Strategi Efektif Dakwah dan Pengajaran Akidah Bagi Gen-Z Melalui Platform Sosial Media

Oleh: M. Chadimul Ulum
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk merumuskan strategi dakwah dan pengajaran akidah yang relevan, menarik, dan kontekstual bagi Gen-Z. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, kajian ini menganalisis konten dakwah di media sosial dan mengidentifikasi preferensi Gen-Z dalam menerima pesan keagamaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa strategi seperti digital storytelling, gamifikasi, blended learning, dan diskusi daring sangat efektif dalam menyampaikan pesan akidah kepada Gen-Z. Namun, penyederhanaan pesan yang berlebihan dalam dakwah digital dapat menyebabkan misinterpretasi ajaran Islam. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang seimbang antara teks dan konteks, serta keterlibatan emosional dan spiritual yang kuat. Studi ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan model pembelajaran akidah yang adaptif terhadap perkembangan zaman dan karakteristik generasi muda.
Kata Kunci: Generasi-Z, strategi dakwah, media sosial, pembelajaran digital.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia, keterhubungan manusia dengan agama merupakan sesuatu yang tak terelakkan. Hal ini disebabkan oleh peran penting agama dalam membentuk dinamika sosial masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai keagamaan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia. Dalam konteks ini, Islam hadir sebagai agama yang membawa ajaran universal dan abadi, sebab prinsip-prinsipnya tetap relevan dan mengikat sepanjang masa taklif. (Najamudin, 2020).
Setiap pemeluk agama Islam memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, yang dikenal dengan istilah dakwah. Islam disebut sebagai agama dakwah karena ajarannya menekankan pentingnya mengajak manusia kepada kebaikan (ma’ruf) serta mencegah mereka dari perbuatan buruk (munkar). Tujuan utama dari dakwah ini adalah untuk mewujudkan kehidupan yang diridhai oleh Allah SWT (Aftah A, 2024). Dalam al-Qur’an, ajakan untuk berdakwah ini termaktub dalam Surah Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ ِّ’منْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِّلَى الْخَيْرِّ وَيَأْمُرُوْنَ بِّالْمَعْرُوْفِّ وَيَنْهَوْنَ عَنِّ الْمُنْكَرِِّۗ وَاُو ˜’لىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِّحُوْنَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang- orang yang beruntung”
Setiap Da’i atau pendakwah sebaiknya memiliki pendekatan dan strategi tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, terlebih di era digital modern seperti sekarang ini. Strategi pada dasarnya merupakan berbagai bentuk usaha yang dilakukan guna mencapai tujuan dengan hasil yang optimal (Candra & Unik, H, 2021). Sementara itu, strategi dakwah diartikan sebagai proses perencanaan dan pengarahan seluruh kegiatan serta operasional dakwah Islam yang dilakukan secara objektif, ilmiah, dan memperhatikan aspek rasional, demi tercapainya tujuan ajaran Islam.(M. Rafiq, 2020)
Secara umum, generasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang lahir dalam rentang waktu tertentu dan memiliki pandangan budaya yang serupa, yang dibentuk oleh norma sosial dan perkembangan teknologi pada masa tumbuh kembang mereka. Dalam masyarakat, terdapat teori yang mengklasifikasikan generasi berdasarkan tahun kelahiran, biasanya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa besar berskala global. Berdasarkan data dari Beresford Research, pengelompokan generasi secara garis besar adalah sebagai berikut: Generasi Z mencakup mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dengan usia 11–26 tahun pada tahun 2023. Generasi Y atau Milenial lahir antara 1981 hingga 1996, berusia 27–42 tahun. Generasi X mencakup kelahiran antara 1965 hingga 1980 dengan usia 43–58 tahun. Generasi Baby Boomers lahir dari tahun 1946 hingga 1964, berusia 59–77 tahun. Generasi Pasca Perang Dunia lahir antara 1928 hingga 1945 dengan usia 78–95 tahun, sementara Generasi Perang Dunia II meliputi kelahiran 1922 hingga 1927 dengan usia 96–101 tahun pada tahun 2023. (Beresford, 2024)
