WASPADA “BAHAYA” MENJADI ORANG BERILMU

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: M. Ma’ruf

Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin banyak pula privilege yang ia dapat, entah itu berupa materi, kedudukan, penghormatan di mata manusia, bahkan keutamaan-keutamaan di mata Allah. Banyak sekali hadis yang mengukuhkan keutamaan orang berilmu. Di antaranya adalah sabda Nabi saw:

“Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) dari orang yang ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan di malam purnama dari semua bintang-bintang.”

Dalam hadis lain Rasulullah saw. juga bersabda:

“Tidurnya seorang yang berilmu (yakni orang alim yang memelihara adab ilmu) lebih utama dari pada ibadahnya orang yang bodoh (yang tidak memperhatikan adabnya beribadah).”

Namun, ada pepatah lama yang mengatakan “semakin tinggi suatu pohon, semakin kuat pula angin yang menerjangnya.” Hal ini juga berlaku untuk orang berilmu. Di samping privilege yang didapat, ada juga “bahaya” yang selalu menunggu dan siap menerkam mereka kapan saja, bagaikan singa yang selalu siap menyergap buruannya. Lalu, apa saja hal-hal yang bisa membahayakan orang berilmu?

Salah satu bahaya yang paling mengancam, paling ultimate, dan paling tidak terasa kehadirannya adalah sifat sombong, atau merasa lebih baik dan merendahkan orang lain. Kenapa sifat sombong lebih mengancam orang yang berilmu? Karena orang yang sombong tentunya adalah orang yang punya sesuatu untuk disombongkan. Antara orang yang berilmu dan orang yang bodoh, yang cenderung berisiko terjerumus dalam jurang kesombongan tentu adalah orang berilmu karena “mereka punya ilmu” yang bisa disombongkan. Tidak mungkin orang bodoh menyombongkan kebodohannya dong! Dalam hal ini, memang kita bisa sepakat bahwa ada untungnya juga menjadi orang bodoh karena mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk terhindar dari sifat keiblisan yang satu ini. Namun, perlu diingat juga bahwa jurang-jurang yang siap menjerumuskan orang bodoh juga tak terhitung jumlahnya.

Lalu, kenapa sifat sombong menjadi bahaya paling ultimate bagi orang berilmu? Untuk mengetahui jawabannya, coba kita tilik Kembali kisah iblis. Dulunya, iblis adalah salah satu penduduk surga yang ternama, bahkan punya kedudukan tinggi di antara para malaikat. Ketika Allah menciptakan Nabi Adam, semua penghuni surga pun diperintahkan untuk bersujud kepada Nabi Adam, termasuk iblis yang notabenenya lebih senior dan lebih berkedudukan. Iblis pun membangkang dan justru berkata bahwa dia lebih baik daripada Nabi Adam. Mengapa dia yang diciptakan dari api harus bersujud kepada Nabi Adam yang diciptakan dari tanah liat? Begitulah kira-kira pemikiran iblis. Setelah itu iblis, pun di usir dari surga dan dilaknat oleh Allah karena kesombongannya. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa sombong ada dosa ultimate yang membuat iblis bernasib seperti sekarang. Lalu, apa jadinya jika kita mengikuti jejak-jejak kesombongan iblis dengan merendahkan orang lain? Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak akan masuk surga seorang yang dalam hatinya ada sebersit dari kesombongan.”

