Strategi Efektif Pengajaran Akidah untuk Meningkatkan Iman Generasi Z di Era Digital

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Renasa Dwi Ardana

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak

Artikel ini mengkaji strategi efektif dalam pengajaran akidah guna meningkatkan keimanan Generasi Z di era digital. Generasi ini memiliki karakteristik unik sebagai digital native yang sangat akrab dengan teknologi dan lebih menyukai pendekatan praktis, visual, serta kontekstual dalam pembelajaran. Tantangan dalam pengajaran akidah mencakup derasnya arus informasi digital, menurunnya otoritas tokoh agama, serta gaya hidup yang cenderung sekuler dan konsumtif. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif melalui studi literatur untuk mengeksplorasi strategi pembelajaran yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan media digital interaktif, pendekatan rasional dan kontekstual, keteladanan, serta kolaborasi dengan komunitas dan influencer Muslim dapat meningkatkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keimanan secara lebih mendalam dan berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat dan adaptif, pengajaran akidah dapat menjadi sarana penguatan iman sekaligus pembentukan karakter Islami di tengah tantangan era digital.

Kata Kunci: Akidah, Generasi Z, Era Digital, Strategi Pengajaran, Iman

PENDAHULUAN

Akidah merupakan inti ajaran Islam yang menjadi landasan keyakinan seorang Muslim dalam beragama. Dalam kehidupan seorang Muslim, akidah berfungsi sebagai pondasi dalam bersikap, berpikir, dan bertindak. Namun, tantangan penguatan akidah semakin kompleks di era digital, terutama bagi Generasi Z yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan digital yang serba cepat, terbuka, dan cenderung bebas. Akses informasi yang luas dan tidak terbatas melalui internet, media sosial, serta berbagai platform digital dapat berdampak pada pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keislaman, termasuk akidah.[1] Generasi Z dianggap sebagai generasi yang sangat memahami teknologi dan lebih menyukai pendekatan yang praktis, visual, serta relevan dengan kehidupan mereka. Pola pikir mereka lebih kritis dan rasional, namun juga mudah terdistraksi dan terpengaruh oleh konten digital yang tidak terfilter. Oleh karena itu, pengajaran akidah memerlukan strategi yang tidak hanya tekstual dan normatif, melainkan kontekstual dan interaktif, agar dapat menyentuh nalar serta hati generasi ini.

Strategi pengajaran akidah yang efektif tidak hanya berorientasi pada penyampaian materi, tetapi juga memperhatikan karakteristik peserta didik dan media yang digunakan. Penggunaan media digital, pendekatan rasional, keteladanan, serta kolaborasi dengan komunitas digital menjadi kunci keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai akidah secara mendalam. Dengan strategi yang tepat, pendidikan akidah dapat menjadi sarana penguatan iman dan pembentukan karakter Islami di tengah derasnya arus globalisasi dan sekularisasi yang dihadapi generasi Z.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi pustaka (library research). Data dikumpulkan dari berbagai literatur yang relevan, seperti buku, jurnal ilmiah, artikel daring, dan laporan penelitian. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), yakni dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menarik kesimpulan dari berbagai sumber pustaka yang membahas tema strategi pengajaran akidah dan karakteristik generasi

PEMBAHASAN

Karakteristik Generasi Z

Generasi Z adalah individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka adalah digital native, yang sejak kecil telah terbiasa dengan gawai dan internet.[2] David Stillman memberikan enam karakteristik anak generasi Z, yang berbeda dari generasi lain dalam penggunaan digital dan teknologi informasi. Generasi Z menggunakan teknologi dalam hampir semua aspek kehidupan sehari-hari mereka, terutama perangkat elektronik. Mereka bahkan lebih suka berkomunikasi melalui internet daripada bertemu secara langsung. ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain. Generasi Z cenderung lebih suka jika mereka diberi pujian, hadiah, reward, atau penghargaan atas apa yang telah mereka lakukan. Generasi Z menyukai hal-hal yang detail. Generasi Z cenderung menyukai hal-hal yang detail karena mereka kritis dalam berpikir dan detai dalam mengamati peristiwa atau masalah. Ini disebabkan oleh kemampuan mereka untuk mencari informasi hanya dengan menggunakan gadget mereka, hanya dengan sentuhan jari, sangat percaya diri dan menyukai kebebasan Anak generasi Z lahir di dunia modern, jadi mereka cenderung tidak menyukai pelajaran dengan pendekatan konvensional. Sebaliknya, mereka lebih suka pelajaran yang bersifat eksplorasi, yang membangun kepercayaan diri dan optimisme dalam banyak hal.Generasi ini tidak suka dikekang dan sangat menyukai kebebasan. kebebasan untuk berpikir, membuat, dan berkreasi. Anak-anak Generasi Z cenderung berperilaku cepat dan praktis. Karena lahir di era yang sangat cepat, membuat mereka tidak ingin menghabiskan banyak waktu untuk memecahkan masalah, sebaliknya, mereka cenderung lebih suka memecahkan masalah dengan cara yang praktis dan cepat, memiliki tekad yang kuat untuk mencapai mimpi mereka. Dengan lahirnya anak generasi Z yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas, mereka memiliki dampak tersendiri pada dunia pendidikan. Oleh karena itu, sebagai guru atau pendidik, Anda harus dapat mengajar anak agar meskipun mereka tidak diizinkan untuk melakukan apa yang mereka inginkan, mereka harus selalu berusaha untuk hidup sesuai dengan aturan, yang berarti mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zamannya.

