HIDANGAN TUHAN DI BULAN RAMADHAN

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: M. Machrus Salim

Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa sekaligus momentum langka untuk menuai limpahan pahala. Ganjaran bagi setiap kebajikan dilipat gandakan ketika berpuasa. Logika sederhana dalam bingkai “ekonomi ukhrawi”, seorang sangat merugi jika tidak menginvestasikan sedikit dari waktu dan hartanya ketika berpuasa. Sebab dengan memberikan hidangan berbuka saja, seorang mendapatkan pahala yang setimpal dengan orang yang berpuasa.

Jika sempat melihat kondisi berpuasa di Timur Tengah, atau di masjid-masjid agung di Indonesia maka kita akan menemukan betapa banyak “tangan-tangan malaikat” yang turun menjelang waktu berbuka. Mengantarkan dan menyajikan makanan untuk saudara mereka yang berpuasa dengan segala keikhlasanya. Diantara negara-negara yang cukup semarak dengan tradisi menyediakan menu berbuka bagi yang berpuasa adalah Mesir. Masyarakat Mesir boleh dikatakan termasuk orang-orang yang istiqomah dengan kebaikan dengan mempertahankan tradisi tersebut. Mereka mengistilahkanya dengan maidaturrahman (Hidangan Tuhan). Istilah itu sendiri berasal dari “maidah” yang artinya hidangan dan ar-rahman yang merupakan sifat Allah swt. Karena itu disebut hidangan Tuhan. Hidangan ini disediakan tidak hanya di masjid-masjid, atau rumah para dermawan (muhsinin), tapi mereka juga menjajakan di pinggiran jalan sehingga siapa pun yang berpuasa dapat menikmatinya ketika berbuka.

Untuk memuliakan mereka yang berpuasa menu yang dihidangkan pun variatif . Mulai dari minuman, buah-buahan, sampai makanan berat dengan aneka lauk superlezat. Sebab mereka begitu yakin bahwa banyak kebaikan yang akan ia terima dengan memuliakan orang berpuasa. Akan tetapi, “hidangan Tuhan” tidak hanya familiar di Mesir atau Timur Tengah, di masjid-masjid agung di Indonesia tradisi tersebut juga dibudayakan bahkan juga sampai diemperan jalan. Semuanya agaknya terinspirasi dari apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw, dalam sabdanya:

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Al-Baihaqi).

Sementara dalam riwayat lainya disebutkan bahwa para sahabat lantas berkata:

“Wahai Rasulullah, tidak semua orang dari kami dapat memberi hidangan buka bagi orang yang berpuasa.” Beliau lalu menjawab, “Allah swt, juga memberi pahala itu untuk orang yang memberi hidangan berbuka kepada orang yang berpuasa dengan susu yang dicampur air, sebiji kurma dan seteguk air. Barang siapa yang mengenyangkan orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum dari telagaku sehingga dia tidak akan haus lagi hingga masuk ke dalam surga.” (HR. At-Tirmidzi).

Dengan merenungkan hadis diatas, seorang muslim tentu akan berfikir betapa indahnya karunia Allah, sementara mereka yang belum mampu akan semakin termotivasi dan mengencangkan doanya agar dianugrahi rezeki melimpah agar dapat menjamu orang-orang yang berpuasa. Jika banyak berfikir demikian dan berbuat nyata tentu dengan ritme seperti itu roda kehidupan akan semakin dinamis semangat hidup pun akan semakin menyala-nyala.

Menariknya lagi, jika amalan seperti itu ditiru oleh orang lain dan ia pun mengamalkannya sehingga kebaikan serupa juga dilakukan oleh sanak-saudaranya maka pahalanya akan tetap mengalir kepada yang pertama. Bukankah dalam sebuah hadits lainya Rasulullah saw, bersabda bahwa siapa yang melopori sebuah kebaikan dan dikerjakan oleh orang setelahya maka ia mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mengerjakan kebaikan tersebut. Demikian pula halnya dengan keburukan yang bisa mengalirkan dosa kepada perintis dosa tersebut. Rasulullah saw, bersabda:

“Barang siapa yang menggagas suatu kebaikan dalam islam, maka ia memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang melaksanakanya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa yang menggagas suatu keburukan dalam islam, maka dia akan mendapat dosanya dan juga dosa orang-orang yang melaksanakanya (keburukan itu) tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, banyak hal yang dapat diperbuat ketika bulan Ramadhan menyapa. “Hidangan Tuhan” adalah salah satu alternatifnya. Dengan hanya memberikan tiga biji kurma kepada mereka yang berpuasa maka ia akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan orang yang berpuasa. Terlebih lagi, jika ia memberikan kepada orang-orang yang memang sangat membutuhkan dan jauh dari kata cukup tentu “Hidangan Tuhan” itu sangat membantu.

