DOSA MENJADI PENYEBAB TERHALANGNYA REZEKI
Ada beberapa sebab yang menjadi penghalang dalam turunnya sebuah rezeki pada manusia. Di antara sebab penghalang tersebut adalah adanya dosa yang dialami atau yang dibuat oleh umat manusia. Al-Imaam ‘Abdullaah bin Al-Mubaarak meriwayatkan :
أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ ، عَنْ ثَوْبَانَ , قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
Telah mengabarkan kepada kami Sufyaan, dari ‘Abdullaah bin ‘Iisaa, dari ‘Abdullaah bin Abi Al-Ja’d,dari Tsaubaan, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya seseorang terhalangi rizkinya karena dosa-dosanya.” [Az-Zuhd wa Ar-Raqaa’iq no. 76] – Sanadnya hasan.
Selain itu, Dosa yang kita lakukan menjadi sebab musabab terhalangnya rizki dan bahkan terhalangnya do’a kita dari dikabulkan Allah Ta’ala. Diriwayatkan oleh Al-Imaam Muslim :
حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ
{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }
وَقَالَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib Muhammad bin Al-’Alaa’, telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah, telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Marzuuq, telah menceritakan kepadaku ‘Adiy bin Tsaabit, dari Abu Haazim, dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mu’min seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.” Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
[QS Al-Mu’minuun : 51].
Disisi lain Allah SWT juga berfirman dalam Q.S Al-Baqoroh Ayat 127 yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara kamu rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Dengan demikian apabila dalam diri kita banyak melakukan dosa maka dosa tersebut dapat menghalangi manusia dalam memperoleh rezeki sehingga kewajiban manusia selanjutnya adalah melakukan tobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar diampuni segala dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Allah akan mengampuni dosa hambanya apabila hambanya mau bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Imron ayat 135:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Ali-Imran [3]: ayat 135).”
Allah SWT dengan tegas menyatakan dalam ayat di atas bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa kepada Allah bukanlah orang yang tidak pernah berbuat dosa dan tidak punya salah, akan tetapi, orang yang bertakwa yaitu mereka yang apabila melakukan kesalahan, mereka kemudian mengingat Allah serta bertobat atas segala kesalahan yang dilakukannya. Mengingat manusia adalah tempat salah dan lupa, maka Allah dengan sifat Rahman dan Rahim Nya senantiasa membuka pintu tobat dan ampunan-Nya sampai kelak matahari terbit dari arah barat, saat di mana kiamat kubra terjadi. Dengan melakukan tobat memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan membuka rahmat dan memberi rezeki kepada umatnya tersebut.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menganjurkan kita agar tidak melupakan tobat dan memohon ampun, agar kita senantiasa diberi rezeki dan kenikmatan olehNya. Allah Ta’ala berfirman :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
Artinya: “Dan hendaklah kamu memohon ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.
[QS Huud : 3].” Allah SWT juga berfirman dalam potongan Q.S An-Nur Ayat 31 yaitu
وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ……
yang artinya “……..dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nuur [24]: ayat 31). Penjelasan ayat tersebut, “Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman” , bahwa seorang mukmin itu, memiliki keimanan dan Allah SWT yang menyerunya untuk bertobat, kemudian Allah SWT mengaitkan tobat itu dengan keberuntungan, “Supaya kamu beruntung”, maka tidak ada jalan lain menuju keberuntungan kecuali dengan tobat, yaitu kembali dari segala sesuatu yang dibenci Allah SWT, lahir maupun batin, menuju segala sesuatu yang dicintai-Nya, lahir maupun batin. Hal ini menunjukkan bahwa setiap mukmin, orang yang beriman itu membutuhkan tobat, sebab Allah menunjukkan seruan-Nya kepada semua orang yang beriman. Rasulullah Muhammad SAW bersabda “Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah dan minta ampunlah kepada-Nya, sesungguhnya aku ini bertobat 100 kali dalam sehari.” (HR. Muslim).
Syarat – syarat diterimanya sebuah tobat manusia adalah pertama tobat ikhlas karena Allah swt. Orang yang bertobat hendaknya mengharapkan ampunan Allah SWT dengan tobatnya itu dan berharap supaya Allah menerima tobatnya serta mengampuni dosa yang telah dilakukannya, dengan tobatnya itu ia tidak bermaksud riya’ di hadapan manusia atau demi mendapatkan kedekatan dengan mereka, dan bukan juga semata-mata demi menyelamatkan diri dari gangguan penguasa dan pemerintah kepadanya. Tapi dia bertobat hanya demi mengharapkan rida dan rahmat Allah dan pahala di negeri akhirat yang abadi.
Kedua yaitu menyesal atas perbuatan dosa yang telah dilakukan sebab perasaan menyesal dalam diri seorang manusia itulah yang membuktikan dia benar dan jujur dalam bertobat, ini artinya dia menyesali apa yang telah diperbuatnya dan merasa sangat sedih karenanya, dan dia memandang tidak ada jalan keluar darinya sampai dia benar-benar bertobat kepada Allah SWT dari dosanya.
