PRAKTIK TASAWUF DAN RUNTUHNYA KEKAISARAN TURKI UTSMANI

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh : Emha Hamdan Habibie

Ketika kita membahas tentang praktik Tasawuf, maka yang pertama kali muncul pada benak kita ialah sebuah laku tarekat, membaca zikir dari pagi sampai malam hingga aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan spiritualitas. Tidak bisa dipungkiri bahwa majunya peradaban dunia seperti perkembangan teknologi menjadikan manusia untuk selalu up to date terhadap perkembangan tersebut. Namun ada sebuah adagium bahwa “semakin tinggi ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi semakin lupa manusia terhadap jati dirinya”.

Pada abad pertengahan misalnya, banyak sekali cendekiawan muslim yang merasakan kegelisahan terhadap umat Islam dikarenakan banyak sekali yang merasa perlu asupan spiritualitas. Dikarenakan semakin majunya industri sosial dan mereka merasa bahwa dunia bukanlah sesuatu bisa menjadikan tentramnya hati, lebih dari itu banyak sekali praktik-praktik kesenjangan sosial yang menurut mereka menjadi awal mula merosotnya akhlak umat Islam.

Maka dari itu, banyak sekali cendekiawan muslim yang menyeru untuk kembali pada ajaran-ajaran murni agama, yaitu dengan selalu berzikir kepada Tuhannya dengan melupakan urusan dunia serta mendirikan firqoh-firqoh Tasawuf atau yang kita kenal dengan praktik tasawuf.

Dewasa ini, kita melihat bersama bahwa ada yang selalu kurang terhadap peradaban Islam, khususnya dalam bidang ilmu dan teknologi, kita merasa terbelakang, terkesan kuno dan terlebih lagi selalu menjadi kambing hitam. Fenomena ini sebenarnya pernah terjadi dalam catatan sejarah Islam, salah satunya pada masa akhir pemerintahan Islam Turki Ustmaniyah.

Dalam catatan sejarah, kekaisaran Turki Utsmani merupakan sebuah kekaisaran terbesar, baik dilihat dari pengaruhnya hingga dari bentangan wilayahnya. Dari segi wilayahnya, Kekaiasaran Turki Utsmani mencapai 5.200.000 KM yang melingkupi sebagian wilayah di Eropa, Timur Tengah, hingga Afrika Utara. Wilayah kekaisaran Islam Turki Utsmani yang sedemikian besar ini dikontrol oleh satu hirarki politik yang sangat kuat. Bahkan Eropa yang merupakan musuh bebuyutan Kekaisaran Turki Utsmani merasa terancam karena kejayaannya dan keluasan wilayahnya hingga melingkupi sebagian Eropa.

Karena merasa ditakuti berbagai negara, kekaisaran Turki Utsmani merasa lengah dengan hanya memperluas wilayahnya, memperkuat militernya, hingga mengabaikan bidang-bidang yang lain. Salah satunya pada bidang Pendidikan, pada masanya pendidikan maupun semangat intelektual sangat diabaikan dan hanya bergantung pada praktik-praktik Tasawwuf yang menyeleweng dari sebenarnya yang merupakan penyakit kuat. Hal ini, secara tidak langsung merongrong sebuah Kekaisaran Turki Utsmani ini menjadi kekaisaran yang sangat lemah. Faktanya, tidak lama setelah kejayaannya yang semu, akhirnya kekaisaran Turki Utsmani dikudeta oleh militer dan kemudian bubar. Dengan tragis, pada tahun 1924 kehalifahan Turki Utsmani dinyatakan bubar dan tidak lagi tercantum dalam peta-peta dunia.

Banyak kalangan rivivalis atau kelompok Islam garis keras yang kemudian menyatakan bahwa keruntuhan Turki Utsmani adalah konspirasi dari Yahudi, bahkan akibat dari ketamakan dari Inggris pada perang dunia pertama. Akan tetapi semua itu harus diabaikan, karena menurut Ibnu Khaldun dalam karyanya Al-Mukaddimah “sebuah institusi politik yang mengalami kemunduran itu pasti disebabkan oleh latar belakang internya”. Dalam hal ini, kekaisaran Turki Utsmaniyah memang mempunyai penyakit kronis yang menggerogoti kekaisaran Turki Utsmaniyah dari dalam. Seandainya penyakit ini bisa disembuhkan maka kekaisaran Turki Utsmaniyah akan tetap kuat dan keberadaanya hingga kini masih diperhitungkan. Penyebab internal yang sangat jarang dibahas kelompok rivivalis atau kelompok Islam garis keras akan kita bahas dalam tulisan ini.

