MENANAMKAN NILAI-NILAI AQIDAH DAN AKHLAK DARI PERSPEKTIF AL QURAN DAN HADIST

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: ABDUL SYAWAL

EMAIL : [email protected]

Pengertian Aqidah

Aqidah  adalah  bentuk  masdar  dari  kata  ‘aqada,  ya’qidu, ’aqdan-‘aqīdatan  yang berarti  simpulan,  ikatan,  sangkutan,  perjanjian  dan  kokoh.  Sedang  secara  teknis,  aqidah   berarti   iman,   kepercayaan   dan   keyakinan.   Tumbuhnya   kepercayaan   tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud akidah adalah kepercayaan yang menghujam atau  tersimpul  di  dalam  hati. Sedangkan  menurut  istilah,  akidah  adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram karenanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan. Hasbi  Ash  Shiddiqi  mengatakan  aqidah  menurut  ketentuan  bahasa  (bahasa  arab)  ialah  sesuatu  yang  dipegang  teguh  dan  terhunjam  kuat  di  dalam  lubuk  jiwa  dan tak dapat beralih darinya.  Adapun akidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltut adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan. Aqidah adalah urusan yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, menentramkan jiwa    dan    menjadi    keyakinan    yang    tidak    bercampur    dengan    keraguan. Karakteristik  Aqidah  Islam  sangat  murni,  baik  dalam  proses  maupun  isinya. Aqidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia sehingga segala akitivitas tersebut bernilai ibadah. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki oleh manusia sejak lahir. Manusia   sejak   lahir   telah   memiliki   potensi   keberagamaan   (fitrah),   sehingga   sepanjang   hidupnya   manusia   membutuhkan   agama   dalam   rangka   mencari   keyakinan  terhadap  Allah  SWT.  Aqidah  Islam  berperan  memenuhi  kebutuhan  fitrah  manusia  tersebut,  menuntun  dan  mengarahkan  manusia  kepada  keyakinan  yang benar tentang Allah SWT. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama   sebagai   kebutuhan   fitrah   manusia   akan   senantiasa   menuntut   dan   mendorongnya untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti, sehingga kebutuhan   rohaniahnya   dapat   terpenuhi.   Misalnya,   seseorang   yang   berkeyakinan  bahwa  setiap  rezeki  dan  segala  ketentuannya  sudah  ditetapkan  oleh  Allah  SWT  akan  merasa  tenang  dan  tidak  khawatir  akan  rezeki  yang  didapatnya  setiap  hari.  Bahwa  setiap  orang  berikhtiar  untuk  menjemput  rezeki  yang  telah  ditetapkan  merupakan  sebuah  kewajiban.  Akan  tetapi  ketika  telah  masuk  pada  persoalan  hasil,  mutlak  hak  prerogatif  Allah  swt.  Oleh  karena  itu,  seseorang  yang  mempunyai  akidah  yang  mantap  tidak  akan  pernah  khawatir  dan  hidupnya  akan  senantiasa berada ketenangan. Keyakinan   terhadap   Allah   SWT   yang   diberikan   kepada   manusia   berfungsi   memberikan arahan dan pedoman yang pasti, sebab akidah menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah memberikan pengetahuan berasal dari apa dan dari mana manusia diciptakan. Dengan mengetahui jawaban ini minimal akan memberikan  manfaat  bahwa  tidak  ada  yang  dapat  manusia  sombongkan,  kecuali  yang “Maha Sombong”.  Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan  seorang  muslim.  Abu  al-A’la  Al-Maududi  menyebutkan  pengaruh  akidah tauhid sebagai berikut :

a). Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik

b). Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri

c). Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat

d). Membentuk manusia menjadi jujur dan adil

e). Menghilangkan  sifat  murung  dan  putus  asa  dalam  menghadapi  setiap  persoalan dan situasi

f). Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme

g). Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani; tidak gentar menghadapi risiko, bahkan tidak takut kepada maut

h). Menciptakan sikap hidup damai dan ridlā

i). Membentuk   manusia   menjadi   patuh,   taat   dan   disiplin   menjalankan   peraturan ilahi.

Pengertian Akhlak

Akhlak secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya akhlāq yang berarti budi  pekerti,  etika,  moral.  Demikian  pula  kata  khuluq  mempunyai  kesesuaian  dengan khilq,  hanya  saja  khuluq  merupakan  perangai  manusia  dari  dalam  diri  (ruhaniah) sedang khilq merupakan perangai manusia dari luar (jasmani). Ibnu  Maskawaih  dalam  bukunya  Tahdzīb  al-Akhlāq  wa  Thathīr  al-A’rāq mendefinisikan  akhlak  dengan  keadaan  gerak  yang  mendorong  ke  arah  melakukan  perbuatan  dengan  tidak  memerlukan  pikiran. Menurut  Ahmad  Amin,  yang  disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak. Dalam penjelasan beliau, kehendak ialah  ketentuan  dari  beberapa  keinginan  sesudah  bimbang,  sedangkan  kebiasaan  ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan. Jika kehendak itu dikerjakan berulang-kali sehingga menjadi kebiasaan, maka itulah yang kemudian berproses  menjadi  akhlak.  Akhlak  adalah  keadaan  jiwa  seseorang  yang  mendorongnya  untuk  melakukan  perbuatan  tanpa  terlebih  dahulu  melalui  pemikiran  dan pertimbangan. Imam Ghazali dalam kitabnya Ihyā` ‘Ulūm al-dīn menyatakan akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang lahir dari perbuatan dengan mudah tanpa melalui pemikiran. Dari berbagai pendapat dirumuskan bahwa nilai-nilai Islam  mempunyai titik tekan yang   sama   tentang   apa   pendidikan   akhlak   itu   sendiri.   Pendidikan   akhlak   merupakan  suatu  sarana  pendidikan  agama  Islam  yang  di  dalamnya  terdapat  bimbingan  dari  pendidik  kepada  peserta  didik  agar  mereka  mampu  memahami,  menghayati,  dan  meyakini  kebenaran  ajaran  agama  Islam,  kemudian  mengamalkannya  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Namun  yang  lebih  penting,  mereka  dapat terbiasa melakukan perbuatan dari hati nurani yang ikhlas dan spontan tanpa harus menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits.

Penanaman Nilai-Nilai Aqidah Dan Akhlak

Secara umum, strategi merupakan garis besar untuk bertindak dalam usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan dan sebagai pola-pola umum kegiatan guru beserta peserta didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rancangan  kegiatan  yang  didesain  untuk  mencapai  tujuan  pendidikan  tertentu.  Pengertian   tersebut   dapat   disimpulkan   sebagai   rencana   tindakan   (rangkaian   kegiatan) termasuk metode dan pemanfaatan sumber daya (guru maupun peserta didik)  dalam  penggunaan  strategi  sebagai  upaya  pencapaian  tujuan  pembelajaran  agar tercapai dengan optimal. Adapun  beberapa  strategi  yang  dapat  digunakan  oleh  guru  dalam  menanamkan  nilai-nilai keagamaan antara lain:

  1. Keteladanan

Keteladanan dalam bahasa arab disebut uswah, iswah, qudwah, qidwah yang berarti perilaku baik yang dapat ditiru oleh orang lain. Dalam membina dan mendidik anak  (peserta  didik)  tidak  hanya  dapat  dilakukan  dengan  cara  model-model pembelajaran  modern,  tapi  juga  dapat  dilakukan  dengan  cara  pemberian  contoh  yang teladan kepada orang lain. Penggunaan metode keteladanan ini dapat tercapai dengan maksimal jika seluruh keluarga lembaga pendidikan menerapkan atau mengaplikasikan dengan mantap. Misalnya seorang ayah yang menyuruh anaknya untuk mengerjakan ibadah salat, sedangkan ayahnya tidak memberikan contoh dan langsung bergegas mengerjakan ibadah salat. Guru sebagai teladan yang baik bagi peserta didiknya hendaknya menjaga dengan baik perbuatan maupun ucapannya sehingga naluri anak yang suka menirukan dan mencontoh  dengan  sendirinya  akan  mengerjakan  apa  yang  dikerjakan  maupun  yang sarankan oleh guru. Perbuatan yang dilihat oleh anak, secara otomatis akan masuk kepada jiwa kepribadian si anak, kemudian timbul sikap-sikap terpuji pada perilaku anak. Sebagaimana tokoh psikologi berpendapat:  “apabila  anak  mendengar  orang  tuanya  mengucapkan  asma  Allah  SWT,  berikut anak sering melihat orang tuanya menjalankan perintah-perintah Allah  SWT  (ibadah),  maka  hal  itu  merupakan  bibit  dalam  pembinaan  mental jiwa anak”.