Tantangan Pengajaran Akidah di Era Digital

Tantangan yang dihadapi dalam pengajaran akidah kepada generasi Z antara lain:

  1. Paparan informasi yang tidak terfilter dari berbagai sumber, termasuk konten yang menyimpang dari ajaran Islam.[3]
  2. Menurunnya otoritas guru dan institusi keagamaan karena banyaknya sumber alternatif di internet.
  3. Metode pengajaran yang monoton dan kurang relevan.
  4. Gaya hidup yang cenderung sekuler dan konsumtif.

Strategi Efektif Pengajaran Akidah

Diambil dari kata Yunani strategos, strategi  yang berarti memberdayakan elemen seperti perencanaan, teknik, atau cara dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum, menurut Dr. Syaiful Bahri Djamarah, strategi adalah suatu metode atau cara. Menurut teori Rober yang lebih luas, strategi adalah kumpulan rencana yang dibuat untuk mencapai suatu tujuan atau memecahkan masalah. [4]  Strategi dalam pendidikan didefinisikan sebagai rencana yang mencakup berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan akademik.. Karena ini adalah fase awal, strategi sangat penting, merupakan penentu keberhasilan rencana. Peran guru sangat penting dalam mencapai stategi rencana. Untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan moral, guru harus dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan menjadi contoh yang baik bagi siswanya. Guru juga harus memiliki kreativitas, pengetahuan yang luas, dan keterampilan yang diperlukan untuk mengajar. Berikut adalah strategi strategi nya:

Penggunaan Media Digital Interaktif

Platform seperti YouTube dapat dimanfaatkan untuk membuat konten video pendek mengenai konsep-konsep dasar akidah, seperti tauhid atau asmaul husna, dengan animasi dan narasi visual yang mudah dipahami. TikTok dan Instagram Reels dapat digunakan untuk mengemas dakwah dalam bentuk singkat, reflektif, dan relatable, seperti konten tentang keajaiban ciptaan Allah yang dikaitkan dengan fenomena alam atau sains.

Pendekatan Kontekstual dan Rasional

Contohnya adalah menjelaskan konsep tauhid dengan membandingkannya dengan prinsip keteraturan dalam alam semesta atau hukum-hukum fisika. Generasi Z yang akrab dengan logika dan sains akan lebih mudah menerima akidah yang dikaitkan dengan realitas ilmiah. Diskusi kelompok dan studi kasus dapat digunakan untuk membahas tantangan keimanan yang mereka hadapi sehari-hari, seperti atheisme, relativisme moral, atau pengaruh budaya populer.

Keteladanan dan Pembentukan Komunitas Digital Islami

Membangun komunitas seperti grup Telegram atau Discord untuk diskusi keislaman, kajian online rutin, dan tanya-jawab interaktif dengan ustaz/ustazah. Keteladanan juga bisa ditampilkan dalam bentuk vlog atau video dokumenter dari guru atau tokoh agama yang menunjukkan keseharian mereka dalam menjalankan nilai akidah.

Kolaborasi dengan Influencer Muslim

Menggandeng selebgram, YouTuber, atau TikTokers Muslim yang memiliki pengaruh besar untuk mengisi konten edukatif dengan bahasa ringan, humoris, namun tetap bermakna. Mereka bisa membuat kampanye digital seperti #HijrahBareng atau #RamadhanVibes yang menyentuh sisi emosional dan spiritual audiens muda.

