Kegelisahan Spiritual Gen-Z: Strategi Pengajaran Akidah Yang Menyentuh Realitas Mereka

Faradilla Nurunni’mah
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Generasi Z tumbuh di tengah era digital yang dinamis, terbuka, namun juga penuh tekanan dan kebingungan identitas. Kegelisahan spiritual menjadi fenomena nyata yang sering tersembunyi di balik gaya hidup mereka yang serba cepat dan terhubung. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana strategi pengajaran akidah dapat dirancang agar lebih relevan dan menyentuh realitas batin generasi ini. Dengan menggunakan metode studi kepustakaan, artikel ini menganalisis literatur pendidikan Islam, psikologi perkembangan remaja, dan dinamika sosial keagamaan kontemporer. Hasil kajian menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara materi ajar akidah yang bersifat teoritis dengan kebutuhan spiritual peserta didik yang bersifat eksistensial. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, diperlukan pendekatan pembelajaran yang kontekstual, naratif, dialogis, serta memanfaatkan media digital secara kreatif. Guru juga perlu memainkan peran sebagai pendamping spiritual yang otentik dan empatik. Artikel ini merekomendasikan reorientasi pedagogi akidah agar lebih menyentuh sisi kemanusiaan dan pencarian makna hidup peserta didik, sehingga pendidikan iman menjadi ruang pembebasan dan pembentukan karakter yang utuh.
Kata kunci: Generasi Z, kegelisahan Spiritual, akidah, pendampingan spiritual.
Abstract
Generation Z grew up in the midst of a dynamic, open, but also stressful digital age and identity confusion. Spiritual restlessness is a real phenomenon that often hidden behind their fast-paced and connected lifestyles. This article aims to examine how strategies for teaching the creed can be designed to be more relevant and touch the inner reality of this generation. By using the literature study method, this article analyzes the literature on literature on Islamic education, adolescent developmental psychology, and contemporary socio-religious dynamics. And contemporary religious social dynamics. The results of the study show that there is a significant gap between the theoretical teaching material of the creed with the existential spiritual needs of students. Existential needs of students. To bridge the gap, learning approach that is contextual, narrative, dialogical, and utilizes digital media creatively. Utilize digital media creatively. Teachers also need to play the role of as an authentic and empathetic spiritual companion. This article recommends a reorientation of the pedagogy of creed so that it touches more on the human side and the search for the meaning of life of students, so that humanity and the search for the meaning of life of students, so that faith education becomes a space for liberation and full character building. Becomes a space for liberation and full character building.
Keywords: Generation Z, Spiritual restlessness, faith, spiritual mentoring.
PENDAHULUAN
Generasi yang lahir dan besar dalam era konektivitas global dan semaraknya teknologi digital yang kian pesat membuat mereka terlihat percaya diri dan adaptif. Generasi Z hadir sebagai penopang model kehidupan ini. Namun, di balik layar ponsel dan unggahan media sosial, tersimpan kegelisahan spiritual yang tak selalu ditampilkan di permukaan (Wiramaya et al. 2024). Generasi Z memiliki pemikiran yang cerdas, kritis, dan juga terbuka, namun terlepas dari itu semua munculnya rasa gelisah dalam spiritual mereka kian nyata. Penyataan mengenai makna hidup, identitas diri, dan tujuan keberadaan menjadi keresahan yang tak terjawab dalam arus kehidupan modern. Kondisi ini menuntut pendekatan baru dalam pengajaran akidah sejak dini, yang mana pendekatan ini tak hanya kontekstual saja, namun juga dengan menyentuh sisi eksistensial dan realitas keseharian Gen Z. pengajaran akidah harus menjawab kegelisahan mereka dengan empati, kejelasan, dan relevansi. Serta tak lupa menghadirkan ruang dialog yang membumi dan membebaskan.