Kekaisaran Turki Utsmaniyah adalah sebuah kekhalifahan yang melestarikan sisa-sisa peradaban Islam setelah runtuhnya Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Sebagai bangsa yang berdarah militer, pendidikan pada masa kerajaan Turki Utsmaniyah ini banyak dikonsentrasikan pada pendidikan militer, sehingga melemahnya pendidikan dalam berbagai bidang yang mengakibatkan berkembangnya ajaran-ajaran Tarekat (Ilmu Tasawuf) yang mempengaruhi pemerintahan maupun para militer. Pada masa ini lapangan ilmu pengetahuan menyempit. Madrasah adalah satu-satunya lembaga pendidikan umum, namun yang diajarkan hanya bertumpu pada ilmu agama saja dan mengabaikan pendidikan yang dianggapnya tidak sesuai agama Islam. Maka bila kemudian berbagai lulusan pada masanya tidak pernah menghasilkan karya orisinil dan hanya melahirkan karya komentar.

Maka pada abad pertengahan misalnya, pendidikan Islam mengalami kemunduran sangat pesat dan masyarakat lebih memperdalam Tasawuuf akibat kefrustasiannya terhadap kondisi yang ada. Kurikulum pada masa ini bukanlah kurikulum yang kongkret dengan bidangnya dan metodenya hanya bertumpu pada metode hafalan-hafalan saja. para orang tua sangat jarang mengirim anak-anaknya untuk belajar di Madrasah, mereka hanya mengirim anak-anaknya untuk belajar secara praktis bidang industri. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah buta huruf di kerajaan Turki Utsmaniyah. Selain itu, perpustakaan pada masa Turki Ustmaniyah ini sangat berkurang, tercatat, kurang lebih jumlah perpustakaan hanya sebanyak 26 buah. Dan jumlah kitab dalam berbagai perpustakaan itu kurang lebih hanya 30.000 buah. Padahal di era sebelumnya pada masa Dinasti Abbasiyah, satu perpustakaan saja berjumlah kurang lebih satu juta buku. Hal ini juga yang menyebabkan hilangnya semangat kelimuan pada masanya.

Menurut Philiph K. Hitti dalam karyanya History of Arab semangat pendidikan pada masa Kekaisaran Turki Utsmaniyah hanya bertumpu pada Fatalistik, yaitu suatu pemahaman yang hanya bertumpu pada takdir Tuhan atau dengan kata lain taklid buta. Hal ini yang menjadi titik awal penyakit kronis yang menyebabkan lengahnya Kekaisaran Turki Utsmaniyah terhadap Eropa yang pada masa itu jauh lebih maju.

Secara praktis terjadi stagnansi bidang ilmu dan teknologi. Kemajuan militer Utsmani tidak diimbangi dengan Sains. Ketika pihak Eropa berhasil mengembangkan teknologi persenjataan, namun pemerintahan Turki Utsmani masih meributkan masalah agama dan beberapa pemberontak negara karena geramnya mereka terhadap kebijakan pendidikan pada masa Turki Utsmani. Hal ini mengalami kemerosotan ekonomi yang sangat luar biasa yang menjadi sebab runtuhnya Kekaisaran Turki Utsmaniyah.

Pada intinya runtuhnya Kekaisaran Turki Utsmaniyah, salah satunya disebabkan dan bermula dari praktik Tasawuf yang sudah melenceng jauh dari ketasawufannya yang pada dasarnya Tasawuf mengajarkan bagaimana zuhud, memelihara hati dan etika dan lain sebagainya yang sudah dilupakan oleh Kekaisaran Turki Utsmaniyah. Maka sangat wajar bila kita sebagai muslim, terkadang selalu kurang terhadap peradaban Islam, khususnya dalam bidang ilmu dan teknologi, kita merasa terbelakang, terkesan kuno dan terlebih lagi selalu menjadi kambing hitam. Tulisan ini bukan untuk mengkritik adanya praktik tasawuf, namun sebagai pelajaran yang berharga dan sebagai introspeksi agar kita sebagai muslim yang baik seharusnya kita menyeimbangkan antara Tasawuf dan semangat keilmuan demi kemajuan peradaban Islam. Karena dengan berkaca secara jujur kepada sejarah, kita terus belajar menjadi lebih baik.


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *