PEMBIASAAN ZIKIR SETELAH SALAT SEBAGAI PENANAMAN AKHLAK TERHADAP SISWA

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Kamila Khoirunniswatil Azkiya

Akhlak adalah kata yang mengacu pada perilaku dan moral seseorang. Akhlak menggambarkan derajat kebaikan atau keburukan dalam perbuatan dan sikap seseorang. Akhlak merupakan patokan atau standar penentu derajat manusia di hadapan manusia lain maupun Tuhannya.[1] Untuk menilai kualitas akidah dan iman seseorang dapat dilihat dari baik buruknya akhlak. Sehingga, benar adanya bahwa Nabi Muhammad Saw diutus Allah untuk menyempurnakan Akhlak, dalam hadis riwayat Al-Baihaqi.

 اِنَّمَابُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

Hal tersebut sudah terbukti dari bagaimana masyarakat Mekah-Madinah dari zaman jahiliyyah menjadi masyarakat Madani yang berjalan hanya dalam kurun waktu 23 tahun.

Memperbaiki akhlak di zaman ini merupakan sebuah urgensi. Permasalahan tentang moral cukup mengkhawatirkan. Berbagai perkara terkait moral terjadi di lingkungan sekitar kita, terutama lingkungan sekolah yang menjadi fokus pembahasan kita saat ini. Menengok sedikit ke belakang, baru-baru ini meningkatnya kasus bullying, pergaulan bebas, dan tindak kekerasan yang bahkan seorang guru bisa menjadi korbannya. Perilaku tidak berakhlak mulia ini dilakukan oleh anak usia remaja maupun dini. Dan tidak sedikit, tindakan-tindakan tersebut dijadikan sebuah konten media sosial yang sangat mudah tersebar.

Media sosial memiliki algoritma yang mendukung seseorang untuk selalu menonton hal yang dianggap asyik. Sekali saja, dia senang dengan satu konten atau secara tidak sengaja, maka algoritma akan menuntunnya untuk menyaksikan berbagai konten yang sejenis. Jika konten yang dikonsumsi negatif, maka konten-konten negatif akan terus dimunculkan. Jika penurunan moral seperti ini diabaikan, maka berpeluang kuat menghancurkan masa depan generasi muda. Tindakan menyimpang, semakin ke sini seperti menjadi sebuah budaya, sehingga tidak bisa merealisasikan bangsa yang memiliki peradaban luhur.

Dalam firman Allah SWT., Surat Al-Insyirah ayat 6.

اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرَا

Artinya: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”[2]

Maknanya adalah Allah SWT., menciptakan suatu masalah pasti disertai solusinya, sama halnya menciptakan penyakit, pasti ada obatnya.

Diperlukan langkah pencegahan bersama menanggapi penyimpangan akhlak ini. Dalam konteks ini, penanaman nilai akhlak yang baik menjadi usaha yang ditawarkan demi mengurangi perilaku tidak baik dan kriminal di lingkungan sekolah. Salah satu medianya yaitu dengan pembiasaan zikir setelah salat berjamaah di sekolah. Apakah bisa?

Secara bahasa, kata Zikir berasal dari bahasa Arab “ذكر” yakni mengingat, menyebut. Zikir adalah usaha manusia yang beriman untuk mengingat penciptanya dengan cara menyebut Asma dan keagungan-Nya baik dari lisan atau hati dan disertai dengan usaha melakukan kesalehan.

Dasar melakukan zikir sangat jelas dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 41-42[3]

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ

وَّسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Q.S. Al-Ahzab: 41-42).[4]

Ayat tersebut menegaskan dan memperjelas bahwa seharusnya Zikir kepada Allah menjadi kebiasaan di setiap keadaan. Ada 3 bentuk zikir berdasarkan cara-caranya seperti:

  1. Zikir dengan lisan, (melafalkan huruf per huruf (bersuara)).
  2. Zikir dengan hati, (merenungkan dan tadabbur akan zat Allah SWT., tafakkur terhadap dalil-dalil taklif, baik berupa perintah ataupun larangan).
  3. Zikir dengan anggota badan dan pancaindra, atau bisa diartikan dengan takwa dan akhlak mulia. Yaitu memasrahkan semua anggota badan untuk patuh akan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Di zaman sekarang, baik sekolah berbasis Islam maupun umum sudah banyak menerapkan pendidikan moral atau penanaman akhlak. Berbagai program kegiatan keagamaan sudah direncanakan dan direalisasikan dengan baik. Salah satu kegiatan tersebut adalah salat berjamaah. Melalui salat berjamaah, siswa diajarkan atau dibiasakan untuk salat berjamaah. Guru harus bisa memberikan makna atau tujuan yang sederhana yang bisa dipahami oleh peserta didik, seperti menyampaikan bahwa salat berjamaah pahalanya lebih baik 27 derajat dibandingkan salat sendiri. Dari penjelasan tersebut, siswa menjadi termotivasi untuk membiasakan diri melakukan salat berjamaah.