  1. Pembiasaan

Metode  pembiasaan  adalah  suatu  cara  yang  dapat  dilakukan  untuk  membiasakan  anak  berpikir,  bersikap,  bertindak  sesuai  dengan  ajaran  agama  Islam.  Metode  ini  sangat praktis dalam pembinaan dan pembentukan karakter anak usia dini dalam meningkatkan  pembiasaan-pembiasaan  dalam  melaksanakan  suatu  kegiatan  di  sekolah.  Hakikat  pembiasaan  sebenarnya  ialah  pengalaman.  Pembiasaan adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu rangkaian tentang perlunya melakukan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan setiap hari. Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak sejak dini. Pembiasaan merupakan penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucap-kan  sesuatu,  agar  cara-cara  yang  tepat  dapat  disukai  oleh  anak.  Pembiasaan  pada hakikatnya mempunyai implikasi yang lebih mendalam dari pada penanaman cara-cara berbuat dan mengucapkan. Dalam bidang keilmuan psikologi pendidikan, metode pembisaan dikenal dengan istilah operan conditioning,   mengajarkan   peserta   didik   untuk   membiasakan   perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas, jujur, dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan. Pembiasaan sengaja melakukan sesuatu secara  berulang-ulang  agar  sesuatu  itu  dapat  menjadi  kebiasaan.  Pembiasaan sebenarnya  adalah  pengalaman,  yang  dibiasakan  adalah  sesuatu  yang  diamal-kan. Pembiasaan menentukan manusia sebagai sesuatu yang diistimewakan, yang dapat  menghemat  kekuatan,  karena  akan  menjadi  kebiasaan  yang  melekat  dan  spontan  agar  kekuatan  itu  dapat  dipergunakan  untuk  berbagai  kegiatan  dalam  setiap pekerjaan dan aktivitas lainnya. Dalam  kehidupan  sehari-hari,  pembiasaan  merupakan  hal  yang  sangat  penting,  karena  banyak  dijumpai  orang  berbuat  dan  berperilaku  hanya  karena  kebiasaan  semata-mata.  Pembiasaan  dapat  mendorong  mempercepat  perilaku,  dan  tanpa  pembiasaan  hidup  seseorang  akan  berjalan  lamban,  sebab  sebelum  melakukan  sesuatu  harus  memikirkan  terlebih  dahulu  apa  yang  akan  dilakukannya.  Metode  pembiasaan  penanaman  nilai-nilai  keagamaan  kepada  peserta  perlu  diterapkan  oleh guru dalam proses pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik dengan  sifat-sifat  terpuji  dan  baik,  sehingga  aktivitas  yang  dilakukan  oleh  peserta  didik terekam secara positif.