Generasi Z tak butuh ceramah yang menggurui, mereka mendambakan kejujuran, ruang untuk bertanya, dan jawaban yang membumi dalam realitas mereka. Mereka membutuhkan akidah yang hidup, yang mana itu dapat menjawab pertanyaan mereka, tak hanya menjelaskan mengenai siapa itu tuhan, namun juga terkait dengan mengapa iman kepada-Nya penting dalam dunia yang membingungkan ini (Nadiyah 2021). Kegelisahan ini muncul bukan karena kurangnya sumber belajar, namun karena banyaknya ajaran agama, khusunya bidang akidah, dalam bidang ini penyampaian yang disampaikan tanpa menjangkau eksestensial dan realitas mereka. Akidah sering kali hadir dalan bentuk hafalan konsep atau diskursus intelektual yang tepisah dari pengalaman hidup sehari-hari. Padahal, bagi gen Z yang dibesarkan dalam dunia penuh relativisme dan pertarungan makna, akidah semestinya menjadi penopang eksistensi, bukan sekedar doktrin normatif.
Maka, pengajaran akidah tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan tradisional. Dibutuhkan strategi yang lebih empatik, kontekstual, dan dialogis. Yang mampu menghubungkan nilai-nilai tauhid dengan pengalaman spiritual yang autentik, dengan bahasa yang mampu menggugah, bukan menghakimi. Dengan metode yang membimbing bukan menekan. Artikel ini berusaha mengeksplorasi strategi-strategi pengajaran akidah yang lebih relevan dan transformatif bagi gen Z, dengan menjembatani antara nilai-nilai keimanan yang hakiki dan tantangan-tantangan kontemporer yang mereka hadapi.
Dari uraian diatas yang menjadi dasar dari penelitian ini, maka terbentuklah rumusan masalah penelitian yang berkaitan langsung dengan kegelisahan spiritual gen Z dan strategi pengajaran akidah yang menyentuh realitas mereka adalah 1) Apa yang menjadi faktor utama kegelisahan spiritual gen Z? 2) Bagaimana strategi pengajaran akidah yang dapat menyentuh realitas gen Z?. Setelah rumusan masalah yakni tujuan penelitian yang terdiri dari 1) Memahami faktor yang melatar belakangi kegelisahan spiritual gen Z, dan 2) Memahami strategi pengajaran akidah yang dapat menyentuh realitas kehidupan gen Z. . Penelitian ini terbatas pada kegelisahan spiritual gen Z dan strategi pengajaran akidah yang menyentuh realitas mereka, sehingga pembahasan ini tidak terlalu melebar kemana-mana dalam membahas pengertian tersebut, karena pada dasarnya agar studi ini menjadi lebih konsisten dan ter-arah.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif yang merupakan penelitian dengan memaparkan analisis data dengan menggunakan deskripsi (Sari et al. 2022). Penelitian deskriptif juga dapat menggambarkan fakta dan gejalanya secara sistematis untuk menggali secara mendalam mengenai kegelisahan spiritual yang dirasakan gen Z dan menentukan strategi pengajaran akidah yang sesuai dengan realitas yang dihadapi (Rusandi and Muhammad Rusli 2021). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai spiritual yang harus dimiliki setiap diri gen Z, dan juga untuk memperkuat akidah yang telah dimiliki gen Z dalam realita kehidupan mereka.
Data diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) yang mencakup literatur keislaman klasik dan kontemporer untuk memperoleh data, konsep, serta analisis yang mendalam. Selain itu, artikel jurnal, buku, laporan penelitian, serta data survei yang berkaitan dengan religiositas dan krisis spiritual di kalangan anak muda juga dianalisis sebagai bagian dari rujukan teoritis dan empiris. Melalui metode ini, diharapkan diperoleh pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai bagaimana strategi pengajaran akidah dapat dirumuskan agar mampu menjawab kebutuhan spiritual Gen-Z secara signifikan, bukan hanya secara tekstual, tetapi juga secara eksistensial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Fenomena Kegelisahan Spiritual Gen Z
Generasi Z menjadi panggilan populer pada individu kelahiran antara 1997-an hinnga 2012-an, pada tahun-tahun berikutnya ketika gen z ini tumbuh seiringan dengan majunya pusat teknologi global, diiringi juga dengan faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi karakter perkembangan dalam diri mereka. Sebagai gen Z cara dalam berinteraksi di lingkungan juga memiliki perbedaan dengan generasi sebelumnya. Pertama dan terpenting, Generasi Z disebut sebagai generasi yang terhubung secara digital. Mereka tumbuh saat teknologi digital merajalela, yang memengaruhi cara mereka berkomunikasi, mendapatkan informasi, dan membangun hubungan sosial. Mereka biasanya memiliki keterampilan teknologi yang luar biasa, dengan kemampuan untuk menguasai perangkat dan platform digital dengan cepat (Sahroni, Fathul Anwar, Nur Huda Sari 2024).