Selain dua kriteria bahaya yang disebutkan di atas, sifat sombong juga berbahaya karena sifat ini tidak terlalu terasa. Orang yang merasa lebih baik daripada orang lain cenderung tidak sadar bahwa yang dilakukannya itu salah. Hal ini dapat dengan mudah kita jumpai di media sosial, entah itu di Twitter, Facebook, Instagram, maupun kolom komentar di YouTube. Misalnya, ketika pada waktu lalu ada seorang entertainer yang melepas hijab, akun Instagramnya langsung diserbu oleh netizen. Ada yang mengingatkan, ada yang justru memberikan dukungan, tapi ada juga yang hanya memaki-maki dengan kata-kata yang merendahkan. Terlepas dari kontroversi dua kelompok sebelumnya, perbuatan kelompok terakhir ini cukup berbahaya. Kenapa demikian? Karena dalam hal ini, mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak benar. Kalau pun dalam hal ini si entertainer salah, perbuatan para pencaci tersebut juga tidak bisa dibenarkan. Kesalahan yang dilakukan oleh orang lain tidak semerta-merta membuat kita boleh merendahkannya. Ini adalah contoh betapa tidak terasanya ketika kita merasa lebih baik dan merendahkan orang lain. Mungkin dalam contoh ini, para pencaci tersebut bukanlah orang berilmu, tetapi orang berilmu tentu lebih besar kemungkinannya untuk merasa lebih baik dan merendahkan orang bodoh, bukan sebaliknya.

Bahaya lain yang harus dihadapi oleh orang berilmu adalah ilmu yang tidak diamalkan. Apa bahayanya tidak mengamalkan ilmu? Rasulullah saw. bersabda:

“Orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya.”

Orang yang tahu akan perkara yang wajib namun tetap ia tinggalkan tentu saja hukumannya lebih berat daripada orang yang meninggalkan perkara yang wajib karena ketidaktahuan. Sebaliknya, orang yang tahu akan perkara yang haram namun tetap ia lakukan tentu saja hukumannya lebih berat daripada orang yang melakukan perkara yang haram karena ketidaktahuan.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Bidâyatul Hidâyah mengatakan bahwa:

“Celaka sekali orang bodoh yang tidak belajar. Tapi celaka seribu kali orang alim yang tak mempraktikkan ilmunya.”

Membiarkan kebodohan adalah hal yang sangat merugikan. Namun, ada yang lebih parah dari ini, yakni orang berilmu, terutama ilmu akhlak, yang tingkah lakunya tidak mencerminkan ilmu yang dikuasainya. Hal ini tak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga bisa membahayakan orang lain. Dalam setiap apa pun yang kita miliki, termasuk ilmu, tersimpan tanggung jawab. Dalam hal ini, orang berilmu memiliki tanggung jawab untuk menerapkan ilmunya.

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang berilmu juga harus berhati-hati dalam bersikap. Ilmu yang tinggi tidak semerta-merta menghindarkan manusia dari hal-hal yang bisa merusaknya. Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa yang tawadhu’, maka Allah akan meninggikan derajatnya. Dan barang siapa yang sombong, maka Allah justru akan merendahkannya.”

Jika ilmu yang tinggi membuat kita sombong, merasa lebih baik, dan merendahkan orang lain, maka ilmu yang tinggi tersebut bagaikan senjata makan tuan yang justru bisa menjerumuskan kita dan membuat kita rendah di mata Allah.

Selain itu, jika semua ilmu yang kita punya tidak kita amalkan—kita meninggal perkara wajib meskipun tahu itu wajib, kita melakukan perkara haram meskipun tahu itu haram—maka justru itu akan memberatkan kita.

Lalu, apakah sebaiknya kita menjadi orang bodoh saja? Tentu saja tidak. Sudah dijelaskan di awal bahwa orang berilmu itu memiliki banyak keutamaan baik di dunia maupun di akhirat. Jadi, sampai kapan pun kita harus terus mencari ilmu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Tuntutlah ilmu sejak lahir hingga masuk ke liang lahat”

Oleh karena itu, semakin tinggi ilmu kita, maka kita harus bersikap selayaknya padi yang semakin berisi semakin menunduk, rendah hati, dan tidak merasa lebih baik daripada orang lain yang ilmunya lebih sedikit daripada kita. Seorang guru tidak selayaknya merasa lebih baik daripada muridnya. Seorang dosen tidak selayaknya merasa lebih baik daripada mahasiswanya. Dan seorang santri yang sudah bertahun-tahun mondok tidak selayaknya merasa lebih baik daripada orang yang belum pernah mondok sama sekali. Begitulah kiranya kita menjaga hati agar kita mendapatkan rido Allah swt. Aamiiin.


0 Comments

Leave a Reply