  1. Nasihat

Metode ini merupakan metode fleksibel yang dapat digunakan oleh para pendidik. Kapan pun  dan  di  mana pun  setiap  orang  yang  melihat  kepada  kemungkaran  atau  melanggar norma-norma adat kebiasaan suatu kelompok, maka minimal yang bisa kita lakukan adalah dengan cara menasihati. Bagi seorang guru metode menasihati peserta  didiknya  dalam  konteks  menanamkan  nilai-nilai  keagamaan  mempunya  ruang yang sangat banyak untuk dapat mengaplikasikan kepada peserta didiknya, baik  di  kelas  secara  formal  maupun  secara  informal  di  luar  kelas.  Akan  tetapi, penggunaan  metode  ini  dalam  menanamkan  nilai-nilai  keagamaan  pada  peserta  didik  perlu  mendapatkan  perhatian  khusus.  Jangan  sampai  niat  sebagai  seorang  pendidik  memberikan  arahan,  petuah  bahkan  nasehat  kepada  peserta  didiknya  mendapat  penolakan  karena  gaya  bahasa  yang  terlampau  menyakiti  dan  sulit  diterita oleh peserta didik, sekalipun yang disampaikannya adalah benar. Oleh  karena  itu,  ada  beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  oleh  para  pendidik,  orang tua, dan para da’i atau guru dalam memberikan nasihat:

a). Memberi nasihat dengan perasaan cinta dan kelembutan. Nasihat orang-orang yang  penuh  kelembutan  dan  kasih  sayang  mudah  diterima  dan  mampu  mengubah kehidupan manusia.

b). Menggunakan gaya bahasa yang halus dan baik.

“Maka   disebabkan   rahmat   dari   Allah lah   kamu   berlaku   lemah   Lembut   terhadap  mereka.  Sekiranya  kamu  bersikap  keras  lagi  berhati  kasar,  tentulah  mereka  menjauhkan  diri  dari  sekelilingmu.  Karena  itu  maafkanlah  mereka,  mohonkanlah  ampun  bagi  mereka,  dan  bermusyawarahlah  dengan  mereka  dalam  urusan  itu.  Kemudian  apabila  kamu  telah  membulatkan  tekad,  maka  bertawakallah  kepada  Allah.  Sesungguhnya  Allah  menyukai  orang-orang  yang  bertawakal kepada-Nya.” ( QS. Ali Imran ayat 159 )

c). Meninggalkan   gaya   bahasa   yang   kasar   dan   tidak   baik,   karena   akan   mengakibatkan  penolakan  dan  menyakiti  perasaan.  Metode  para  nabi  dalam  dakwah adalah kasih sayang dan kelembutan.

d). Pemberi  nasihat  harus  menyesuaikan  diri  dengan  aspek  tempat,  waktu,  dan  materi.

e). Menyampaikan hal-hal yang utama, pokok, dan penting.

“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa  yang  menimpa  kamu.  Sesungguhnya  yang  demikian  itu  termasuk  hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.  Sesungguhnya  Allah  tidak  menyukai  orang-orang  yang  sombong  lagi  membanggakan diri.” ( QS. Luqman ayat 17-18 )

Jika hal ini perhatikan oleh guru, orang tua, da’i dalam memberikan nasehat kepada peserta  didiknya,  keberhasilan  yang  akan  tercapai  tidak  akan  lama.  Tetapi  jika  pemberian  nasihat  tanpa  memperhatikan  aspek-aspek  mendasar  dan  mengetahui  kejiwaan  seseorang,  maka  yang  terjadi  adalah  timbul  penolakan,  bahkan  pemberontakan.

  1. Tsawāb (Hukuman)

Salah  satu  upaya  mewujudkan  tujuan  pendidikan  adalah  perlunya  ditanamkan  sikap   disiplin   dan   tanggung   jawab   yang   besar   dalam   proses   pembelajaran.   Konsistensi  sikap  disiplin  dan  rasa  tanggung  jawab  dalam  proses  pembelajaran  sangat  diperlukan  sehingga  diperlukan  metode  atau  tindakan-tindakan  preventif,  salah  satu  metode  tersebut  ialah  pemberian  hukuman  atau  punishment dalam satuan  pendidikan  yang  bertujuan  mengiringi  proses  pembelajaran  agar  ter-capainya  tujuan  pendidikan  yang  telah  diharapkan.  Adapun  proses  pemberian hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahan peserta didik yang melanggar tata tertib dalam satuan pendidikan. Elizabeth B. Hurlock memaparkan bahwa: “Punishment means to impose a penalty on  a  person  for  a  fault  offense  or  violation  or  retaliation”.  Hukuman  ialah  menjatuhkan  suatu  siksa  pada  seseorang  karena  suatu  pelanggaran  atau  kesalahan  sebagai ganjaran atau balasannya. 34Untuk  memperjelas  metode  hukuman  ini  agar  tidak  dipahami  dengan  setengah-setengah,  perlu  dilihat  hadis  nabi  yang  memerintahkan  umatnya  untuk  melaksanakan ibadah salat ketika usia memasuki usia 7 tahun dan memerintahkan untuk memukulnya ketika pada usia 10 tahun jika tidak mengerjakan salat.

