KISAH ABU DZAR AL-GHIFARY: SINGA DARI KABILAH GHIFAR

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Muhimmuts Tsaalits Al-Amiin S.

E-mail: [email protected]

Abstrak

Salah satu kisah penting dalam sejarah Islam tentang kehidupan dan perjuangan seorang sahabat Nabi Muhammad yang dikenal karena integritas dan hasratnya terhadap keadilan adalah kisah Abu Dzar Al-Ghifari. Pada artikel ini akan diceritakan serta dijelaskan kisah singkat mengenai sahabat Abu Dzar Al-Ghifari, khususnya bagaimana proses beliau dalam menemukan hidayah dan akhirnya memeluk agama Islam. Pada kesempatan kali ini, akan juga menekankan kontribusi Abu Dzar dalam menanamkan cita-cita keadilan, kesederhanaan, dan integritas di lingkungannya. Abu Dzar menunjukkan semangat juangnya tentang pentingnya menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral dalam menghadapi kesulitan.Artikel ini mencoba untuk menginspirasi dan memberikan hikmah pada pembaca tentang nilai kesetiaan dan integritas dalam kehidupan sehari-hari, keberanian untuk mengatakan kebenaran, dan keteguhan iman dengan menelaah kehidupan Abu Dzar Al-Ghifari.

Kata Kunci: Abu Dzar Al-Ghifari, Sejarah, keteladanan.

PENDAHULUAN

Sahabat merupakan orang yang hidup semasa dengan Rasulullah saw, yang beriman kepada Allah swt dan meninggal dalam keadaan islam. Tidak memandang bahwa dia dulunya merupakan orang kafir, penyembah berhala, atau bahkan ketua atau pembesar kaum kafir Quraisy, jika dia masuk islam pada saat Rasul berdakwah maka tetap menjadi sahabat Rasul. Tidak sedikit orang yang dulunya merupakan para tokoh atau pembesar kafir Quraisy yang akhirnya beriman dan percaya kepada dakwah Rasulullah dan berbalik menjadi sahabat pembesar kaum muslimin yang disegani oleh banyak orang, seperti Umar bin Khattab, Hamzah, dll. Kisah kehidupan dan perjuangan seperti mereka akan terus diabadikan oleh umat muslimin sebagai sosok singa padang pasir yang membela kaum muslim pada masa itu.

Selain contoh kisah dari kedua singa padang pasir diatas, terdapat tidak sedikit pula sahabat yang dikisahkan merupakan sahabat yang termasuk dekat dengan Rasul yang sebelumnya merupakan bagian dari kaum kafir Quraisy. Beliau dikisahkan merupakan orang pertama yang mengucapkan kalimat salam “assalaamualaikum” kepada Rasulullah, sehingga setelah itu kalimat tersebut ditiru oleh sahabat lain sebagai cara menyampaikan salam. Sahabat tersebut Bernama Abu Dzar Al-Ghifari ra. Dia adalah anggota suku Ghifar, yang memiliki reputasi buruk sebagai sekelompok penjahat dan pencuri. Dia muak dengan kegiatan ilegalnya dan dengan cepat memeluk Islam karena dia percaya bahwa ajaran agama ini didasarkan pada kasih sayang dan cinta kepada orang lain.

PEMBAHASAN

Abu Dzar Al-Ghifari, yang Bernama lengkap Jundub bin Junadah. Ia dianggap sebagai sahabat yang zuhud-sederhana dan tidak terpengaruh oleh duniawi. Dia adalah orang pertama yang mengucapkan salam Islam kepada Nabi Muhammad SAW. menjadi mualaf ketika berada di Mekkah. Catatan sejarah menyatakan bahwa keislamannya dinyatakan pada urutan kelima sebagai sahabat yang masuk islam. Ia tinggal di Rabadzah sampai tahun 32 H, ketika Nabi wafat.[1]

Beliau Bernama lengkap Jundub bin Junadah bin Sakan bin Sufyan bin Ubaid bin Waqiah bin Haram bin Ghifar bin malil bin Dhamr bin Bakr bin Abdi Manat bin Kinanah, atau beliau biasa dikenal dan dipanggil dengan nama kunyah Abu Dzar Al-Ghifari, atau juga Abizar al-Ghifari.[2] Dia adalah pemimpin kelompok Ghifari sebelum menjadi Muslim. Abu Dzar merupakan seorang idealis yang rela membunuh untuk melindungi kebenaran. Dia mendefinisikan kebenaran sebagai mengatakan yang sebenarnya dengan cara yang jujur dan menolak kebohongan. Selain menjadi seorang Muslim yang berdedikasi, teguh, dan revolusioner, ia membela kaum mustad “afin, atau kaum tertindas, dan menyebarkan ide-ide keadilan, kesetaraan, dan emansipasi. Dia mengkoordinir pawai dan demonstrasi anti-ketidakadilan.[3]

Suku Ghifar tinggal di Lembah Waddan, yang menghubungkan Makkah dengan dunia luar. Karena kemiskinan mereka yang ekstrem, mereka bergantung pada hibah dari kafilah dagang Quraisy yang melakukan perjalanan ke Syam. Mereka sering merampok kafilah-kafilah yang lewat ketika permintaan mereka tidak terpenuhi.

Abu Dzar adalah seorang pemuda Ghifari yang menonjol karena keberanian dan kecerdasannya. Dia cerdas dan berani. Dia tidak mengindahkan mengenai kultur sukunya yang menyembah berhala. Suatu hari Abu Dzar mengetahui bahwa seorang Nabi baru telah tiba. Muhammad, utusan tuhan, memanggil orang-orang untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Abu Dzar tidak sabar untuk bertemu dengan orang ini. Abu Dzar mengemasi perbekalan untuk perjalanannya keesokan harinya. Dia berangkat pagi-pagi sekali untuk menemui Nabi di Makkah.

Abu dzar sangat ingin mempelajari apa yang diajarkan oleh nabi dan bersiap untuk menemuinya. Abu Dzar berpura-pura menjadi seorang pendatang polos ketika ia tiba di Makkah. Dia melakukan tindakan ini untuk menghindari kejahatan kaum Quraisy. Dia telah mendengar tentang kemurkaan suku Quraisy terhadap siapa saja yang merendahkan berhala. Siapapun yang mengaku sebagai murid Nabi Muhammad akan disiksa. Akibatnya, Abu Dzar ragu-ragu untuk menanyai siapa pun karena dia tidak yakin dengan identitas interogator – sekutu Muhammad atau lawan.

Abu Dzar tidur di masjid setelah senja. Ali bin Abi Thalib kebetulan lewat pada saat itu. Ali sadar bahwa Abu Dzar bukanlah masyarakat asli Makkah. Ali berkata, “Ikutlah bersamaku, wahai orang asing!” Ali membawa Abu Dzar ke rumahnya, di mana mereka bermalam. Abu Dzar membawa tas perbekalannya kembali ke masjid di pagi hari. Abu Dzar mengalami kejadian yang sama dengan hari pertama pada hari kedua. Dia masih menunggu kabar tentang Nabi yang dicarinya. Ketika senja tiba, Ali menyampaikan undangan kepada Abu Dzar untuk kembali untuk bermalam di rumahnya. Mereka tidak mengatakan apa-apa satu sama lain atau saling bertanya satu sama lain pada malam kedua. Akhirnya, pada malam ketiga, Ali menanyai tamunya, “wahai temanku, apa yang sebenarnya kamu cari akan aku bantu. Semoga pertanyaanku tidak memberatkanmu” kata Ali. Abu Dzar menjawab “Akan kuberitahu maksud dan tujuanku datang ke Makkah, jika engkau mau membantuku”.

“Dari jauh, saya melakukan perjalanan ke sini.” Abu Dzar berkata, “Saya ingin bertemu dengan Nabi Muhammad dan mendengar pemikirannya. “Demi Allah, dia adalah Rasulullah!” Ali berkata. Ali kemudian menceritakan bukti-bukti tentang dakwah dan kerasulan Muhammad. “Kita berangkat secara sembunyi-sembunyi besok pagi. Aku akan berhenti dan bertindak seperti menumpahkan air jika aku melihat sesuatu yang dapat membahayakanmu. Jika saya melanjutkan, ikutlah dengan saya ke sebuah lokasi. Ikutlah bersamaku saat aku masuk!” Ali memberikan penjelasan kepada Abu Dzar.

Abu Dzar tidak sabar. Sepanjang malam, ia tidak dapat memejamkan matanya. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Rasulullah. Ali dan para tamunya berangkat ke rumah Nabi di pagi hari. Abu Dzar menoleh dan berjalan mengikuti Ali. “Assalamu ‘alaika, wahai Rasulullah!” adalah salam Abu Dzar ketika sampai di rumah Nabi. “Wa ‘alaika salamullahi warahmatuhu wabarakatuh,” jawab Nabi Muhammad. (Sejarah Islam menyatakan bahwa Abu Dzar merupakan orang pertama yang mengucapkan Assalamu ‘alaikum kepada Rasulullah. Assalamu ‘alaikum kemudian menyebar secara luas dan seragam di antara umat Islam). Nabi Muhammad (SAW) menyampaikan undangan kepada Abu Dzar untuk memeluk Islam. Beliau membacakan ayat-ayat suci dari Al-Quran kepadanya.

Abu dzar tinggal sementara di Makkah dengan Rasulullah dan para sahabat. Setelah beberapa decade menetap di Makkah, Nabi memerintahkan Abu Dzar untuk kembali ke kampung halamannya. Nabi memerintahkan Abu Dzar untuk menyeru kaumnya untuk menyembah Allah. Abu Dzar kemudian berkesempatan untuk menemani Nabi di Makkah mengikuti dakwahnya.

Abu Dzar kembali ke kaumnya, suku Ghifar. Dia mengirimkan undangan kepada keluarganya untuk memeluk Islam. Abu Dzar berdakwah dengan gigih dan dan penuh semangat juang. Penduduk Ghifar dan Aslam masuk Islam satu per satu. Berikutnya. Suku Ghifar dan Aslam dibawa ke Madinah oleh Abu Dzar agar mereka dapat mengucapkan kalimat syahadat di hadapan Rasulullah. “Semoga Allah mengampuni penduduk Ghifar dan menyelamatkan penduduk Aslam,” kata Rasulullah yang sangat terharu dan gembira ketika melihat mereka.[4]

KESIMPULAN

Jundub bin Junadah atau biasa dikenal Abu Dzar al-Ghifari. Dia dianggap sebagai sahabat yang zuhud-sederhana dan tidak terpengaruh oleh dunia luar. Setelah beberapa hari perjalanan, ia tiba di Makkah dan menerima Islam di depan Nabi. Orang-orang Quraisy terkejut ketika dia dengan lantang menyatakan keimanannya dalam Islam di depan Ka’bah, tetapi orang-orang kafir Quraisy kemudian membebaskannya. Dikatakan bahwa Abu Dzar adalah orang pertama yang menemui Nabi Muhammad dengan kalimat “Assalamualaikum.” Umat Islam masih menggunakan salam ini sampai sekarang. Setelah Nabi wafat, ia tinggal di Rabadzah hingga masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 32 Hijriah.

DAFTAR PUSTAKA

Ruslan, R., Yahya, M., & Mase, A. (2023). Intergrasi Nilai Nggusuwaru Dalam Penguatan Karakter Siswa Ditinjau Dari Perspektif Hadits. Edu Sociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi6(2), 1257-1265.

Al-Baghdadi, Ibnu Qani’ (2004). Mu’jam as-Shahabah jilid III. Beirut: Dar el-Fikr. hlm. 996–997.

Sarbini, A. (2020). Sosiologi Dakwah.

Akbar, U. (2007). Kisah Seru 60 Sahabat Rasul. DAR! Mizan.

[1] Ruslan, R., Yahya, M., & Mase, A. (2023). Intergrasi Nilai Nggusuwaru Dalam Penguatan Karakter Siswa Ditinjau Dari Perspektif Hadits. Edu Sociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi6(2), 1257-1265.

[2] Al-Baghdadi, Ibnu Qani’ (2004). Mu’jam as-Shahabah jilid III. Beirut: Dar el-Fikr. hlm. 996–997.

[3] Sarbini, A. (2020). Sosiologi Dakwah.

[4] Akbar, U. (2007). Kisah Seru 60 Sahabat Rasul. DAR! Mizan.


0 Comments

Leave a Reply