MENGUATKAN IMAN GEN Z: METODE PENGAJARAN AKIDAH YANG RELEVAN DI ERA DIGITAL

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Putri Budianto

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak

Generasi Z merupakan generasi yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan arus globalisasi. Tantangan utama dalam membina keimanan mereka terletak pada derasnya arus informasi, interaksi virtual, serta paparan terhadap nilai-nilai budaya global yang kadang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, metode pengajaran akidah harus diadaptasi agar lebih kontekstual, interaktif, dan menyentuh aspek kognitif, emosional, dan spiritual secara menyeluruh. Artikel ini menguraikan beberapa pendekatan yang dinilai efektif, antara lain penggunaan media digital interaktif seperti video, animasi, podcast, dan infografis; pendekatan dialogis yang memberikan ruang diskusi terbuka; metode storytelling yang dikemas secara visual dan menarik; gamifikasi untuk meningkatkan motivasi belajar; model pembelajaran berbasis proyek (project based learning); serta pentingnya mentoring sebagai pembinaan personal. Semua metode tersebut diarahkan pada upaya menjadikan akidah sebagai nilai hidup yang tidak hanya dipahami secara teoritis, tetapi juga dihayati dan diamalkan dalam kehidupan nyata. Artikel ini menyimpulkan bahwa pengajaran akidah di era digital harus dirancang sebagai proses pembentukan spiritualitas yang menyeluruh dan transformatif, sehingga Generasi Z mampu menjadi pribadi yang beriman secara sadar, kritis, dan kontekstual.

Kata Kunci: Penguatan iman, akidah, generasi Z, era digital

PENDAHULUAN

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras dan derasnya kemajuan teknologi informasi, generasi muda khususnya Generasi Z menghadapi tantangan yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya dalam memahami, menghayati, dan mempertahankan nilai-nilai keimanan. Lahir dan tumbuh di era digital, generasi ini terbiasa dengan akses informasi yang nyaris tak terbatas, interaksi virtual yang masif, serta paparan nilai-nilai budaya global yang beragam dan sering kali kontradiktif dengan ajaran Islam. Kondisi ini menuntut adanya pendekatan baru dalam pendidikan akidah agar nilai-nilai keimanan tidak hanya menjadi pengetahuan kognitif semata, tetapi juga mampu meresap ke dalam kesadaran spiritual dan praktik kehidupan sehari-hari mereka (Yulianto, n.d.).

Tradisi pengajaran akidah yang bersifat satu arah dan kaku sudah saatnya ditinjau ulang. Meski metode konvensional memiliki nilai historis dan spiritual yang tidak bisa diabaikan, efektivitasnya di era sekarang perlu dipertanyakan. Generasi Z, yang dikenal dengan karakteristik kritis, mandiri, dan melek teknologi, menuntut pendekatan yang lebih interaktif, kontekstual, dan personal. Mereka tidak cukup hanya diberi tahu, melainkan juga ingin memahami nilai-nilai tersebut relevan dan berdampak dalam kehidupan mereka yang penuh dinamika (Gaffar & Lestari Natsir, n.d.).

Dalam konteks ini, penguatan iman bukan sekadar proses penghafalan dalil atau pengulangan doktrin, melainkan sebuah perjalanan intelektual dan spiritual yang harus dirancang dengan pendekatan pembelajaran yang tepat. Maka, penting bagi para pendidik, orang tua, serta pemangku kebijakan pendidikan Islam untuk mengevaluasi ulang strategi pengajaran akidah. Hal ini mencakup penggunaan media digital yang kreatif, pemanfaatan teknologi sebagai sarana internalisasi nilai, serta penciptaan ruang dialog yang sehat dan terbuka untuk menjawab kegelisahan spiritual generasi muda .

Artikel ini akan mengkaji berbagai metode pengajaran akidah yang dianggap relevan dan efektif dalam membina keimanan Generasi Z di tengah kompleksitas era digital. Pendekatan-pendekatan ini tidak hanya bersandar pada teori pembelajaran modern, tetapi juga merujuk pada prinsip-prinsip dasar dalam Islam yang menekankan keseimbangan antara akal, hati, dan amal. Dengan demikian, diharapkan pembahasan ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam merumuskan strategi pendidikan akidah yang tidak hanya informatif, tetapi juga transformatif bagi generasi masa depan (Kusumawati, 2021).