 

مروا أولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين ,واضربوهم عليها وهم ابناء عشر,وفرقوا بينهم في   المضاجع

Artinya : ” Perintahkanlah anakmu salat saat ia berumur 7 tahun, dan pukullah ( hanya sebagai pelajaran ) dan pisahkanlah ranjang mereka ( tidak boleh seranjang dengan anak yang beda kelamin dengan orang tua ) ketika berumur 10 tahun.” ( HR. Abu Dawud )

Dari pemaparan hadis di atas, dapat diambil pengertian bahwa anak harus disuruh mengerjakan salat ketika berusia tujuh tahun agar terbiasa menjalankannya dalam kehidupan  sehari-hari,  apabila  anak  tidak  mengerjakan  salat,  maka  hukumlah dengan   pukulan.   Makna   dari   kata   (pukullah)   dalam   hadis   tersebut   adalah   memberikan peringatan dengan tujuan memberikan pelajaran. Tujuan pemberian hukuman  pukul  sebagai  tindakan  pencegahan  (preventif)  agar  anak  pada  usia  10  tahun  akan  melaksanakan  ibadah  salat  lima  waktu  sebagai  bentuk  penghambaan  diri kepada Tuhan yang maha esa. Model penanaman nilai dengan metode hukuman menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Akan tetapi kontroversi tersebut akan dapat diminimalisir  jika  metode  ini  mempunyai  syarat-syarat  yang  harus  dilakukan  ketika  memberlakukan sebuah hukuman, di antaranya:

 a) pemberian  hukuman  harus  dilandasi  dengan  cinta,  kasih  sayang  kepada  peserta didik, bukan karena sakit hati atau kemarahan seorang guru

b) Pemberian  hukuman  merupakan  cara  dan  alternatif  yang  terakhir  dalam  mendidik siswa. Selain model hukuman yang mendidik, cara ini juga sebisa mungkin menjadi jalan yang terakhir dalam proses pembelajaran

c) Harus menimbulkan kesan jera kepada peserta. Perlu digarisbawahi, kesan jera  yang  timbul  dari  peserta  didik  bukan  karena  hukumannya  yang  keras  lagi  kasar,  tetapi  ada  berbagai  metode-metode  lain  yang  dapat  diterapkan  oleh guru.

d)Harus  mengandung  unsur  edukasi.  Jika  metode  hukuman  terpaksa  harus  dilaksanakan, maka jenis hukuman harus bersifat mendidik. Metode  pemberian  hukuman  berupa  siksaan  atau  pukulan  kepada  peserta  didik  merupakan  bentuk  tindakan  pencegahan  bagi  seorang  anak  dan  dengan  tujuan  tidak  untuk  mencederai  peserta  didik,  sehingga  peserta  didik  sadar  akan  kewajibannya sebagai seorang pelajar.

DAFTAR PUSTKA

Damayanti, S. (2017). PEMBELAJARAN AKIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN SURAH AL ANAM AYAT 151-153 .

Dr. Hj. Mila Hasanah, M. (2021). PEMBELAJARAN AKIDAH DALAM AL-QURAN.

Firdaus, I. A. (2017). NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN.

Hasanah, R. (2020). PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PRESPEKTIF AL QURAN DAN HADIST .

Yusuf Ahmad, S. T. (2018). PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKIDAH MELALUI MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM.

R, G. N. (2017). PENDIDIKAN AQIDAH DALAM PERSPEKTIF HADITS.

 


0 Comments

Leave a Reply