Keterhubungan ini juga tak lepas dari banyaknya kasus yang terjadi, Media massa sering kali menampilkan kasus di mana pengguna media sosial menghadapi konsekuensi hukum karena kelalaian dan pemahaman yang tidak memadai tentang aspek penting dari platform tersebut. Maka dari itu, sangat penting bagi pengguna media sosial untuk memahami standar etika, bagaimana media sosial mempengaruhi khalayak, dan manfaatnya. Kesadaran beragama terhubung dengan aspek spiritual yang mendalam yang ada di dalam hati orang islam. Setiap individu yang memeluk agama Islam memiliki kesadaran ini dan wajib mewujudkannya melalui rasa syukur yang tulus. Memenuhi kewajiban agama adalah cara utama dalam mewujudkan kesadaran beragama (Hisny Fajrussalam, Ayva Tuzqya Fattikasary, Hanifa Shofuroh, Khansa Pramesti 2024).
Selain itu, media sosial juga memberi tingkatan tekanan sosial dan mendorong perbandingan yang tidak sehat, serta menciptakan citra diri yang seringkali tidak benar. Banyak Gen Z hidup dalam kondisi “selalu online” tetapi “jarang hadir secara batin”. Akibatnya, mereka mengalami perasaan hampa, kesepian, atau bahkan depresi, yang seringkali mereka tidak menyadari sebagai bentuk kegelisahan spiritual. Sebaliknya, beberapa orang menunjukkan kerinduan akan hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka dan mulai mencari cara lain untuk mencari makna. Mereka mulai melakukannya melalui praktik sadar diri, meditasi, atau spiritualitas nonformal. Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z bukanlah generasi yang antiagama; sebaliknya, mereka membutuhkan pendekatan spiritual yang lebih asli, terbuka, dan sesuai dengan situasi mereka saat ini.
Dengan memahami fenomena kegelisahan spiritual pada diri gen Z, kita tidak hanya diajak untuk menggali krisis yang sedang dialami, tetapi juga menyiapkan model pengajaran akidah yang mampu hadir sebagai jawaban kontekstual saja, tetapi juga sebagai pengalaman spiritual yang menyentuh, membimbing, dan memerdekakan.
- Kesenjangan Antara Materi Ajar dan Realitas Peserta Didik
Sangat penting untuk memberikan pendidikan Islam yang sesuai dengan preferensi siswa saat ini, karena pelajar Indonesia, terutama generasi Z, hidup berdampingan dengan mesin, robot, kecerdasan buatan, dan informasi yang dapat diakses dengan cepat di internet. Metode pembelajaran harus sesuai dengan era digital, terutama untuk materi Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah yang masih menggunakan pendekatan tradisional. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan siswa tidak tertarik, terutama Gen Z yang akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu pengajaran mengenai toleransi antar agama juga wajib di ajarkan agar dapat menjalin hubungan persaudaraan yang harmonis (Syarifah and Hidayat 2024).
Sedangkan pada bagian besar isi materi akidah yang diajarkan di sekolah atau madrasah berfokus pada kemampuan kognitif, seperti hafalan definisi, klasifikasi sifat Allah, dalil-dalil tauhid, dan penolakan ajaran sesat. Meskipun penting secara teologis, materi sering kali disampaikan tanpa hubungan yang jelas dengan kehidupan siswa. Akibatnya, banyak siswa mempelajari akidah secara formal, hanya untuk lulus ujian, tanpa mempelajari makna spiritualnya. Dapat dikatakan juga bahwa pentingnya pengamplikasian pendidikan agama Islam dengan memainkan peran penting dalam penyampaian, pemahaman, dan penjelasan mengenai norma sosial kepada generasi Z muslim. Ini bukan hanya transfer pengetahuan namun juga itu juga melibatkan pembentukan karakter, pemahaman nilai-nilai, dan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan agama Islam berkontribusi secara signifikan dalam pembentukan identitas muslim sejak dini (Kurdi 2023).