PEMBAHASAN

Di era digital yang serba cepat dan dinamis, pendekatan pengajaran akidah kepada Generasi Z perlu mengalami pembaruan agar tetap relevan dan berdampak. Generasi ini tumbuh dengan perangkat digital di tangan mereka sejak usia dini. Informasi mengalir tanpa batas, dan berbagai narasi baik yang membangun maupun merusak dapat diakses hanya dalam hitungan detik (Khafi et al., 2024). Dalam kondisi seperti ini, penyampaian materi keislaman, khususnya akidah, tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode konvensional. Pengajaran akidah harus mampu menyentuh akal dan hati secara bersamaan dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar dan pola pikir generasi masa kini.

Salah satu pendekatan yang sangat relevan adalah dengan memanfaatkan media digital interaktif. Penyampaian materi akidah melalui video pendek, animasi edukatif, podcast, atau infografis dinilai jauh lebih efektif dalam menarik perhatian Gen-Z dibandingkan ceramah satu arah yang monoton. Misalnya, penjelasan tentang konsep ketuhanan atau keimanan kepada malaikat bisa dikemas dalam bentuk animasi visual yang menggugah rasa ingin tahu sekaligus menumbuhkan kekaguman kepada ciptaan Allah. Selain itu, platform seperti YouTube, Tiktok, dan Instagram dapat menjadi media dakwah yang kuat jika diisi dengan konten-konten yang ringan namun padat nilai, seperti tanya jawab seputar tauhid, cerita inspiratif mualaf, atau refleksi harian dari ayat-ayat Al-Qur’an (Afendi et al., 2023).

Selain penggunaan media, pendekatan dialogis dan reflektif juga sangat dibutuhkan. Generasi Z cenderung kritis dan memiliki keyakinan yang kuat. Mereka ingin berdialog, bertanya, bahkan mendebat, sebelum menerima suatu kebenaran. Oleh karena itu, dalam mengajarkan akidah, para pendidik harus mampu menciptakan ruang diskusi yang terbuka, di mana siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pandangan dan pertanyaannya (Hasanati, 2020). Misalnya, ketika membahas konsep qada dan qadar, guru dapat mengaitkannya dengan pengalaman nyata siswa, seperti kegagalan dalam ujian atau harapan yang tidak tercapai, lalu mengajak mereka merenungkan hikmah di baliknya menurut perspektif akidah Islam. Dengan begitu, pemahaman terhadap konsep iman menjadi lebih kontekstual dan bermakna secara pribadi.

Metode lain yang tak kalah efektif adalah storytelling atau penyampaian materi melalui kisah. Cerita memiliki daya tarik emosional yang besar, dan dalam tradisi Islam, kisah para nabi da orang-orang saleh digunakan untuk menanamkan nilai keimanan. Di era digital, metode ini dapat dimodifikasi menjadi cerita visual seperti komik digital, film pendek, atau novel grafis islami. Cerita-cerita inspiratif seperti perjuangan sahabat Nabi dalam mempertahankan iman, atau kisah remaja masa kini yang menemukan kembali keimanan di tengah krisis identitas, bisa menjadi media edukasi spiritual yang mengena dan menyentuh.

Gamifikasi atau penerapan unsur permainan dalam pendidikan juga merupakan pendekatan menarik bagi Gen-Z (Suparmini et al., 2024). Dengan membuat kuis interaktif, tantangan nilai-nilai tauhid, atau aplikasi islami dengan sistem poin dan level, pembelajaran akidah bisa terasa menyenangkan dan memotivasi. Elemen kompetisi dan penghargaan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif belajar. Misalnya, aplikasi yang memberikan penghargaan digital bagi siswa yang menyelesaikan hafalan ayat tentang akidah atau menjawab pertanyaan tentang rukun iman secara benar, dapat memperkuat keterlibatan mereka secara emosional dalam proses pembelajaran.

Selain itu, model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) memberikan pengalaman yang lebih nyata dan personal bagi siswa (Sari & Angreni, 2018). Dalam pendekatan ini, siswa bisa membuat proyek berupa video dakwah singkat, kampanye media sosial, atau membuat konten edukatif yang menjelaskan konsep keimanan dalam bahasa mereka sendiri. Proyek semacam ini tidak hanya menguji pemahaman siswa secara mendalam, tetapi juga memberikan ruang ekspresi diri, kreativitas, serta kontribusi nyata dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman ke lingkungan sekitar mereka.