Ketiga, meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan dan tidak akan mengulanginya lagi. Ini termasuk syarat terpenting untuk diterimanya tobat, meninggalkan dosa itu maksudnya adalah apabila dosa yang dilakukan adalah karena meninggalkan kewajiban, maka meninggalkannya ialah dengan cara mengerjakan kewajiban yang ditinggalkannya itu. Seseorang yang bertobat, harus dengan sungguh-sungguh bertekat untuk tidak mengulangi dosa yang sama dimasa yang akan datang. Apabila seseorang masih mengulangi perbuatan dosa ketika terbuka kesempatan bagimu untuk melakukannya, maka sesungguhnya tobat itu tidak diterima Allah SWT. Tidak dalam keadaan Sakaratul Maut. Apabila ada seseorang yang bertobat di mana tobatnya sudah tidak bisa diterima lagi oleh Allah SWT, maka saat itu tobatnya tidak lagi bermanfaat. Tidaklah diterima tobat seseorang apabila nyawa sudah berada di kerongkongan (sakaratul maut), seperti tobatnya raja Fir’aun. Allah berfirman di dalam surat An-Nisa’ Ayat: 18 yang berbunyi:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertobat sekarang”. Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.
Disisi lain Ibnu ‘Abbaas berkata, “Allah tidak menerima salat seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuatu yang haram.” [Jaami’ul ‘Uluum wal Hikaam hal. 263]. Abu Dzar berkata, “Cukupkan doamu bersama dengan ketaatan (kepada Allah), sebagaimana engkau cukupkan makananmu dengan garam” [Al-Jawaab Al-Kaafii hal. 10-11].
Banyak hal yang bisa menyebabkan datangnya rezeki kepada kita, di antaranya adalah sedekah. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa Datangkanlah rezeki dengan sedekah.“
Hal lain yang dapat memancing dan meningkatkan rezeki kita adalah dengan meningkatkan dalam pelaksanaan ibadah salat dluha. Meskipun bernilai sunah, salat ini mengandung banyak fadhilah (keutamaan), namun tidak banyak dari kita yang memperhatikannya. Di antaranya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Darda’ ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat pada permulaan hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu pada sore harinya” (HR. Tarmidzi).
At Thayyibi menerangkan bahwa dengan mengerjakan empat raka’at di pagi hari, Allah akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita dan menjauhkan kita dari semua yang tidak kita inginkan hingga sore hari. Fadhilah lainnya, orang yang mengerjakannya dimasukkan dalam golongan orang-orang yang kembali kepada Allah. Karena salat Dhuha adalah salat awwabin, salatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (bertobat). Dalam hadis lain Rasulullah SAW menyebutkan bahwa pahala orang yang mengerjakan salat Dhuha seperti orang yang mengerjakan umrah. Abu Hurairah berkata, “Kekasihku, Rasulullah SAW berwasiat kepadaku dengan tiga perkara: puasa selama tiga hari setiap bulannya, dua raka’at salat Dhuha, dan mengerjakan salat witir sebelum aku tidur.”
Waktu pelaksanaan salat Dhuha adalah ketika matahari mulai naik sepenggalan, kira-kira seperempat jam setelah matahari terbit hingga waktu zawal (matahari tergelincir). Dan waktu yang paling afdhol adalah ketika matahari mulai panas. Memang, tidak mudah untuk melaksanakan salat Dhuha. Karena waktunya bertepatan dengan jam-jam dimulainya aktivitas keseharian, orang sibuk bekerja mencari rezeki pada waktu tersebut. Namun, sesempit apa pun waktu kita karena aktivitas sehari-hari, jika kita luangkan waktu sejenak untuk mengerjakan salat Dhuha, Insya Allah tidak akan mengurangi jatah rezeki yang telah ditentukan untuk kita tetapi Allah akan menambah rezeki yang akan diberikan kepada umatnya yang melaksanakan.
Sehingga Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada beberapa dosa yang menjadi penghalang dalam kita memperoleh rezeki dari Allah. Dosa-dosa kita tersebutlah yang menghalangi rezeki Allah yang akan diturunkan kepada kita sehingga kita diharapkan harus bertobat dulu memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa yang telah kita perbuat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi sehingga dengan begitu kita akan dimudahkan dan dilancarkan lagi dalam memperoleh rezeki dari Allah. Selain itu kita juga dapat memancing turunnya rezeki Allah kepada kita dengan cara bersedekah dan juga melaksanakan sunah-sunah rasulullah di antaranya adalah dengan melaksanakan salat dhuha setiap hari dengan istiqomah. Dengan begitu Allah akan melimpahkan dan memberikan rahmat dan rezeki yang lancar dan banyak kepada umatnya yang mau melaksanakan sunah-sunah tersebut.
Sumber Rujukan :
- Abiyanal hawa’ij jilid 6, Syaikh Ahmad Rifa’i
- Ta’limul Muta’alim, Syaikh Az-zarnuji
- Majalah Islam Ar- Risalah Hal. 54 Edisi 96 / Vol. VIII / No.12 Jumadal Akhir – Rajab 1430 H / Juni 2009
0 Comments