SAATNYA MASYARAKAT MEMILIH DAN MEMILAH
Nur Yuva Prisetiawan
Pada era digital ini media sosial menjadi kiblat bagi para masyarakat dalam mencari informasi. Beragam informasi disajikan dalam berbagai bentuk baik artikel, jurnal, caption, dan berbagai penggalan-penggalan tulisan yang diedit dalam sebuah gambar atau foto yang di situ mengandung sebuah informasi.
Kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi membawa berbagai dampak bagi kehidupan manusia . Salah satu dampaknya adalah kebebasan di berbagai platform media sosial. Kebebasan itu sering kali disalahgunakan oknum tertentu untuk menyebarkan Informasi yang tidak jelas sumbernya atau biasa disebut berita hoax. Berita hoax digunakan untuk menggiring opini publik yang mengarah pada suatu informasi yang belum jelas sumber dan keakuratannya.
Banyaknya informasi yang tersebar di media sosial, membuat masyarakat sering kali bingung dalam memilih dan memilah informasi mana yang benar dan sumbernya terpercaya. Hal tersebut tidak hanya dalam ranah teknologi, ekonomi, pendidikan, politik, dan lain sebagainya, akan tetapi juga menyangkut masalah agama. Banyak sekali informasi atau pengetahuan mengenai agama yang masih keliru dan salah kaprah lalu menimbulkan kesalahpahaman. Hal tersebut tentunya terjadi bukan karena kesalahan penyampaian informasi yang menyebabkan berita hoax akan tetapi juga karena kurangnya tingkat literasi masyarakat.
Fenomena tersebut memunculkan banyak ahli-ahli baru yang sebenarnya tidak kredibel dalam ranahnya dan orang tersebut terkadang menyampaikan informasi yang sebetulnya keliru dan mirisnya masih banyak orang yang percaya dan mengikutinya dikarenakan tingkat literasi yang sangat rendah.
Salah satu informasi yang paling umum adalah tentang penggunaan dalil-dalil agama yang terkadang sumbernya ataupun orang yang menyampaikannya tidak benar-benar tahu maksud dari apa apa yang dituliskan dalam media sosial. Banyak sekali kutipan-kutipan Al-Qur’an dan hadis dituliskan namun penggunaanya kurang tepat. Ranah agama dalam hal ini bersumber pada penggunaan dalil Alquran dan hadis untuk menyampaikan sebuah informasi, menyampaikan ilmu, atau memecahkan sebuah masalah.
Menghadapi fenomena tersebut, kiranya penting bagi masyarakat untuk menilik pandangan Alquran mengenai penyebaran informasi yang tidak Kredibel sumbernya dan menyebabkan kesalahpahaman. Hal itu dapat kita lihat pada Alquran surat Al-Hujurat: 49 yang berbunyi:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 49.)
Perlu digaris bawahi bahwa menyebarkan berita kebohongan itu sebenarnya merupakan sebuah sikap dan perbuatan yang dapat merusak kebenaran. Orang yang berbuat bohong dengan cara menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya maka ia dengan sendirinya telah merusak kepercayaan orang lain pada dirinya dan dia masuk pada kriteria orang munafik.
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, dia telah berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: “tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara: apabila berkata dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila diberi amanah dia menghianati”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalil di atas menunjukkan betapa kebohongan merupakan masalah besar bagi hidup manusia, baik di dunia ataupun di akhirat. Celakanya, orang terkadang
menganggap bahwa berbohong merupakan masalah yang sangat ringan, sehingga mereka mudah dan sering melakukannya. Allah SWT telah menjelaskan bahwa kebohongan adalah masalah serius dan bagi pelakunya akan diberikan perhitungan yang tidak ringan. Sebagaimana tindakan yang mengandung penipuan, maka tentu saja berbohong adalah perbuatan dosa yang dapat membawa pelakunya kepada masalah besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 14-15 yang berbunyi:
“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. (QS. Al-Nur: 14-15 )
Ayat Al-Qur‟an di atas menjelaskan bahwa Allah SWT akan memberikan laknat langsung kepada orang yang melakukan kebohongan. Laknat tersebut akan dirasakannya di dunia dan juga di akhirat kelak.
Dalam agama Islam Alquran dan hadis menjadi hukum tertinggi bagi para pengikutnya, barulah setelah itu terdapat hukum-hukum lain berupa ijma’ ulama ataupun qiyas. Alquran menjadi hukum tertinggi pertama dan hadis menempati Posisi kedua dari hukum Islam. Hal tersebut didasarkan pada beberapa dalil Alquran, di antaranya terdapat dalam QS. An-Nisa: 59 berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (sunahnya), Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59).