Integrasi Kurikulum Akidah dengan STEAM

Misalnya dengan membuat proyek sains yang menjelaskan keesaan Tuhan melalui sistem tata surya, atau membuat karya seni digital yang merepresentasikan sifat-sifat Allah. Ini menggabungkan akidah dengan sains dan seni, sehingga peserta didik tidak hanya memahami konsep tetapi juga mampu mengekspresikannya.[5]

Gamifikasi dan Pembelajaran Berbasis Tantangan

Aplikasi seperti Kahoot! dan Quizizz dapat digunakan untuk membuat kuis akidah interaktif dengan sistem poin dan leaderboard. Tantangan harian seperti “1 Hari 1 Ayat” atau “30 Hari Menulis Tentang Allah” bisa diberikan dengan reward digital untuk meningkatkan motivasi.

Pendekatan Personal dan Mentoring

Mentoring dapat dilakukan secara daring, misalnya melalui sesi one-on-one bulanan atau grup mentoring kecil via Zoom. Ini membantu peserta didik mengatasi keraguan atau krisis iman secara personal dan berkelanjutan.

Pelatihan Guru dan Literasi Digital Islami

Agar strategi-strategi di atas berhasil, pendidik harus dibekali dengan pelatihan yang memadai, baik dalam hal pedagogik digital maupun literasi keislaman kontemporer. Kurikulum pelatihan guru perlu menyertakan modul tentang cara membuat konten Islami yang kreatif, cara berdakwah di media sosial, serta etika digital dalam dakwah.[6]

Kesimpulan

Pengajaran akidah kepada Generasi Z di era digital menuntut pendekatan yang adaptif, inovatif, dan kontekstual. Sebagai generasi yang lahir dan tumbuh dalam ekosistem digital, pendekatan tradisional yang tekstual dan normatif tidak dapat mencapai mereka. Strategi pengajaran yang mengintegrasikan media digital interaktif, pendekatan rasional dan kontekstual, keteladanan melalui komunitas digital Islami, serta kolaborasi dengan influencer Muslim terbukti mampu meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai keimanan secara lebih mendalam. Selain itu, pelatihan guru dan literasi digital Islami menjadi elemen penting dalam mendukung keberhasilan implementasi strategi tersebut. Dengan demikian, pengajaran akidah yang relevan dan kreatif diharapkan dapat memperkuat iman serta membentuk karakter Islami Generasi Z secara berkelanjutan di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Marc Prensky. “Digital Natives, Digital Immigrants.” On the Horizon 9, no. 5 (2001): 1-6. https://www.marcprensky.com/writing/Prensky%20-%20Digital%20Natives,%20Digital%20Immigrants%20-%20Part1.pdf

Muhaimin, P. P. I. (2004). Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. In Bandung: PT Rosda karya

Dedi Kurniawan. “Media Interaktif dalam Pendidikan Islam: Peluang dan Tantangan.” Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 12, No. 1 (2021): 23-35. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jpai/article/view/17869

Komaruddin Hidayat. Psikologi Agama: Memahami Perilaku Keagamaan dengan Pendekatan Psikologi. Jakarta: Kompas, 2016.

Siti Amalina. “Integrasi STEAM dalam Kurikulum Pendidikan Islam: Studi Konseptual.” Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 8, No. 2 (2023): 144-157. https://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tadrib/article/view/15371

Dadan Hamdani. “Pengembangan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Berbasis Teknologi Digital.” Jurnal Pendidikan Agama Islam (JPAI), Vol. 18, No. 2 (2022): 97-110. https://ejournal.uinsgd.ac.id/index.php/jpai/article/view/12801

[1] Marc Prensky, “Digital Natives, Digital Immigrants,” On the Horizon 9, no. 5 (2001): 1-6,

[2] Komaruddin Hidayat, Psikologi Agama: Memahami Perilaku Keagamaan dengan Pendekatan Psikologi (Jakarta: Kompas, 2016).

[3] Dedi Kurniawan, “Media Interaktif dalam Pendidikan Islam: Peluang dan Tantangan,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 12, no. 1 (2021): 23–35

[4] Muhaimin, P. P. I. (2004). Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. In

Bandung: PT Rosda karya

[5] Siti Amalina. “Integrasi STEAM dalam Kurikulum Pendidikan Islam: Studi Konseptual.” Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 8, No. 2 (2023): 144-157.

[6] Dadan Hamdani. “Pengembangan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Berbasis Teknologi Digital.” Jurnal Pendidikan Agama Islam (JPAI), Vol. 18, No. 2 (2022): 97-110.


0 Comments

Leave a Reply