislaman dengan dunia digital yang menjadi habitat alami Gen Z.
REFERENSI
Azizah, Dinda Dwi, Nana Sepriyanti, Martin Kustati, and Sasmi Nelwati. “Problematika Guru Akidah Akhlak Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pada Kurikulum Merdeka Belajar” 10, no. 3 (2024): 1300–1309.
Fauzi, Nurul Ahmat, Lilik Latifatul Jannah, and Abdul Azis. “Penerapan Gamifikasi Powtoon Dan Quizizz Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Akidah Akhlak Siswa SMA Negeri 6 Palangka Raya” 03, no. 02 (2024).
Meyhart Bangkit Sitorus. “Studi Literatur Mengenai Gamifikasi Untuk Menarik Dan Memotivasi.” Studi Literatur, 2016, 1–10.
Rohaila Mohamed Rosly dan Fariza Khalid. “Gamifikasi : Konsep Dan Implikasi Dalam Pendidikan.” Gamifikasi : Konsep Dan Implikasi Dalam Pendidikan, 2017, 144–54.
[1] Rohaila Mohamed Rosly dan Fariza Khalid, “Gamifikasi : Konsep Dan Implikasi Dalam Pendidikan,” Gamifikasi : Konsep Dan Implikasi Dalam Pendidikan, 2017, 144–54.
[2] Meyhart Bangkit Sitorus, “Studi Literatur Mengenai Gamifikasi Untuk Menarik Dan Memotivasi,” Studi Literatur, 2016, 1–10.
[3] Nurul Ahmat Fauzi, Lilik Latifatul Jannah, and Abdul Azis, “Penerapan Gamifikasi Powtoon Dan Quizizz Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Akidah Akhlak Siswa SMA Negeri 6 Palangka Raya” 03, no. 02 (2024).
[4] Rohaila Mohamed Rosly dan Fariza Khalid, “Gamifikasi : Konsep Dan Implikasi Dalam Pendidikan.”
[5] Dinda Dwi Azizah et al., “Problematika Guru Akidah Akhlak Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pada Kurikulum Merdeka Belajar” 10, no. 3 (2024): 1300–1309.
[6] Meyhart Bangkit Sitorus, “Studi Literatur Mengenai Gamifikasi Untuk Menarik Dan Memotivasi.”
0 Comments