Dengan demikian, akidah hadir bukan sebagai beban dalam sebuah pelajaran, akan tetapi sebagai sumber kekuatan hidup yang nyata. Ini adalah kunci untuk menjembatani kesenjangan antara ajaran dan kehidupan, serta menumbuhkan iman yang tidak hanya dipahami, tetapi juga dialami.
- Peran Guru Sebagai Pendamping Spiritual
Berbagai cara dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, terutama dalam hal bagaimana seseorang melakukan ibadah setiap hari. Seseorang dapat lebih mudah mencapai kebahagiaan dalam hidupnya jika mereka dapat menikmati ketenangan jiwa dan batin saat beribadah (Setyowati et al. 2023). Oleh karena itu, peserta didik harus dibekali dengan kecerdasan spiritual yang baik dengan membiasakan diri beribadah setiap hari. Peran orang tua sebagai sumber utama pendidikan anak, peran guru di sekolah, dan lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan kecerdasan spiritual anak. Peningkatan kecerdasan spiritual pada anak sangat penting karena berdampak besar pada kehidupan sehari-hari mereka dan pada masa depa mereka.
Keteladanan adalah proses pendidikan yang paling sulit karena menempatkan guru sebagai role model dalam kehidupan. Pendidikan siswa akan dipengaruhi oleh contoh yang mereka berikan. Dengan waktu, contoh ini akan membentuk karakter siswa. Guru menanamkan nilai-nilai melalui keteladanan sebagai figur otoritas, sehingga perilakunya akan diamati dan ditiru, sehingga kata-kata, tindakan, rasa, dan nilainya akan tertanam dalam jiwa dan perasaan siswa. Melalui pendekatan pembiasaan yang dapat memberikan pendampingan dan kemudian memberikan contoh atau teladan untuk membiasakan peserta didik (Alya Shofia, Subando, and Effendi 2023).
Seorang guru juga perlu terus memperkaya diri melalui refleksi spiritual, pembaruan pengetahuan, dan pelatihan pedagogi transformatif agar peran ini dapat dijalankan dengan baik. Guru yang terus belajar akan lebih mampu memahami dinamika zaman dan menyesuaikan ajaran mereka dengan kebutuhan zaman sambil tetap mempertahankan nilai-nilai Islam. Terakhir, pendampingan spiritual ini bukan hanya tanggung jawab guru di kelas namun, itu merupakan tujuan abadi seorang pendidik dalam menanamkan iman dalam jiwa generasi muda dan menjadikan akidah sebagai sumber kekuatan di tengah gejolak dunia modern.
KESIMPULAN
Generasi Z mengalami kegelisahan spiritual, yang menunjukkan bahwa pendidikan akidah tidak lagi terbatas pada penyebaran doktrin keagamaan yang ketat dan kognitif. Pembelajaran akidah harus tampil sebagai tempat yang menyejukkan, membimbing, dan menjawab pencarian makna hidup yang nyata dan menyentuh di tengah derasnya arus globalisasi, tekanan sosial, dan krisis identitas yang melanda generasi muda.Menurut penelitian ini, salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan pendidikan akidah adalah adanya perbedaan antara materi yang diajarkan dan kenyataan hidup siswa. Materi yang tidak dikontekstualisasikan, terutama jika disampaikan secara dogmatis dan monologis, cenderung tidak menyentuh batin siswa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru yang lebih manusiawi, berpikir kritis, dan sesuai dengan dinamika yang ada dalam kehidupan Gen Z.