Kemudian, siswa diajarkan untuk berzikir dan doa. Mengajarkan dan membiasakan siswa untuk berzikir setelah salat merupakan salah satu bentuk penanaman nilai akhlak. Siswa dituntun dengan sederhana, yaitu mengikuti guru atau imam yang membaca zikir secara jelas dan dapat didengar oleh siswa-siswanya. Dengan dilakukan hal seperti itu secara berulang-ulang, maka siswa secara tidak langsung bisa menghafal dan melafazkan dengan baik zikir-zikir tersebut. Untuk dalam tahap masih  mengenalkan dan membiasakan, berilah pemahaman yang mudah dimengerti oleh siswa, mengapa kita perlu berzikir dan doa setelah salat.

Allah SWT., memerintahkan kita untuk senantiasa berzikir kepada-Nya. Jika kita selalu mengingat Allah SWT., maka Allah akan mengingat dan melindungi kita. Berzikir dilakukan dengan cara membaca kalimat thoyyibah seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istigfar, dan lain-lain. Ketika siswa mengetahui hal tersebut, sampaikan juga bagaimana adab kita dalam berzikir dan doa. Intinya zikir dan doa adalah tempat kita merendahkan diri di hadapan Allah SWT. Sebuah momen di mana kita memohon dan berharap hanya kepada-Nya., karena sejatinya kita hanyalah makhluk kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kehendak Allah.

Jika dikaitkan dengan permasalahan moral saat ini, salah satunya adalah kasus bullying. Bullying di sekolah tidak akan terjadi. Karena dari pembiasaan zikir tersebut akan timbul sikap akhlak mulia yaitu rendah diri, tidak sombong, atau rendah hati. Siswa tidak akan bersikap sombong atau semena-mena terhadap temannya. Inilah yang menjadi inti mengapa zikir bisa menjadi sebuah media untuk menanamkan akhlak terhadap siswa.

Jadi, zikir menjadi sarana efektif untuk mencegah perilaku menyimpang dan dapat memperbaiki kualitas akhlak seseorang. Berzikir bisa menimbulkan kesadaran ketakwaan seseorang, karena orang yang berzikir menyadari bahwa Tuhan selalu ada di mana pun berada, dan mengawasi gerak-geriknya. Hatinya selalu patuh dan tidak angkuh seakan dia hidup atas kehendaknya sendiri. Kesadaran akan keberadaan Allah menuntun seseorang untuk melanjutkan tujuannya hidup di dunia yaitu beribadah, serta melakukan perbuatan amal saleh.

            Kesadaran yang seperti ini dinamakan “ihsan” yaitu merasa selalu diawasi oleh Tuhan. Dalam Hadits riwayat Imam Muslim yang mengisahkan bahwa Nabi SAW., didatangi oleh malaikat Jibril yang bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan. Beliau menjawab bahwa “ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan kau melihatnya.”

Zikir yang disertai dengan ihsan membantu orang untuk melakukan amal-amal saleh, dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama. Karena dia akan selalu sadar bahwa Allah mengawasi setiap perilakunya, sehingga menimbulkan rasa malu untuk melakukan akhlak-akhlak tercela. Pembiasaan zikir ini tidak hanya dilakukan di sekolah dengan bimbingan guru saja, tetapi orang tua juga berperan aktif untuk melanjutkannya di rumah demi terwujudnya perilaku anak-anak yang memiliki nilai akhlak yang baik.

 

Sumber Rujukan

Jawas, Y. b. (2019, Agustus 17). Keutamaan Dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla. Retrieved from Al Manhaj: https://almanhaj.or.id/12530-keutamaan-dzikir-kepada-allah-azza-wa-jalla.html

Ulhaq, M. N. (2022, Juni 22). Penanaman Nilai Akhlak melalui Pembiasaan Dzikir. Retrieved from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/naufalhaq1724/62985c2d53e2c3325026f232/penanaman-nilai-akhlak-melalui-pembiasaan-dzikir

[1] M. Naufal Daffa Ulhaq, “Penanaman Nilai Akhlak melalui Pembiasaan Dzikir,” Kompasiana, Juni 22, 2022, https://www.kompasiana.com/naufalhaq1724/62985c2d53e2c3325026f232/penanaman-nilai-akhlak-melalui-pembiasaan-dzikir

[2] Q.S Al-Insyirah/94: 6

[3] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Keutamaan Dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla,” Al Manhaj, Agustus 17, 2019, https://almanhaj.or.id/12530-keutamaan-dzikir-kepada-allah-azza-wa-jalla.html

[4] Q.S Al-Ahzab/33: 41-42


0 Comments

Leave a Reply