3 KUNCI HATI MERASAKAN LEZATNYA IMAN

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Ali Hasan Assidiqi

Rasulullah Saw. bersabda “Ada tiga perangai apabila ada pada diri seseorang hamba maka dia akan merasakan manisnya iman, yaitu menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada keduanya, mencintai seseorang karena Allah dan tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana dia tidak suka untuk dilemparkan ke api neraka”.

(HR. al-Bukhari)

Iman merupakan gizi dan suplemen untuk kekuatan hati sebagaimana makanan dan minuman yang merupakan sumber kekuatan badan. Sehingga dengan kekuatan tubuh ini maka dengan kondisi sehat semua makanan dan minuman terasa enak dirasakan hingga mengalir menjadi kekuatan tubuh. Demikian pula yang namanya hatipun akan merasakan lezatnya iman tatkala hati tenang, fikiran tenang dengan menjalahkan perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan nikmat dan ikhlas.

Pada hadits di atas mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. menerangkan ketika tiga perangai itu dapat terkumpul dalam diri seseorang hamba, maka ia akan merasakan lezatnya iman. Selain itu Imam an-Nawawi berkata bahwa hadits ini merupakan hadits yang agung, yang merupakan pokok dari pokok-pokok Islam. Para ulama mengatakan bahwa “makna manisnya iman adalah merasakan kelezatan ketika melakukan berbagai amalan ketaatan, rela memikul beban kesulitan dalam mencari keridhaan Allah dan rasulnya dan mendahulukan perkara tersebut daripada dunia. Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasulnya maka akan mendorong perintahnya dan menjauhi yang dilarangnya.

Adapun tentang 3 perangai yang menjadi kuncinya sebagai berikut:

Pertama, Mendahulukan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya. Cara menumbuhkan kecintaan kepada Allah bisa melalui pengenalan mendalam terhadap-Nya. Yaitu dengan mengenal nama-nama-Nya yang indah, sifat-sifat-Nya yang sempurna, dan perbuatannya yang agung. Begitupula dengan merenungi ciptaan-ciptaan-Nya yang sempurna, yang mengandung hikmah dan penuh dengan keajaiban. Hal tersebut mengandung hikmah, kesempurnaan, cinta dan kasih sayang Allah Swt. Seseorang yang cinta kepada Allah maka dia akan taat kepada-Nya karena kecintaan kepada sesuatu yang mengharuskannya taat. Sebagaimana ucapan sebagian ulama salaf “barangsiapa yang mengenal Allah maka dia akan mencintai-Nya dan barang siapa mencintai-Nya maka dia akan menaati-Nya”.

Kecintaan kepada Allah memiliki dua tingkatan yang meliputi: Wajib dan sunnah. Wajib yaitu kecintaan kepada Allah yang mengharuskan dia melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya  serta bersabar dalam menghadapi takdir yang buruk. Hal tersebut penting karena merupakan bukti atas kecintaannya terhadap Allah tuhan yang Esa. Sunnah yaitu kecintaan hamba kepada Allah dalam bentuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan amalan-amalan yang hukumnya sunnah sekalipun hal tersebut sangat dianjurkan atau tidak. Misalnya saja menjauhkan diri dari perkara-perkara yang syubhat (meragukan) dan makruh sekecil apapun bentuk dan jenisnya, serta ridha terhadap ketentuan-ketentuan Allah yang pahit baginya, dan tak mengeluh atas apa yang menimpanya sehingga dengan hal tersebut merupakan bukti atas cinta hambanya kepada Allah.