Pentingnya peran guru sebagai pendamping spiritual. Guru berfungsi sebagai lebih dari sekedar pengajar, mereka juga berfungsi sebagai pedoman, tempat bertanya, dan figur teladan. Pendidikan akidah dapat menjadi sarana transformasi yang bukan hanya menanamkan pemahaman tetapi juga menumbuhkan keimanan yang mendalam. Keberhasilan pendidikan akidah sangat bergantung pada kemampuan guru untuk membangun hubungan yang nyata, menciptakan lingkungan aman untuk eksplorasi iman, dan menanamkan nilai-nilai tauhid dalam kehidupan nyata. Generasi Z bukanlah generasi yang kehilangan kepercayaan. Sebaliknya, mereka menantikan pendekatan baru yang lebih humanis, terbuka, dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Alya Shofia, Aina, Joko Subando, and Arif Effendi. 2023. “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Peningkatan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas Majlis Tafsir Al-Quran Surakarta Tahun Ajaran 2022/2023.” Rayah Al-Islam 7 (3): 1053–65. https://doi.org/10.37274/rais.v7i3.797.
Hisny Fajrussalam, Ayva Tuzqya Fattikasary, Hanifa Shofuroh, Khansa Pramesti, Khoerunnisa Nur Fadillah. 2024. “Pengaruh Sosial Media Dalam Meningkatkan Pemahaman Agama Islam Terhadap Gen-Z.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 10 (16): 413–22. http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/7826/6614.
Kurdi, Musyarrafah Sulaiman. 2023. “Urgensitas Pendidikan Islam Bagi Identitas Budaya (Analisis Kritis Posisi Efektif Pendidikan Sebagai Pilar Evolusi Nilai, Norma, Dan Kesadaran Beragama Bagi Generasi Muda Muslim).” IJRC: Indonesian Journal Religious Center 01 (03): 169–89.
Nadiyah, Dewi Laila. 2021. “Pemanfaatan Aplikasi Tik Tok Sebagai Media Pembelajaran Akidah Akhlak Di MTS NU Banat Kudus.” Al-Riwayah : Jurnal Kependidikan 13 (2): 263–80. https://doi.org/10.47945/al-riwayah.v13i2.393.
Rusandi, and Muhammad Rusli. 2021. “Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif Dan Studi Kasus.” Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 2 (1): 48–60. https://doi.org/10.55623/au.v2i1.18.
Sahroni, Fathul Anwar, Nur Huda Sari, Titin Martini. 2024. “Membangun Karakter Dan Spiritual Gen Z Di Lingkungan Pendidikan Perspektif Ruhiologi Quotient.” Jurnal Masyarakat Dan Budaya 14 (1): 68–80.
Sari, Mutia, Habibur Rachman, Noni Juli Astuti, Muhammad Win Afgani, and Rusdy Abdullah Siroj. 2022. “Explanatory Survey Dalam Metode Penelitian Deskriptif Kuantitatif.” Jurnal Pendidikan Sains Dan Komputer 3 (01): 10–16. https://doi.org/10.47709/jpsk.v3i01.1953.
Setyowati, Endah, Alvina Nurcahyani, Dea Frescilia Ajeng Prastika, and Rosyida Salma. 2023. “Pendampingan Peningkatan Kecerdasan Spiritual Siswa SMPN 3 Slahung Ponorogo Melalui Pembiasaan Sholat Dhuha Berjamaah Dan Pembacaan Sholawat Nariyah.” Journal of Research Applications in Community Service 2 (4): 111–17. https://doi.org/10.32665/jarcoms.v2i4.2391.
Syarifah, Sabilatus, and Fahri Hidayat. 2024. “Internalisasi Prinsip Moderasi Beragama Dalam Mewujudkan Generasi z Islam Moderat.” Available Online Jurnal Al Ashriyyah 10 (01): 61–78.
Wiramaya, Devi Sastika, Fathurrijal, Sukarta, Suhadah, Nurliya Ni’matul Rohmah, and Yusron Saudi. 2024. “Pengaruh Media Sosial Terhadap Akidah Generasi Z Muslim Di Perkotaan.” Seminar Nasional Paedagoria 4:130–42.
0 Comments