HAKIKAT CINTA KEPADA NABI
Oleh: Muhammad Fahmi Amrullah
Pada era sekarang ini banyak sekali bermunculan grup-grup selawat baru baik dengan memadukan alat musik modern ataupun mengaransemen lagu populer menjadi nada yang digunakan dalam sholawatan. Meskipun terdapat pro dan kontra mengenai hal tersebut, akan tetapi perlu diakui bahwa hal ini menjadikan daya tarik dan minat terhadap sholawatan kepada Nabi Muhammad SAW meningkat baik di kalangan santriwan-santriwati lebih-lebih kepada umum, tetapi dengan catatan tidak melebihi batas nilai dan norma yang berlaku.
Bentuk-bentuk cinta kepada Nabi pada era sekarang ini perlu diperjelas dan dipertegas lagi supaya tidak salah sasaran atau bahkan menyimpang. Hal ini penting untuk diingat sebab pada akhir-akhir ini terlihat gejala-gejala yang perlu mendapat perhatian dan pelurusan, di antaranya berlomba-lomba saling menyerukan selawat kepada Nabi, tetapi lupa bahwasanya bentuk cinta kepada nabi tidak hanya berupa sholawatan saja, melainkan mengikuti sunah-sunahnya, meneladani akhlaknya, menekuni dan mengembangkan ilmu-ilmu dari para ulama’ yang merupakan warisannya. Tentu saja sebagai umatnya, kita wajib bershelawat kepada nabi sebagai bentuk rasa terima kasih dan kecintaan kita terhadap junjungan kita, namun kita tidak lantas berhenti di situ saja, melainkan juga harus meneladani akhlak mulia beliau beserta ajaran-ajarannya dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti diterangkan di hadis berikut:
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: من أحب سنتى فقد أحبنى ومن أحبنى كان معى فى الجنة.
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas r.a., dari Rasulullah Saw., bahwa beliau bersabda, barang siapa mencintai sunahku maka sungguh ia telah mencintai aku, maka ia bersamaku di surga”
Di dalam kitab Durrotun Nasihin juga dijelaskan:
فمن أحب أن ينال رؤية النبي عليه الصلاة والسلام فليحبه حبا شديدا وعلامة الحب الاطاعة فى السنته السنية واكثار الصلاة عليه لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال من أحب شيئا اكثر من ذكره
Artinya: “Maka barang siapa menginginkan dapat melihat Rasulullah Saw., hendaklah ia mencintai beliau dengan kecintaan yang sungguh. Adapun tanda-tanda cinta Rasul itu adalah mengikuti Sunnah beliau yang mulia dan memperbanyak berselawat untuk beliau, sebab Rasulullah Saw, telah bersabda, ‘barang siapa mencintai sesuatu, maka ia tentu banyak menyebutnya,”
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa yaitu:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Artinya: “Barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling dari (ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 80)
Pada era sekarang ini banyak terjadi miskonsepsi mengenai kegiatan sholawatan. Hal ini dibuktikan dengan maraknya fenomena pamer sholawatan di media sosial. Tentu penulis tidak melarang atau bahkan mengharamkan mengunggah kegiatan Sholawatan di media sosial. Justru hal ini menjadi bagus sebab dapat mengajak para teman dan sanak saudara untuk berselawat bersama di gawai masing-masing. Akan tetapi bila isi unggahan tersebut tidak mencerminkan makna atau teladan daripada selawat itu sendiri, atau paling tidak berisi lantunan dari kegiatan selawat tersebut meskipun tidak mengetahui artinya, malahan berisi foto diri seseorang tersebut atau hal-hal yang tidak berhubungan lainnya yang memang diniatkan untuk pamer atau menarik perhatian lawan jenis, bukan untuk mengajak selawatan kepada khalayak umum, justru hal seperti inilah yang menjadikan esensi daripada selawat itu sendiri melenceng.
Dampak dari penyelewengan cinta terhadap Nabi bisa beragam, mulai dari melakukan tindakan yang merugikan orang lain, melakukan tindakan kekerasan, dan lain-lain. Al ini terjadi disebabkan oleh tidak adanya teladan yang dipetik dari Nabi untuk dijadikan karakter dalam beragam dan bermasyarakat secara umum. Padahal di dalam surat Al-Anbiya’ ayat 107 sudah dijelaskan bahwasanya Nabi Muhammad SAW diutus dengan tujuan sebagai rahmat bagi alam semesta. Akhlaq mulia yang dimiliki Nabi sejak kecil inilah menjadikan sekeliling beliau menjadi aman damai sentosa yang terhindarkan dari perpecahan dan permusuhan.
Dari penjelasan di atas, kita dapat menyadari bahwa inti dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah mengikuti dan meneladani sunah-sunah beliau dan memperbanyak membaca selawat kepada beliau. Ungkapan rasa cinta kita kepada beliau harus diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang berorientasi kepada nilai religi, bukan sebatas formalitas belaka apalagi sikap pamer dan ujub. Karena ujung dari rasa cinta itu adalah peningkatan kualitas diri dalam pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh beliau. Pengakuan cinta kepada beliau haruslah disertai perbuatan yang mencerminkan kecintaan kepada beliau, karena bila tidak, maka sama saja cinta itu bohong. Perhatikan pernyataan salah seorang waliyullah Hatim Az Zahid berikut ini:
من ادعى حب النبي صلى الله عليه وسلم من غير اتباع السنة فهو كذاب
Artinya: “Barang siapa mengaku cinta Rasulullah Saw. tanpa mau mengikuti perilaku beliau, maka ia adalah seorang pembohong.”
Penjelasan-penjelasan ini merupakan hakikat dari cinta Rasul yang sesungguhnya, agar kelak kita memperoleh syafaat beliau. Ada salah satu hadis yang diriwayatkan dari Aisyah R.A., dia berkata, ‘barang siapa mencintai Rasulullah SAW, maka ia memperbanyak membaca selawat untuk beliau. Adapun buahnya adalah memperoleh syafaat beliau dan dapat dan dapat menyertai beliau di surga”.
Dari penjelasan di atas bisa kita refleksikan sudah sampai manakah cinta kita kepada Nabi? Apakah masih berada di taraf rendah, atau sudah mengikuti sunah-sunah beliau dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita sudah mengikuti dan mencontoh perilaku beliau dengan benar? Perlu diingat kembali bahwa kita adalah umat beliau, apakah ada orang lain lagi yang lebih pantas untuk dijadikan teladan melebihi Nabi kita sendiri? Semoga kita semua senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah SWT serta mendapatkan syafa’at dari Nabi Muhammad SAW aamiin.
0 Comments