KADO ISTIMEWA SABAR DALAM MENCAPAI KESUKSESAN

Published by Buletin Al Anwar on

Muhammad Haidar Ali

”dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orangorang yang sabar. (al-Baqarah: 155)

Kesabaran adalah benteng dari dalam diri manusia yang pasti mempunyai kesulitan hidup yang harus dijalani dan dilewati manusia tanpa putus asa dan juga orang-orang yang mampu melewati segala tantangan kehidupan yang baik.

Dalam penelitian ditemukan beberapa kasus yang terjadi dibeberapa mahasiswa yang bersabar sehingga bisa melewati tahap-tahap belajar menuntut ilmu dan banyak kesuksesan para mahasiswa yang menjadi pengusaha melalui mereka yang memiliki nilai IPK ≥ 3,00 dan dibidang usahanya pun mereka sudah mampu meraih omzet satu bulan lebih dari Rp 3 juta. Hal itu sesuai janji Allah yang mana ketika seseorang mampu bersabar, maka akan mendapatkan manfaat yang besar. Manfaat-manfaat lain yang didapatkan adalah dalam pemenuhan kebutuhan pribadi bahkan biaya perkuliahan mereka sudah dapat menanggung sendiri, memiliki relasi-relasi dengan para pengusaha serta mendapatkan ilmu-ilmu yang dari para pengusaha lain bahkan dapat belajar dari pengalaman hidupnya.

Kesabaran merupakan kepentingan manusia dalam melatih menurunkan egoisnya dan orang-orang yang mampu melewati segala tantangan hidup dengan baik. Hal ini dikarenakan kesabaran memiliki fungsi penting yang harus diterapkan dalam diri manusia untuk meningkatkan kesabaran menjadi kekuatan yang bisa membawa seseorang kepada kemajuan. Namun jika kita kaitkan dengan fakta menunjukkan bahwa masih banyak orang yang menerima kegagalannya dengan cara tidak ikhlas, ada yang merasa terpuruk dan berkecil hati sehingga tidak bisa bangkit kembali untuk memperbaiki kegagalannya, ada juga kegagalan dianggap akhir hidup, justru hidupnya akan semakin terpuruk jika tidak optimis memperbaiki kegagalannya, maka anggaplah kegagalan tersebut sebagai sebuah proses evaluasi terhadap apa yang sudah dikerjakan dan jadikan kegagalan sebagai sarana instrospeksi dan perbaikan diri agar pada masa mendatang bisa menjadi lebih baik. Satu kegagalan seakan-akan menutup semua pintu keberhasilan, merasa bahwa ia tidak mungkin bisa bangkit dari keterpurukannya. Pola pikir semacam itulah yang justru membuatnya semakin terpuruk.

Sabar merupakan tingkah laku yang diperintahkan Allah Swt. Sabar secara etimologi  berasal dari  bahasa Arab صبر (shabara) yang berarti sabar tidak tergesa-gesa, tidak membalas, menunggu dengan tenang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan  menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu).

Secara terminologi sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu karena mengharap ridha Allah Swt, seperti musibah kematian, sakit, kelaparan dan sebagainya. Sabar  juga dilakukan dalam hal-hal yang disenangi. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu. Jadi, Sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya atas dorongan ajaran agama. Makna ridha adalah menerima ketentuan Allah Swt atas diri kita. Ridha bukan berarti pasrah tanpa usaha. Allah Swt berfirman dalam surat al-Kahfi (18) ayat 28  yang berbunyi:

”Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (QS.al-Kahfi: 28)

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyatakan dalam arti spiritual sabar berarti tidak berputus asa dan tidak panik, dan menahan lidah dari mengeluh. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sabar adalah sikap hati yang teguh menjalankan ketaatan kepada Allah Swt, ridha menerima cobaan dan ujian dan dapat mengendalikan hawa nafsu.