Namun demikian, meskipun teknologi berperan besar, pendekatan personal tetap tidak dapat diabaikan. Generasi Z sangat menghargai hubungan emosional yang otentik. Oleh karena itu, keberadaan figur pembimbing atau mentor dapat menjadi tempat curhat dan diskusi keagamaan yang mendalam bagi remaja (Sapdi, 2023). Program mentoring ini bisa dilakukan dalam bentuk pertemuan kelompok kecil atau pendampingan individu, di mana siswa merasa didengarkan dan dibimbing tanpa dihakimi.

Dengan memadukan berbagai pendekatan tersebut teknologi digital, dialog terbuka, cerita inspiratif, gamifikasi, proyek kreatif, dan pembinaan personal pengajaran akidah dapat menjadi proses yang hidup dan bermakna. Generasi Z tidak hanya akan memahami akidah secara teoritis, tetapi juga merasakannya secara emosional dan menerapkannya dalam kehidupan nyata. Inilah esensi pengajaran akidah yang sejati di era digital yaitu membentuk manusia beriman yang sadar, kritis, dan kuat dalam identitas spiritualnya meski hidup di tengah dunia yang terus berubah.

KESIMPULAN

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus globalisasi, Generasi Z menghadapi tantangan yang kompleks dalam mempertahankan nilai-nilai keimanan. Oleh karena itu, pengajaran akidah tidak dapat lagi mengandalkan metode konvensional yang bersifat satu arah dan kaku. Diperlukan pendekatan yang relevan, kreatif, dan menyentuh seluruh aspek pembelajaran kognitif, emosional, dan spiritual. Berbagai metode yang diuraikan dalam artikel ini, seperti pemanfaatan media digital interaktif, pendekatan dialogis, storytelling, gamifikasi, pembelajaran berbasis proyek, serta mentoring personal, menunjukkan bahwa pengajaran akidah bisa dirancang menjadi proses yang menyenangkan, bermakna, dan transformatif. Dengan memadukan teknologi dan pendekatan yang humanis, pendidikan akidah tidak hanya menjadi sarana penyampaian informasi, tetapi juga proses pembentukan karakter spiritual yang kuat dan kontekstual. Akhirnya, penguatan iman Generasi Z hanya dapat berhasil jika semua elemen pendidikan guru, orang tua, dan institusi bersinergi dalam menciptakan ruang pembelajaran yang relevan dengan zaman namun tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang autentik. Pendekatan ini diharapkan mampu melahirkan generasi muslim yang tidak hanya memahami akidah secara intelektual, tetapi juga mampu mengamalkannya dalam kehidupan nyata dengan kesadaran, keteguhan, dan semangat keberislaman yang utuh.

REFERENSI

Afendi, A. R., Fauziyah, N., & Saputra, M. R. (2023). Pemanfaatan Aplikasi Tiktok dalam Mata Pelajaran PAI sebagai Media Pembelajaran Inovatif Era Digital. 3.

Gaffar, A., & Lestari Natsir, T. A. (n.d.). Menanamkan Nilai Akidah dan Ahklak di Era Digital.

Hasanati, T. N. (2020). STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK ERA DISRUPSI DI MTS SURYA BUANA MALANG.

Khafi, M. A., Kaisan, M. Z., Zahwa, R., Anwar, A. N., & Fadhil, A. (2024). Gaya Dakwah Husein Ja’far Al-Hadar dalam Menyebarkan Islam kepada Generasi Z. TSAQOFAH, 5(1), 107–130. https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v5i1.4299

Kusumawati, S. P. (2021). PENDIDIKAN AQIDAH-AKHLAK DI ERA DIGITAL. EDUSOSHUM: Journal of Islamic Education and Social Humanities, 1(3), 130–138. https://doi.org/10.52366/edusoshum.v1i3.16

Sapdi, R. M. (2023). Peran Guru dalam Membangun Pendidikan Karakter di Era Society 5.0. Jurnal Basicedu, 7(1), 993–1001. https://doi.org/10.31004/basicedu.v7i1.4730

Sari, R. T., & Angreni, S. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Upaya Peningkatan Kreativitas Mahasiswa. Jurnal VARIDIKA, 30(1), 79–83. https://doi.org/10.23917/varidika.v30i1.6548

Suparmini, K., Suwindia, I. G., & Winangun, I. M. A. (2024). Gamifikasi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di era digital. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.4863322

Yulianto, C. (n.d.). MEMPERKUAT IMAN GENERASI Z: INOVASI DALAM METODE PENGAJARAN AKIDAH.


0 Comments

Leave a Reply