Generasi Zoomer, atau yang lebih dikenal sebagai Gen-Z, terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 dan merupakan bagian dari bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Dalam konteks dakwah, Gen-Z dipandang sebagai sasaran yang sangat potensial untuk dijangkau. Keberhasilan dalam menyampaikan dakwah kepada generasi ini diyakini akan memberikan pengaruh besar terhadap masa depan bangsa, dengan hadirnya generasi yang unggul serta memiliki fondasi keagamaan yang kuat. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk merancang strategi dakwah yang sesuai dan selaras dengan karakteristik unik yang dimiliki oleh Gen-Z.(Erdin S, 2025)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siska Novra dan rekan-rekannya (2022), sejumlah studi telah menyoroti secara khusus keterkaitan antara Gen Z dan aktivitas dakwah. Namun, sebagian besar penelitian tersebut bersifat deskriptif, hanya menggambarkan realitas strategi dakwah yang ditujukan kepada Gen Z sebagai target audiens. Contohnya dapat dilihat dalam aktivitas dakwah Habib Husein Ja’far di berbagai platform digital maupun dalam program Log In di Close The Door (Nihayatul, H, 2023). Karena pendekatan studi yang digunakan bersifat deskriptif, temuan penelitian sangat bergantung pada representasi dakwah yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Hal ini menyebabkan terbatasnya ruang lingkup strategi dakwah yang dapat digambarkan secara menyeluruh.
Dengan demikian penelitian ini mampu mendorong peningkatan kesadaran serta pemahaman keagamaan di kalangan masyarakat, khususnya Generasi Z, melalui pemanfaatan media digital yang mereka gemari. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membantu mereka dalam memilah dan memilih konten keagamaan yang berkualitas serta sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. (Masripah dkk, 2024).
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Generasi Z
Generasi Z, atau yang kerap disebut Gen-Z, mencakup individu yang lahir antara tahun 1997 hingga awal 2010-an. Mereka merupakan generasi yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, sehingga memiliki kedekatan yang tinggi dengan perangkat teknologi, kemampuan multitasking yang baik, serta kebiasaan mengakses informasi secara cepat dan instan (Turner, 2015). Prensky (2001) menyebut Gen-Z sebagai digital natives, yaitu generasi yang belajar dan berinteraksi melalui media digital seperti video, media sosial, dan berbagai platform daring yang interaktif. Selain itu, Gen-Z juga dikenal dengan karakteristik seperti kemampuan berpikir kritis, kecenderungan untuk mengekspresikan pendapat secara bebas, serta rentang perhatian yang cenderung pendek saat menerima informasi (Seemiller & Grace, 2016). Ciri-ciri ini menghadirkan tantangan tersendiri, khususnya dalam dunia pendidikan, termasuk dalam penyampaian nilai-nilai keagamaan seperti akidah.
Pentingnya Pendidikan Akidah
Pendidikan akidah berperan sebagai dasar utama dalam membentuk karakter dan kepribadian seorang muslim. Akidah yang kuat dan benar akan membimbing cara berpikir, bersikap, serta berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Islam (Al-Attas, 1993). Namun, dinamika zaman dan arus globalisasi menuntut agar pendidikan akidah mampu beradaptasi dalam metode penyampaiannya, khususnya kepada generasi muda.
Menurut Qomaruddin (2010), menyatakan bahwa pendidikan akidah seharusnya tidak terbatas pada pengembangan aspek kognitif semata, melainkan juga perlu mencakup dimensi afektif dan psikomotorik. Dengan demikian, pendekatan yang diterapkan harus mampu menggugah kesadaran, membentuk perasaan, serta mendorong terwujudnya perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan Pengajaran Akidah bagi Gen-Z
Penyampaian materi akidah kepada Generasi Z membutuhkan metode yang berbeda dari pendekatan yang digunakan pada generasi sebelumnya. Model pengajaran tradisional yang cenderung bersifat satu arah dan menekankan hafalan dianggap kurang optimal bagi generasi ini (Syaiful Bahri Djamarah, 2002). Sebaliknya, Gen-Z lebih tertarik pada pendekatan yang melibatkan partisipasi aktif, interaksi dua arah, serta penggunaan elemen visual.