Kesabaran itu pasti berubah, setiap hari kita menghadapi berbagai persoalan hidup yang seperti tidak ada habisnya. Terkadang kita merasakan kebahagiaan, tapi tidak jarang kita sedih dan kecewa apa yang kita alami. Semuanya datang silih berganti, seiring pergantian siang dan malam yang setia menemani

Pergantian siang dan malam memang mengisyaratkan pergantian peristiwa yang terus jadi dalam kehidupan manusia. Terkadang ada di atas, dan terkadang juga ada dibawah. Begitupun juga terkadang hidup terasa menyenangkan, tetapi pada saat lain, hidup terasa sebagai beban berat. Begitulah, hidup membawa kita pada berbagai persoalan silih berganti dan itu akan terus terjadi sepanjang hidup kita. Karena itulah, bagaimana kita menyikapi setiap peristiwa sangat menentukan bagaimana hasil dan perasaan kita terhadapnya. Karena pada dasarnya, peristiwa yang terjadi disekeliling kita bersifat netral. Kitalah yang memaknai peristiwa itu dalam perasaan kita.

Saat suatu terjadi, kita bisa merasakannya sebagai kesedihan, kegembiraan, ketakutan, atau apapun, bergantung pada bagaimana cara kita menyikapinya. Kita sedih, senang, dan gembira bukan karena peristiwa di luar kita, tetapi itu semua timbul dari dalam diri kita sendiri. Sangat bergantung pada bagaimana kita memandang berbagai peristiwa tersebut.

Jika kita tidak bisa menyikapi sesuatu yang terjadi kita tidak akan menemukan nikmatnya kesabaran dan susah bangkit dari keterpurukan yang dikarenakan sebuah kegagalan. Karena itulah, mestinya kita melihat bahwa di balik semua peristiwa yang terjadi di dunia ini selalu ada sisi baik yang bisa bermanfaat untuk kehidupan kita, baik saat ini maupun saat mendatang.

Bahkan, dalam posisi yang sangat sulit sekalipun, kita masih bisa melihat ada kebaikan dari setiap peristiwa. Dalam bahasa agamanya, selalu ada “hikmah” dari setiap peristiwa yang terjadi. Tidak ada satu pun peristiwa didunia ini yang terjadi secara kebetulan. Semua sudah diatur agar manusia mau belajar.

Cerita perjuangan seorang kawan saya, sebut saja namanya Adi, mungkin bisa menjadi pelajaran berharga. Adi adalah alumni pondok pesantren yang belajar ilmu-ilmu agama secara baik dan cuup mendalam. Kemampuan intelektualnya juga tidak rendah serta dibekali berbagai ketrampilan yang beragam.

Selesai belajar di pesantren, ia mengajar di sebuah SMP di desanya. Pekerjaannya sebagai seorang guru di desa, sebagaimana guru pada umumnya, dari sisi kesejahteraan memang masih jauh dari cukup. Tetapi disitulah tantangannya, bagaimana daya kreatif seorang guru mampu bertahan dalam kesejahteraan yang minim.

Namun, manusia memang tidak sepenuhnya bisa “bertahan” dengan kondisi yang serba kekurangan. Adi kemudian mencoba mencari jalan rezeki berbeda dengan keluar dari aktivitas mengajarnya untuk pindah kerja di tempat lain. Tetapi, mencari pekerjaan tidaklah mudah. Berkali-kali melamar, ia belum juga mendapatkan pekerjaan tetap.

Dari sinilah awal penderitaan Adi di mulai. Sudah terlanjur mengundurkan diri dari aktivitas mengajarnya, pada akhirnya ia pun kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya. Semakin lama kebingungan itu semakin meninggi, sementara kebutuhan keluarganya tidak ada habisnya. Adi hampir juga putus asa.

Adi pun akhirnya bekerja serabutan, apa saja, yang penting menghasilkan uang. Berjualan burung di pasar pun di lakukannya. Setiap hari, dengan bersepeda, ia membawa burung-burungnya berharap ada orang yang mau membeli. Sampai di pasar, ia mulai menjual burung-burung tersebut. Dan seperti pedagang lain, kadang ia berhasil menjual burung, kadang juga tidak laku.

