Keutamaan Lailatul Qadar

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: KH. M. Baidowi Muslich

            Sudah manjadi kebiasaan yang berlaku di dunia bahwa kemuliaan suatu hari, tanggal, bulan, dan sebagainya adalah karena pada saat-saat tersebut pernah terjadi suatu peristiwa bersejarah dan dianggap penting, baik menurut ajaran agama maupun masyarakat masyrakat. Demikian halnya dengan Lailatul Qadar. Malam ini adalah dianggap suatu malam yang dianggap sangat mulia bagi umat islam diseluruh dunia, kerena memang termasuk dari salah satu dari ajaran islam yang tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun hadist nabi. Umat islam wajib meyakini kebenarannya, sebab datangnya dari allah.

            Dalam pembahasan singkat ini akan penulis sampaikan beberapa hal yang ada hubungannya dengan Lailatul Qadar, baik dari segi sejarah, maupun ajaran islam.

Sejarah Lailatul Qadar

           Kemudian lailatul qadar dari segi historis adalah karena allah menurunkan kitab suci al-qur’an pada malam itu. Sebagaimana pernyataan dari Allah sendiri, “sesungguhnya kami turunkan Al-Qur’an itu pada malam Lailatul Qadar”(Q.S. Al-Qadar: 1).

            Seorang ulama besar pada zaman sahabat Ibnu Abbas dan disepakati oleh ulama lain  berpendapat bahwa kitab Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah secara bertahap.

            Tahap pertama, diturunkan sekaligus 30 juz dari pusatnya yaitu Al-Lauhil-Mahfudh dari langit ketujuh ke langit dunia. Di langit dunia ini disimpan di tempat yang bernama “Baitul ‘izzah”. Pada tahap pertama inilah Allah menurunkannya tepat pada suatu malam yang disebut malam “Lailattul Qadar”.

            Tahap kedua, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah secara berangsur-angsur, ayat demi ayat atau surat demi surat, dari Baitul ‘izzah (Langit dunia) kepada nabi Muhammad SAW mulai dari permualaan turun sampai terakhir selama lebih kurang 23 (dua puluh tiga) tahun. Pada tahap kedua ini, Al-Qur’an mulai diterima oleh nabi Muhammad Saw. Di Gua Hiro’ yaitu tepat pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama dari kenabian. Malam inilah yang terkenal dengan malam “nuzulul-Qur’an”.

Nilai Lailatul Qadar

            Allah sendiri yang menilai bahwa Lailatul Qadar lebih mulia dari seribu bulan atau 83 tahun lebih empat bulan. Sebagaiamana firman-Nya, “Tahukah kamu malam lailatul qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu bulan”(Q.S. Al-Qadar: 2-3).

            Para ulama ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan kata “lebih baik” dalam ayat tersebut yaitu, manakala seseorang beribadah tepat pada malam itu, maka akan dihargai oleh Allah dengan pahala yang lebih banyak dari seribu bulan, dan selama itu pula dipakai untuk melakukan ibadah siang maupun malam.

Asbabun Nuzulun Lailatul Qadar

            Dalam keterangan beberapa hadist disebutkan bahwa sebab turunnya ayat-ayat pada surat Al-Qadar ini adalah sebagai berikut. “Dari Ibnu Hatim yang berasal dari mujahid mngatakan: “Pada suatu saat rasulullah Saw. Menceritakan seseorang dari bani Israil. Orang tersebut selama seribu bulan memanggul senjata untuk berperang dijalan allah.”  Kisah selengkapnya diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra sebagai berikut: “Jibril as. Meriwayatkan tentang kisah orang yang dulunya bernama Sya’mun Al Ghazi, ia sudah berperang melawa musuh kafir selama 1000 bulan, adalah senjata/pedang Sya’mun hanya membawa senjata rambut unta, tidak lain. Tetapipun hanya membawa senjata rambut unta, apabila disabetkan terhadap kufar, Tewaslah musuh kafir tiada terhingga hitungan mereka”. Apabila Sya’mun merasa haus minum air segar yang keluar dari gusi/daging tempat gigi-gigi pada mulutnya. Dan apabila lapar tumbuhlah daging dari tubuhnya, lalu ia memakannya”. Keadaan Sya’mun dalam berperang semacam ini mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya, yaitu 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan maka musuh kafirpun tiada berdaya menghadapi serangan Sya’mun ini”. Mereka berkata pada istri sya’mun yang kafirah: “kami berani menghadiahkan sejumlah harta/atau uang sekian juta kalau kau dapat menewaskan suamimu”. Jawab istri sya’mun “aku seorang wanita mana bisa membunuhnya? Sahut mereka: “kami akan memberimu tampar yang kuat, ikatlah tangan dan kaki suamimu ketika tidur, nanti sesudah itu kamilah yang bertindak membunuhnya”.