Adapun berkah kedua memberikan “Hidangan Tuhan” kepada shaimin (orang-orang yang berpuasa) adalah didoakan ketika berbuka. Bukankah doa mereka yang berpuasa begitu istimewa di sisi-Nya dan mustajab? Hal itu bahkan ditegaskan langsung oleh Rasulullah saw., dalam sabdanya sebagai berikut:

“Ada tiga orang doanya tidak ditolak: (1) pemimpin yang adil, (2) orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) doa orang terdzalimi.” (HR. At Tirmidhi).

Tidak berlebihan jika ketika bulan Ramadhan banyak umat Islam yang berlomba-lomba memberikan “hidangan Tuhan” kepada saudaranya. Tidak hanya sebagai lahan investasi pahala agar pundi-pundi pahalanya terpenuhi, mereka juga mengharapkan gulungan doa dari orang soleh ketika berbuka. Bahkan ada riwayat lainya menyebutkan, ketika orang berpuasa menikmati “Hidangan Tuhan” yang diberikan maka malaikat pun ikut bersholawat dan berdoa agar mereka yang memberikan hidangan tersebut dirahmati. Bukankah doa malaikat yang selamat dari dosa dan selalu taat kepada Allah itu akan dekat dengan ijabah-Nya? Realitas ini sama halnya dengan seseorang yang mendoakan saudaranya disela-sela shalat malam, dimana malaikat juga akan ikut mendoakan kepada Allah sebgaimana ia mendoakan saudaranya. Barangkali permintaan kita selama ini yang belum tampak tanda-tanda diijabah, dan mungkin juga dengan doa orang-orang shalih ketika berpuasa Allah perkenankan mengabulkannya. Luar biasa. Betapa indah dan istimewanya karunia yang Allah berikan kepada orang yang berpuasa.

Berangkat dari itu, terlihat begitu banyak kebaikan yang akan kembali kepada mereka yang memberikan “Hidangan Tuhan” kepada saudara-saudara seiman. Tidak hanya didunia, mereka juga mendapatkan tempat yang istimewa di bilik-bilik surga. Bukankah  orientasi kehidupan  di dunia salah satunya untuk mengapai surga dengan ridha-Nya? Salah satu pintu yang dapat mengantarkan kesana adalah dengan senang hati memberikan hidangan berbuka puasa. Sangat sederhana dan tidak terlalu neko-neko.

Boleh jadi, terdapat dari mereka yang menikmati itu adalah kaum duafa sehingga merasa sangat gembira dengan hal tersebut. Maka ia pun termasuk orang-orang yang Allah sukai amalanya. Sebab memberikan kegembiraan kepada orang lain merupakan amalan yang sangat disukai oleh Allah swt. Sementara disisi lain, hubungan sosialpun akan semakin dekat dalam sebuah masyarakat.  Rasa iri dan dengki yang selama ini muncul dihati para tetangga barangkali melebur dengan hanya memberikan “hidangan Tuhan” kepada mereka. Terlebih lagi jika kebiasaan tersebut semakin meluas di tengah masyarakat tentu jurang pemisah yang selama ini tergali, antara si miskin dan si kaya akan dapat terkurangi. Sebab semuanya telah melebur dalam keceriaan ketika berbuka. Walhasil, tatanan sosial masyarakat pun akan semakin erat dan kepedulian antara satu dan yang lainya akan semakin erat terjalin.

Keuntugan lainya, “Hidangan Tuhan” dapat merekatkan hubungan silaturrahmi yang barangkali kendor antara sesama. Mengobati rasa rindu antar sesama kerena jarang berjumpa. Dan semua itu adalah potensi-potensi untuk mendapatkan rezeki lebih luas. Sebab dalam silaturrahmi akan banyak cerita dan inspirasi baru soal rezeki. Lagi pula umat manusia sehari-hari tidak akan bisa lepas dari apa yang namnya berusaha mengkokohkan sendi-sendi keluarga dengan berbagai kebaikan, baik dengan harta maupun cerita. Semua bisa didapatkan dengan menggelar “hidangan Tuhan” ketika berbuka puasa. Oleh karena itu, kebiasaan yang satu ini jangan sampai dilewatkan ketika bulan puasa menyapa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa orang yang memberikan “Hidangan Tuhan” kepada orang-orang berpuasa setidaknya mendapatkan tiga kebaikan. Mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan apa yang diberikan, mendapatkan pahala orang yang berpuasa, didoakan oleh kawanan malaikat, dan hatinya pun merasa plong karena dapat berbagi dengan sesama. Dan yang terakhir dapat mengurangi potensi stres atau kegelisahan hati, sebab ia sudah merasa tenang dengan kedermawananya.


0 Comments

Leave a Reply