Adapun cara menumbuhkan kecintaan kepada Rasullulah Saw. adalah dengan mengenal sosok beliau dan sifat-sifatnya serta ajaran yang beliau suka. Hal ini misalnya saja dapat kita lihat dari beberapa contoh yaitu ketika Rasullulah berdakwah ke Thaif dari Mekkah (sebelum masa Madinah) beliau Rasulullah dicaci bahkan ada yang berani melemparkan barang-barang hingga kotoran namun beliau tetap sabar dan ikhlas serta tetap berdoa demi kebaikan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sosok dan sifat serta ajaran yang beliau bawa merupakan sesuatu yang harus dijaga, diteladani dan diamalkan.  Bukan hanya itu misalnya saja tentang hal berbagi dimana dapat kita lihat ketika beliau memberikan sebuah uang dan makanan setiap harinya kepada  seorang kakek tua yang waktu itu (awalnya) belum masuk Islam. Kakek tua tersebut buta dan tidak tahu siapa yang memberinya. Yang hanya dia ingat suara kelembutannya. Hingga ketika beliau berbicara ternyata kakek tersebut non muslim dan sering mencaci akan membunuhnya walaupun tidak kuat berjalan tetapi Rasulullah tetap menemani, memberikan makanan setiap hari dan tak pernah marah atau memukulnya. Ketika waktu Rasulullah wafat dan sahabat melihat kakek tersebut mencoba memberikannya juga dan berbicara namun kakek tersebut tahu orang itu berbeda dan ketika ditanya kemana orang yang dahulu maka sahabat menjawab ia telah meninggal dan ketika ia mengetahui bahwa itu Rasulullah ia menjadi muslim. Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa mencintai Rasulullah bisa melalui apapun yang beliau lakukan dan ajarkan sebab tak ada satupun yang beliau ajarkan selain kebaikan.

Kedua, Mencintai seseorang karena Allah. Cinta merupakan anugrah terindah dan spesial di dalamnya. Namun di era saat ini cinta ini sulit dibedakan dengan nafsu. Tak jarang banyak orang inginkan sesuatu hanya melihat wajah, harta dan tahta. Padahal kita sudah mengetahui dalam hadits bahwa memilih karena agama merupakan sesuatu yang tepat dan sempurna serta lebih utama.

Cinta di jalan Allah merupakan salah satu dasar keimanan dan merupakan tali keimanan yang paling kuat. Barangsiapa mendahulukan kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya daripada selain keduanya akan membuahkan cinta kepada orang lain semata-mata karena Allah bukan karena urusan pribadi atau nafsu. Demikian pula tatkala memberi atau menahan pemberian semata-mata juga karena Allah dan bukan dorongan hawa nafsu atau urusan dunia. Maka janganlah mencintai seseorang semata-mata karena harta, kedudukan, tampannya, cantiknya, atau sesuatu yang ada selain agama yang dilandaskan kepada Allah. Dan ketika seseorang telah mampu mencintai hingga sampai berkeluarga hingga ajal menjemput dengan penuh kasih sayang atas harapan Allah meridhai maka hal tersebut akan menambah iman lebih sempurna.

Ketiga, Tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka. Sesunguhnya tanda kecintaan seseorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mencintai segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan membenci sesuatu yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya dan itulah tanda keimanan. Kecintaan orang terhadap iman sangat besar bila dibandingkan dengan kecintaannya terhadap air yang dingin di saat cuaca panas dan sangat haus. Kebencian orang yang beriman kalau seandainya iman tersebut keluar dari dirinya adalah sangat besar bila dibandingkan dengan kebenciannya tatkala dirinya dibakar oleh api. Dan pernyataan yang demikian ini terbukti nyata pada kisah sebagian hamba Allah yang mempertaruhkan dirinya untuk dibakar dengan api daripada harus menukar keimanannya dengan kekafiran. Sebagaimana dalam kisah Ashabul Ukhdud  yang diceritakan dalam QS. Al-Buruj yang mengisahkan tentang keteguhan orang-orang beriman dimana mereka lebih memilih untuk terjun dalam parit api yang menyala-nyala daripada dipaksa untuk melepas keimanannya oleh seorang penguasa kafir ketika itu. Dan masih banyak lagi cerita orang muslim yang lebih memilih imannya untuk tetap menyembah Allah. dan hal ini yang menjadi contoh dari kita semua bahwa tetap menjaga iman merupakan sesuatu yang wajib dan yakin Allah akan memberikan kenikmatan yang luar biasa pada kita baik di dunia atau akhirat. Amin.

Categories: AQIDAH

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *