Rekonstruksi Sosial akan Sedekah dan Pengemis
Oleh: Fahmi Fardiansyah
“Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya” (Q.S ad-Dluha ayat 10)
TEMPO.CO, Jakarta- Seorang pengemis kaya diamankan saat razia gelandangan dan pengemis di Sampit, kAbupaten Kotawaringin Timur. “saat razia Sabtu sore kemarin, ada pengemis yang setelah diperiksa ternyata memiliki mobil sedan, kartu ATM, dan kartu kredit. Selain itu, ada beberapa pengemis lain yang terjaring,” kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotawaringin Timur Bima Ekawardhana di Sampit, Minggu 12 Juni 2016.
Pengemis kaya itu adalah Arif Komady, yang mengaku berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengakuan tersebut didukung bukti mobil sedan miliknya yang menggunakan nomor polisi Kalimantan Selatan. Arif dan dua pengemis lainnya terjaring saat Satuan Polisi Pamong Praja bersama Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Korawaringin Timur melakukan razia di kawasan Taman Kota dan ikon kota Patung Jelawat. Kepada petugas, Arif mengaku datang ke Sampit bersama istri dna anaknya dengan tujuan mengemis. Cacat fisik yang dideritanya menjadi modal dia mencari banyak uang dengan memanfaatkan rasa iba para dermawan.
Menggunakan mobil sedannya, Arif mengaku dalam sebulan terakhir sudah mengemis di beberapa kota, seperti Kapuas, Palangka Raya, Kasongan, Kereng Pangi, dan Sampit. Melihat kondisi tubuhnya yang cacat, memang orang tidak percaya dia memiliki dan mampu mengendarai mobil. Kejadian ini kembali menunjukkan fakta bahwa memang tidak sedikit orang yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan.
Serasa pengemis adalah tipuan bagai mereka yang ingin mengamalkan sunnah. Mereka menjadikan mengemis sandaran hidup bukan bekerja. Pantaskah mengemis dijadikan pekerjaan ? pastilah terang jawabannya hal itu tidak mungkin menjadi pekerjaan. Bayangkan jika ia legal, tak terbayang berapa banyak jumlah pengemis seluruh Indonesia per-bulan. Mereka bekerja di hari Senin sampai hari Jumat, Sabtu dan Minggunya mereka gunakan untuk mengemis. Padahal secara estetika dan etika mengemis adalah simbol kelemahan, kemiskinan, rendah, yang hidup bergantung rasa iba manusia lain, dan tiada skill yang mereka miliki. Apakah Allah menciptakan manusia untuk menjadi rendah ?
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam dan Kami angkut mereka di daratan dan di lautan dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (Q.S al-Isra’ ayat 70).
Begitu mulia nya manusia hingga manusia itu sendirilah yang merendahkan dirinya sendiri, bukan Allah tapi mereka sendiri.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah mereka itu sebagai binatang ternak bahkan mereka lebih sesat mereka itulah orang-orang yang lalai” (Q.S al-A’raf ayat 179)
Lantas bagaimana Islam menyikapi permasalahan pengemis ini ? sebagaimana yang tercantum pada surat adl-Dluha di muka, bahwa sikap yang seharusnya ditunjukkan kepada orang yang di dapati meminta kelebihan kepada kita karena ia mengalami kekurangan, dalam hal ini al-Quran menggunakan kata “Saail” (peminta), maka jangan berlaku keras, membentak, menghinanya, dan menganiayanya akan tetapi bersikap lembutlah kepada mereka dan berikanlah kelebihan yang engkau miliki karena memang manusia tidak bisa hidup sendiri butuh bantuan orang lain, jika memang tidak ada yang bisa diberi ucapkan dengan perkataan yang bagus bahwa saya tidak memiliki kelebihan untuk diberikan.
Namun, Ibnu Katsir memiliki interpretasi berbeda akan ayat ini. Bahwa ayat ini merujuk kepada orang-orang yang lemah, miskin, lagi fakir. Lebih dalam lagi ayat ini kemudian memiliki makna tersirat memang keadaan kamu sekarang yang lemah silahkan meminta pertolongan kepada saudaramu sesama muslim, akan tetapi jika kamu berkenan menjadi orang yang bersyukur dan berusaha menjadi lebih baik dari pada keadaan yang sekarang itu jauh lebih baik dan mulia di hadapan Allah. Rasulullah Shallahulalaihiwasalam bersabda: “Barangsiapa tidak bisa bersyukur akan nikmat yang sedikit ia tidak bisa bersyukur akan nikmat yang besar, dan barangsiapa yang tidak bisa berterimakasih kepada manusia ia tidak bisa bersyukur kepada Allah”. (dari Nu’man bin Basyir). Rasullah ingin menyampaikan bahwa ketika seseorang memiliki rizki yang sedikit ia tidak bisa bersykur akan rizki itu dan tidak bisa menngunakannya secara baik, maka ia akan menjadi peminta-minta di hadapan manusia, ketika ia menjadi peminta-minta dihadapan manusia sudah dipastikan ia akan sulit mempercayai bahwa Allah-lah yang memberikan rizki kepada siapapun di alam semesta ini.
Bukhari meriwayatkan hadits dari Hakim bin Hazm bahwa Rasulullah shallahualaihwasalam bersabda,
“Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya”.
Rasulullah mengingatkan bahwa tangan yang di atas (berderma dengan tanpa mengambil kembali pemberiannya) adalah posisi terbaik ketimbang tangan yang di bawah (meminta-minta akan welas asih manusia), dan solusi untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mengingatkan keluarga yang memiliki kelebihan materi melihat keadaan kerabatnya apakah cukup atau kurang, sehingga keluarganya tidak sampai meminta-minta di pinggir jalan. Kelaurga adalah stu-kesatuan layaknya bangunan untuk sokong-menyokong tidak mungkin bangunan berdiri sempurna jika bagian lainnya tidak tegak dengan baik, sehingga jika ada anggota keluarga yang meminta-minta berarti menunjukka keluarga tersebut tidak sempurna baik dari segi hubungan silaturahmi ikat fisik dan ruhani.
“serta memberikan harta dicintainya kepada kaum kerabat” (Q.S al-Baqarah ayat 177).
Rasullah shallahualaihiwasalam bersabda:
“Senantiasa ada seorang yang suka meminta-minta kepada orang lain hingga pada hari qiyamat dia datang dalam keadaan wajahnya terpotong (bagian) dagingnya”.(H.R Bukhari)
Bukhari menerangkan maksud dari hadits ini bahwa orang yang meminta-minta harta kepada manusia sedang ia adalah orang berkecukupan, lebih baik memilih cara yang gampang tanpa membuang-buang energi sia-sia yaitu duduk-duduk di pinggir jalan menunggu uang berjalan padanya, maka Allah akan menyiksa orang ini dengan jatuhnya kehormatan yang ia miliki di dunia, tiada lagi kelayakan di panggil manusia, tiada rasa hormata ketika ia dipandang manusia, serta di akhirat ia akan mendapatkan siksa di neraka berupa jatuhnya daging (organ tubuhnya) sedikit demi sedikit yang tidak bisa dibayangkan sakitnya.
0 Comments