Dalil Alquran di atas menjelaskan tentang posisi hukum dalam Islam yang mana diawali dari posisi yang tertinggi yaitu Alquran dan hadis sebagai posisi kedua, lalu kemudian barulah pada posisi hukum setelahnya. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan jika terdapat suatu perbedaan pendapat tentang sesuatu maka kita harus mengembalikan masalah tentang perbedaan tersebut pada Alquran dan Hadits.
Dari sinilah perlunya masyarakat, terutama orang yang ingin berbagi informasi untuk menyampaikan sebuah ilmu, pengetahuan, atau untuk memecahkan sebuah masalah dalam ranah agama Islam maka tentunya diharuskan belajar tentang berbagai hukum dan penjelasan yang terdapat dalam Alquran dan Hadits.
Menyikapi hal tersebut memang tidak semua orang mampu untuk belajar mengenai Alquran dan hadis, akan tetapi setidaknya jika memang apa yang ingin disampaikan dengan menggunakan sumber Alquran dan Hadits maka haruslah tahu ilmunya.
Ada banyak sekali ilmu untuk mempelajari Alquran dan Hadits, beberapa di antaranya adalah ilmu Tafsir, mustholah Hadits, mustholah Alquran, ilmu Nahwu, ilmu shorof, ilmu balaghoh, dan masih banyak ilmu lainnya yang menjadi dasar untuk belajar mengenai Alquran dan hadis. Tujuan dari belajar berbagai ilmu tersebut selain menjadikan paham tentang apa isi dari Alquran dan Hadits, ketika akan menyampaikan sesuatu kepada orang lain, apa yang disampaikannya mempunyai dasar ilmu dan menghindari kesalahpahaman.
Sebelum seseorang belajar langsung dari Alquran maka haruslah iya mengerti ilmu tafsir dari Alquran, dan sebelum orang tersebut belajar tentang qiro’atu tafsir maka iya harus lebih dulu belajar mustholah tafsir. Maka ilmu yang dipelajari harus runtut agak mendatangkan pemahaman yang sempurna.
Dalam hal ini tafsir berbeda dari terjemahan, perbedaannya terletak pada pengartian ayat-ayat Alquran. Jika terjemah maka hanya menerjemahkan dari segi bahasa dan terjemah bisa berlaku bagi semua bahasa. Berbeda dengan terjemah, tafsir memberikan penjelasan dan tentang apa yang terdapat dalam Alquran baik itu dari segi kapan turunnya Alquran, Apa itu hukum nasakh mansukh, Asbabun Nuzul, dan makna-makna yang terdapat dalam Alquran.
Di kehidupan masyarakat masih banyak orang yang keliru dalam memahami perbedaan antara tafsir dan terjemah. Banyak yang menganggap bahwa terjemahan sudah mewakili ilmu yang ada dalam Alquran. Akan tetapi kenyataannya masih banyak sekali ilmu dalam Alquran yang tidak bisa dibedah kecuali Ilmu tafsir. Pemahaman yang keliru itu menimbulkan munculnya informasi atau ilmu yang simpang siur yang disampaikan dengan sumber Alquran.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pernah mengingatkan orang-orang tentang dampak terhadap penyebaran kebohongan yang terangkum dalam sabdanya:
Dari al-Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu bahwasan nya Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas seseorang (selainku), Siapa yg berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempati tempat duduknya nya di neraka. (HR. Bukhari: 1291 & Muslim: 4.)
Dari situ bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya seseorang yang ingin menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, ilmu, atau untuk memecahkan sebuah permasalahan maka hendaknya orang tersebut harus mempunyai ilmu dan dasar yang nantinya ditujukan pada penggunaan Alquran dan hadis. Maka pendidikan di sekolah, Pesantren, dan perguruan tinggi haruslah mengajarkan tentang dasar-dasar dari bermedia sosial. Dan di antaranya adalah memperkuat tingkat literasi baik itu literasi umum, literasi tentang pendidikan, lebih-lebih literasi tentang ilmu agama.
Maka perlunya pendidikan literasi dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Pondok pesantren bisa menjadi salah satu acuan bagi masyarakat untuk menimba ilmu yang mana nantinya masyarakat lebih bisa memilih dan memilah informasi mana yang benar sumbernya dan tidak hanya itu, ilmu yang didapatkan diharapkan bisa menjadi tameng bagi dirinya, bagi keluarga, dan masyarakat luas. Sehingga tingkat penyebaran informasi yang simpang siur dapat diminimalisir.
Pada akhir tulisan, penulis memberikan sebuah imbauan agar dalam penggunaan media sosial haruslah berhati-hati. Bisa saja jari-jari kita khilaf dan kemudian menyebabkan kekacauan. Oleh karena itu, tetaplah waspada, teruslah membaca, dan perbanyaklah belajar berbagai ilmu terutama ilmu agama. Sehingga kita bisa menjadikan lingkungan kita, lingkungan yang damai, aman, dan harmonis baik dari segi toleransi, politik, ekonomi, pendidikan, lebih-lebih dalam hal agama.
0 Comments