Penelitian oleh Rahmawati (2019) Hasil menunjukkan bahwa penggunaan media digital, animasi video, dan diskusi kelompok sebagai metode pengajaran lebih efektif dalam menarik minat serta memperdalam pemahaman siswa terhadap konsep akidah. Selain itu, pendekatan yang melibatkan aspek emosional dan spiritual, seperti melalui penyampaian cerita atau kisah-kisah inspiratif, juga terbukti memiliki dampak positif yang signifikan.
Pengembangan Metode Pengajaran yang Relevan dan Menarik
Dalam rangka menyampaikan materi akidah secara efektif kepada Gen-Z, beberapa pendekatan inovatif dapat diterapkan, antara lain:
- Blended Learning: Kombinasi antara pengajaran tatap muka dan pembelajaran daring menggunakan video, kuis interaktif, dan forum diskusi (Garrison & Vaughan, 2008).
- Gamifikasi: Mengintegrasikan unsur permainan dalam pengajaran, seperti melalui aplikasi edukatif berbasis Islam (Hamari et al., 2014).
- Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning): Mengaitkan materi akidah dengan kehidupan sehari-hari agar lebih relevan dan bermakna (Johnson, 2002).
Selain pendekatan tersebut, penting pula adanya keteladanan guru, pembinaan spiritual yang berkelanjutan, serta lingkungan belajar yang mendukung tumbuhnya nilai-nilai tauhid.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk menggali pemahaman mengenai persepsi, tanggapan, dan preferensi Gen-Z terhadap metode pembelajaran akidah melalui analisis konten yang terdapat di media sosial. Pendekatan kualitatif dipilih karena memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam mengeksplorasi makna, pengalaman, serta pandangan yang kompleks dari para responden atau sumber data.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan faktual bagaimana Generasi Z memanfaatkan media digital dalam mengakses serta menerima konten keagamaan (Iskandar, 2023). Proses analisis data dilakukan setelah seluruh data terkumpul, melalui langkah-langkah kualitatif seperti reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis difokuskan pada identifikasi tema-tema utama yang berkaitan dengan efektivitas, strategi, dan tantangan dakwah digital di kalangan Gen Z. Untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh, peneliti membandingkan hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Guna memastikan validitas data, dilakukan triangulasi sumber dengan cara membandingkan temuan dari berbagai media sosial, mengonfirmasi hasil dengan studi literatur sebelumnya, serta melibatkan wawancara singkat dengan beberapa pengguna Gen-Z sebagai data pelengkap. (Iskandar, 2023).
PEMBAHASAN
Penyampaian materi akidah kepada Generasi Z memerlukan pembaruan dalam metode pengajaran. Hal ini disebabkan oleh karakteristik khas Gen-Z yang sangat visual, terbiasa dengan dunia digital, berpikir kritis, serta lebih menyukai proses belajar yang ringkas namun memiliki kedalaman makna. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil analisis konten media sosial yang dikombinasikan dengan landasan teori yang relevan. berikut beberapa strategi yang dapat dikembangkan:
Pembelajaran Akidah yang Kontekstual
Hasil observasi terhadap berbagai konten dakwah dan pendidikan Islam di media sosial menunjukkan bahwa Gen-Z lebih tertarik pada materi akidah yang disajikan secara kontekstual, ringan, dan relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai contoh, video pendek di platform seperti TikTok dan Instagram Reels yang membahas konsep tauhid dalam konteks self-love, overthinking, dan pencarian jati diri mendapatkan respons yang lebih positif dibandingkan dengan ceramah konvensional yang berdurasi panjang. Fenomena ini memperkuat pandangan Seemiller dan Grace (2016) yang menyatakan bahwa Gen-Z menghargai konten yang cepat, langsung ke inti, dan bersifat personal. Mereka tidak hanya mencari pengetahuan, tetapi juga pengalaman spiritual yang mendalam dan sesuai dengan kenyataan hidup mereka.
Media Sosial sebagai Ruang Belajar Akidah
Media sosial telah menjadi platform pembelajaran nonformal yang penting bagi Gen-Z. Berbagai platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram kini banyak digunakan oleh pendakwah muda, santri kreatif, dan influencer muslim untuk menyampaikan pesan-pesan akidah dalam bentuk konten singkat, visual yang menarik, dan menggunakan bahasa yang familiar di kalangan anak muda. Contohnya, konten seperti “Akidah dalam 1 Menit” atau “Tauhid for Gen-Z” semakin populer karena cara penyampaiannya yang tidak terkesan menggurui, tetapi lebih menggugah minat.