            Alkisah, wanita itupun mengikat suaminya ketika tidur. Dan Sya’mun bangun, sahutnya: “siapa yang mengikatku dengan tempar ini? Istrinya menjawab: “aku yang mengikat, sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu”. Lalu Sya’mun segera menarik tangannya tamparpun langsung di potongnya”. Sesudah itu musuh-musuh kafir datang lagi dengan membawa rantai , lalu istrinya mengikatnya dengan rantai itu”. Sya’mun bangun dan bertanya: “siapakah yang mengikatku ini? Istrinya menjawab: “aku yang mengiakat sekedar mengujimu”. Lalu ia menarik tangannya dan memotong rantai itu”. Kemudain wanita itu berkata lagi seperti yang awal”. Akhirnya Sya’mun berkata: “hai istriku, aku ini seorang wali dari sekian banyak waliyullah. Tiada satupun yan dapat mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku ini. Ia berambut panjang. Lalu ucapannya diperhatikan istrinya. Dan sewaktu Syam’un tidur, istrinya memotong gelung rambutnya. Dan mualailah istrinya mengikat kedua tangan syam’un dengan sebagian rambutnya dan sebagian yang lain untuk mengikat bagian kaki. Setelah bangun, Sya’mun bertanya lagi: “siapakah yang mengikatku ini? Jawab istrinya: “aku, untuk mengujimu”. Lalu ia menarik sekuatnya, tetapi tidak berdaya memotongnya”. Dan wanita itupun segera mem beritahu para orang kafir, mereka datang membawa syam’un ketempat pembantaian. Ia diikat di sebatang tiang dan mulailah mereka memotong kedua telinganya, kemudian matanya, bibir, liasan, kedua tangan dan kakinya.

            Kemudian Allah memberi wahyu kepadanya: “hai Sya’mun apa yang engkau inginkan, aku bakal menindak mereka”. Sahut Sya’mun: “aku ingin engkau memberi kekuatan kepadaku ya Allah memberikan kekuatan kepadaku, hingga nanti kugerakkan tiang rumah ini, dan kuhancurkan mereka”. Maka Allah memberikan kekutan kepadanya, dan dia gerakan tubuhnya, rumahpun hancur, atapnya menimpa mereka, semuanya binasa termasuk istrinya yang kafir itu. Sya’mun sendiri yang diselamatkan oleh aAllah, dan angggota tubuhnya dikembaliakan seperti semula. Dan kemudian Syam’un beribadah kepada allah selama 1000 bulan. Di malam hari ia tegek shalat. Dan di siangnya ia berpuasa. Dan ia mengangkat senjata, berjuang di jalan Allah (Durratun Nasihin). Kaum muslimin sangat kagum sekaligus terharu mendengar cerita rasulullah itu, kemudian mereka beranya: “ya Rasulullah tahukah engkau pahalanya?”tidak”, jawab rasul maka Allah SWT. Menurunkan ayat tersebut.

            Riwayat lain dari Ibnu Jarir menerangkan bahwa orang tersebut (dari Bani Israil) selama seribu bulan itu ia menjalankan shalat pada malam hari sampai shubuh, dan berjuang siang hari sampai sore hari.

            Dari Ali Bin Urwah mengatakan bahwa pada suatu hari rasulullah menceritakan empat orang dari bani israil yang beribadah kepada Allah selama 80 tahun terus menerus dan tidak pernah berdosa walapun sekejap mata. Empat orang tersebut adalah: Ayyub, Zakaria, Hizkil bin Ajus, dan Yusa bin Nun.

            Para sahabat sangat kagum mendengar cerita nabi itu. Ketika itu turunlah Jibril as dan berkata pada Nabi, “Hai Muhammad, apakah umatmu kagum dengan ibadah mereka selama 80 tahun tampa berdosa sedikitpun? Sesungguhnya Allah telah menurunkan sesuatu yang lebih baik daripada itu. Lalu jibril membacakan kepada nabi: “inna anzalnahu fi lailatil qadri dst. Ini adalah yang lebih utama dari apa yang engkau kagumkan bersama umatmu.” Dengan ini maka gembiralah Rasulullah SAW bersama para sahabat.

            Keterangan hadist-hadist ini disatir dari tafsir Ibnu Katsir juz 4.

Waktu Lailatul Qadar

            Kiranya Allah Swt. sengaja merahasiakan waktu datangnya Lailatul Qadar itu. Tidak lain agar umat islam mau mencari sendiri. Yang jelas, Lailatul Qadar jatuh pada setiap bulan Ramadhan. Banyak hadist nabi yang mengatakan bahwa datangnya malam tersebut pada sepuluh terahir bulan Ramadhan.

Amalan yang Dianjurkan

            Di samping ibadah-ibadah lain seperti shalat terawih, tahajjud, witir, membaca Al-Qur’an dan sebagainya, sangat diutamakan agar membaca doa, yaitu mohon maaf atas segala dosa, sebagai mana tuntunan Nabi kepada istri tercintanya, Aisyah ra. ketika bertanya kepada beliau tentang apa yang sebaiknya yang diamalkan ketika malam Lailatul-Qadar itu? Nabi mengajarkan, Allahumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbul ‘afwa fa’fu anni ya karim. Artinya, “ya Allah, Sesungguhnya engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia. Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah aku wahai Dzat Yang Maha Mulia.


0 Comments

Leave a Reply