Begitulah, ia juga pernah bekerja sebagai kuli bangunan. Memanggul karung beras dan semen di terminal. Pokoknya apa saja ia lakukanagar rezekinya tetap bisa berjalan. Adi seperti kehilangan masa depannya. Namun, Adi selalu percaya bahwa semuanya ada yang mengaturnya. Ia serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.

Hingga suatu saat, seorang temannya menelpon Adi bahwa ada kesempatan pengabdian di sebuah pondok pesantren di luar Jawa. Adi merenung, mungkin ini panggilan Allah agar ia kembali mengabdi untuk kepentingan umat dan masyarakat. Potensi yang ia miliki nyatanya memang seperti ditakdirkan untuk dicurahkan demi kepentingan umat.

Setelah berkonsultasi dengan keluarga serta berembuk dengan istri, berangkatlah Adi bersama keluarga ke pesantren itu. Adi serasa menemukan kembali  dunianya yang telah lama hilang. Lambat laun, dunia itu telah kembali. Memang, hati dan jiwanya tidak jauh-jauh dari dunia pesantren.

Adi hingga sekarang, dengan segala kesahajaan yang dimilikinya selalu bersyukur. Allah memberinya cobaan yang begitu berat beberapa tahun terakhir adalah untuk membimbingnya ke jalan yang memang sesuai dengan jalan hidupnya sekarang. Walaupun cobaan yang diterimanya begitu berat, tetapi ia yakin bahwa semuanya akan membuat hidupnya jauh lebih berwarna.

Di antara kita mungkin ada yang pernah mengalami hal yang sama dengan Adi, mendapatkan banyak cobaan yang begitu berat sekarang ini. Bahkan, mungkin cobaan itu menguras banyak sekali perasaan dan hampir menghilangkan kesabaran yang kita miliki. Disinilah titik penting itu berada, apakah kita bisa tetap sabar sambil mencari hikmah di balik semuanya, atau kita kehilangan kesabaran yang akhirnya malah merusak hidup kita sendiri. Hidup memang penuh dengan ujian.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surge, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka di timpa malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan). (QS. Al-Baqarah : 214)

          Semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Tidak ada yang terjadi begitu saja. Pasti akan ada hikmah di balik semua peristiwa yang terjadi. Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah Swt. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan. 

          Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal yakni sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

  • Sabar dalam ketaatan kepada Allah. 

Merealisasikan ketaatan kepada Allah seperti shalat tepat waktu, shalat tahajud, puasa, dan zikir, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

  • Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. 

Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah, dusta, memandang sesuatu yang haram dan sebagainya. Karena kecendrungan jiwa manusia suka pada hal-hal yang buruk dan “menyenangkan” dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang “menyenangkan”. 

  • Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah.

Seperti sabar menghadapi godaan syaitan dan tidak terjerumus dalam maksiat, sabar ketika mendapat musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai, dan sebagainya. 

Sabar yang tertinggi dari tiga bentuk kesabaran di atas adalah sabar dalam meninggalkan maksiat dan melakukan ketaatan karena ini yang paling sulit. Ketaatan dan kemaksiatan ada di tangan manusia, manusia berhak memilih untuk melakukan atau meninggalkan kemaksiatan. Adapun ujian hidup bukanlah kehendak manusia tetapi berasal dari sisi Allah. Ujian pasti datang walaupun manusia tidak menghendakinya. Sabar dalam menerima ujian membutuhkan kekuatan iman, sehingga apabila seorang mukmin diuji ia mengucapkan alhamdulillah. Oleh karena itu sebagai seorang muslim, harus selalu belajar sabar dalam segala hal, baik dalam hal kesenangan atau kesedihan. Sebab dengan kesabaran tersebut bisa jadi selain amal ibadah dilipatkan juga dosa dikurangi.


0 Comments

Leave a Reply