Pendekatan seperti storytelling, ilustrasi animasi, dan diskusi santai sangat diminati oleh Gen-Z. Hal ini sesuai dengan penjelasan Prensky (2001) yang menyatakan bahwa generasi digital lebih cenderung menyukai metode pembelajaran yang interaktif, visual, dan melibatkan partisipasi aktif.
Tantangan: Polarisasi dan Misinterpretasi
Meski konten dakwah digital semakin populer, namun kemunculannya juga membawa tantangan, seperti penyederhanaan berlebihan yang terkadang menyebabkan kesalahpahaman dalam memahami konsep-konsep akidah. Beberapa narasi tentang tauhid sering kali dikaitkan dengan semangat motivasional atau dipresentasikan dengan cara yang sempit, tanpa merujuk pada dalil atau pemahaman yang sah dari para ulama. Pendidikan Islam harus memastikan keseimbangan antara makna, nilai, dan kebenaran, bukan hanya berfokus pada penyampaian informasi yang menarik.(al-Attas, 1993)
Strategi Pengembangan Metode yang Relevan
Agar pembelajaran akidah menjadi relevan dan menarik bagi Gen-Z, perlu dikembangkan strategi sebagai berikut:(Jonshon, 2002)
- Digital storytelling, Cerita merupakan alat yang sangat efektif dalam menyampaikan nilai-nilai akidah. Dengan menyajikan kisah para nabi, sahabat, atau tokoh muslim kontemporer dalam bentuk video pendek, animasi, atau podcast naratif, materi akidah dapat disampaikan dengan cara yang lebih emosional dan relevan. Misalnya, kisah Nabi Ibrahim dalam pencarian Tuhan atau kisah Ashabul Kahfi bisa dihubungkan dengan masalah identitas dan pencarian makna hidup yang banyak dirasakan oleh Gen-Z.
- Pemanfaatan aplikasi edukatif berbasis Islam, kuis interaktif, papan peringkat pembelajaran, dan lencana pencapaian dapat meningkatkan motivasi belajar. Gen-Z cenderung tertarik pada elemen kompetisi, penghargaan, dan tantangan, yang dapat dimanfaatkan dalam metode pengajaran berbasis permainan. Contohnya, aplikasi seperti Muslim Quiz dan Aqidah Adventure.Pembelajaran berbasis diskusi online atau mentoring spiritual lewat grup WhatsApp/Telegram.
- Penggabungan antara pembelajaran tatap muka (di kelas atau majelis) dengan pembelajaran daring menawarkan fleksibilitas serta kesempatan untuk pendalaman materi. Materi dasar dapat disampaikan melalui video atau e-learning, sementara refleksi dan diskusi dilakukan secara langsung atau dalam kelompok mentoring. Pendekatan ini mendukung personalisasi pembelajaran sekaligus mempertahankan interaksi sosial. (Bonk, C & Graham, 2004)
Untuk membuat pembelajaran akidah lebih bermakna bagi Gen-Z, guru atau pendidik perlu berperan sebagai edutainer spiritual, bukan sekadar sebagai pengajar. Strategi yang tepat adalah yang dapat menggabungkan kebenaran teks dengan pendekatan kontekstual, serta menyentuh aspek akal, emosi, dan pengalaman hidup Gen-Z.
KESIMPULAN
Di era digital yang terus berkembang, penyampaian ajaran Islam, khususnya akidah, kepada Generasi Z memerlukan pendekatan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Gen-Z adalah generasi yang tumbuh di tengah teknologi dan memiliki ciri khas seperti ketertarikan terhadap konten yang visual, singkat, kontekstual, dan personal. Oleh karena itu, metode pengajaran tradisional yang bersifat satu arah tidak lagi efektif. Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dakwah digital, seperti digital storytelling, gamifikasi, blended learning, dan diskusi daring, terbukti sangat efektif dalam menarik minat dan memperdalam pemahaman akidah di kalangan Gen-Z. Namun, tantangan muncul ketika penyederhanaan berlebihan terhadap ajaran dapat menyebabkan pemahaman yang salah. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara konten yang menarik dan kedalaman makna keislaman yang sahih. Guru dan pendakwah harus mampu bertransformasi menjadi edutainer spiritual yang menggabungkan kekuatan teks agama dengan pendekatan kontekstual yang dapat menyentuh akal, emosi, dan realitas kehidupan Gen-Z. Pendekatan ini tidak hanya menjawab tantangan zaman, tetapi juga menjadi langkah penting dalam membentuk generasi yang religius, cerdas, dan kritis di masa depan.
REFERENSI
Ainaya, Aftah. (2024) “SKRIPSI: STRATEGI DAKWAH DINDA IBRAHIM DALAM MENANAMKAN AKIDAH GEN-Z DI TIKTOK” FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, 2.
al-Attas, Mohsen. (1993) “Transient Induced Flow Through a Vertical Annulus” (JSME: International Journal Series B Fluids and Thermal Engineering) Vol 36, No 1 Page 156-165. https://doi.org/10.1299/jsmeb.36.156
Bahri, Syaiful & Dkk. (2002) “Psikologi Belajar”. Jakarta: Rineka Cipta
Beresford Reasearch. (2024) “Age Range by Generation,”
https://www.beresfordresearch.com/age-range-by-generation/.
Bonk, C. J., & Graham, C. R. (2006). The Handbook of Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs. San Francisco: Pfeiffer.
Choirrudin, C., Salsabila, & Hanifaj, U. (2021) Strategi Dakwah di Era Pandemi Covid” (Seminar Nasional Hasil Pelaksanaan Program Pengenalan Lapangan Persekolahan, 167.
Elvina, Novra, Dkk. (2022) “Strategi Dakwah Husein Ja’far Al Hadar Terhadap Generasi Z Di Indonesia.” (AL IMAM: Jurnal Manajemen Dakwah) no. 13–24. https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alimam/index.
Garrison, R & Vaughan, N. (2008) “Blended Learning in Higher Education: Framework, Principles, and Guidelines” Jakarta, Gramedia.
Hamari, Juho. (2014) “Measuring flow in gamification: Dispositional Flow Scale-2” ELSEVIER: Computers in Human Behavior, Volume 40, Pages 133-143. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.07.048
https://doi.org/10.1145/2739482.2756571
Husna, Nihayatul. (2023) “Login Di Close the Door: Dakwah Digital Habib Ja’Far Pada Generasi Z” (Selasar KPI: Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah), no. 1 38–47. https://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/selasar.
Iskandar, H. (2023). DAKWAH DIGITAL DARI GEN Z UNTUK GEN Z (GERAKAN DAKWAH MEDIA PESANTREN). JDARISCOMB: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 3(1). https://doi.org/10.30739/jdariscomb.v3i1.1991
Jonshon, & Jane, Mary. (2002) “The Medication Adherence Model: A Guide for Assessing Medication Taking” Research and Theory for Nursing Practice, Vol 16, Issue 3 DOI: 10.1891/rtnp.16.3.179.53008
Masripah, Anisah, A., Asep, & Marwah, S. (2024). PENGGUNAAN TEKNOLOGI DIGITAL TERHADAP PEMIKIRAN DAN PRAKTIK KEAGAMAAN GEN-Z. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 11(3), Article 3.
https://doi.org/10.38048/jipcb.v11i3.3624
Najmuddin. (2020). Strategi Dakwah dan Faktor Pengaruh. Tasamuh, 26.
Rafiq, M. (2020) Strategi Dakwah Antar Budaya. Hikmah Vol. 14 No. 2, 287.
Seemiller, C & Grace, M. (2017) “Generation Z: Educating and Engaging the Next Generation of Students” Sage Journals, Vol 22, No 3, https://doi.org/10.1002/abc.21293
Sumardianto, E. (2025) “DAKWAH KEPADA GEN Z: TINJAUAN KOMPONEN MANAJEMEN DAKWAH” (TANZHIM: Jurnal Dakwah Terprogram) ISSN ONLINE: 2987-9205 ISSN CETAK: 2988-067X, Vol 3 No 1, DOI: 10.55372/tanzhim.v3i1.39. https://tanzim.stidalhadid.ac.id Turner, A. (2015) “Cartesian Genetic Programming” Pages 179
0 Comments