Islam dan Demokrasi

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Ahmad Fajri Fadhili

✿ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ ✿

✿  اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ ✿

Berbicara politik tidak lepas dengan suatu demokrasi. Indonesia yang dahulu memiliki sistem pemerintah kerajaan dan beralih menjadi sistem demokrasi pada era modern ini. Demokrasi sendiri berasal dari kata Demos yang bermakna rakyat, dan kratos yang bermakna kekuasaan. Adapun pengertian demokrasi secara umum merupakan sebuah format pemerintahan di mana tiap-tiap warga negara memiliki hak untuk menentukan pilihannya yang akan berdampak dalam kehidupan berakyat.

Tidak hanya itu saja pengertian tentang demokrasi, juga bisa diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang terdapat di tangan rakyat. Sering kita dengar istilah oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah tidak ada elit yang berkuasa. Tidak seperti kapitalis, yang berkuasa adalah orang yang memiliki harta yang banyak dan semua yang miskin tidak akan pernah berkuasa.

Istilah demokrasi dalam islam memang asing, karena sistem demokrasi ini berasal dari Yunani. Namun itu hanya perbedaan istilah yang tidak digunakan dalam islam. Tetapi dalam prakteknya islam juga sudah menerapkan sistem demokrasi sejak pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga para sahabat setelah nabi. Nabi Muhammad juga memiliki sikap demokratis terhadap masyarakat arab.

Ada beberapa contoh bahwa Nabi Muhammad merupakan seseoarang yang demokratis. Ketika Nabi Muhammad diminta oleh suku-suku arab menjadi penguasa non sipil di luar status beliau sebagai pemegang otoritas agama, beliau menyatakan kesetiannya kepada orang-orang yang ingin tunduk dalam kekuasan beliau sebagai teknik memperoleh legitmasi kekuasaan.

Juga Nabi Muhammad mendirikan negara Madinah berdasarkan kontrak sosial dengan kaum muslimin, Yahudi, Kristen, dan kaum Arab pagan yang berada di Madinah. Piagam Madinah berisi tentang prinsip-prinsip interaksi yang baik antar pemeluk agama; saling membantu menghadapi musuh yang menyerang negara Madinah, menegakkan keadilan dan membela orang yang teraniaya; saling menasehati; dan menghormati kebebasan beragama.

Tidak hanya Nabi Muhammad yang menerapkan demokrasi dalam mengelola pemerintahan. Para sahabat pun mengikuti jejak Nabi Muhammad dalam mengelola sebuah negara dan pemerintah. Selama Rasulullah sakit, Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya. Hal ini banyak yang menganggap sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Setelah Nabi wafat ada kebingungan diantara kaum muslimin untuk menjadi khalifah sebagai pengganti posisi Nabi. Maka dilakukanlah musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya mereka memilih Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat islam.

Jika melihat sekilas cerita di atas dapat disimpulkan bahwa kaum muslim secara tidak langsung telah melakukan demokrasi yang kita kenal pada saat ini. Namun istilah itu belum atau tidak muncul ketika pada zaman nabi dan khulafa Rasyidin.

Baca juga: Hubbul Wathan Minal Iman

Konsep demokrasi dalam islam memiliki beberapa nilai yang patut di terapkan dalam demokrasi modern.

  1. Konsep saling mengenal (ta’aruf)
  2. Konsep musyawarah (syura)
  3. Konsep kerja sama (ta’awun)
  4. Konsep menguntungkan masyarakat (mashlahah)
  5. Konsep adil (Adl)
  6. Konsep perubahan (taghyir)

 

Konsep saling mengenal (ta’aruf)

Konsep ini memandang semua orang itu sama tidak ada yang berbeda atau dinomorduakan. Selanjutnya memiliki asumsi adanya kemerdekaan (kebebasan) yang tidak terikat oleh apapun. Rakyat memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin yang disenangi dan disukai tanpa ada paksaan untuk memilih pemimpin yang tidak disenangi. Juga konsep ini adanya komunikasi dialog tidak ada dominasi satu kelompok atas kelompok lain. Semua kepentingan berdasarkan pihak-pihak terkait tidak hanya pada kelompok yang mayoritas saja. Taaruf mempunyai asumsi negara hukum. Hukum positif yang diketahui bersama mencegah pandangan tentang relativitas nilai-nilai. Semua ini telah dijelaskan dalam al Quran surat Al Hujurat ayat 13:

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal –mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi Maha mengenal”

Konsep musyawarah (Syura)

Dijelaskan dalam al Quran bahwa musyarawah dalam masyarakat itu sunnah. Dalam surat Asy-Syura ayat 38 dan Ali-Imran ayat 159

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (putuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”

Kalau dalam ayat di atas musyawarah dikerjakan oleh orang-orang islam, maka dalam surat al-Imran ini diharuskan kepada musuh-musuh islam.

“maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya”

Nabi dalam praktik pemerintahan sangat menghargai musyawarah. Musyawarah yang dilakukan pada zaman nabi bertempat di masjid. Karena masjid sebagai pusat pertemuan dalam berbagai acara maupun musyawarah untuk kepentingan pemerintah atau untuk kepentingan agama. Tapi bagi umat islam musyawarah itu masih tidak boleh melanggar hak Tuhan dan Rasulnya. Apa yang sudah ditentukan oleh Tuhan, mutlak harus berlaku dan tidak ada musyawarah untuk merubahnya. 

Konsep kerja sama (ta’awun)

“Dan Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”

Dalam surat Al-Maidah ayat 2 di atas menggambarkan bahwa dalam demokrasi yang ideal adalah praktek kenegaraan yang di dalamnya terjalin hubungan kerja sama baik dan jujur antara pemerintah dan rakyat. Secara garis besar, ayat di atas menyiratkan adanya dua kepentingan yang diharuskan untuk bekerja sama, yaitu kepentingan manusia dan kepentingan Tuhan.

Bangsa Indonesia adalah satuan yang secara objektif ada, berarti bahwa satuan yang besar (masyarakat) lebih penting dari satuan yang kecil (individu). Karena keduanya adalah satuan-satuan yang objektif di mana rakyat adalah sosiolisme sedangkan individu adalah kapitalisme (ekonomi bebas). 

Konsep menguntungkan masyarakat (mashlahah)

Orang biasanya akan berbicara tentang amar ma’ruf nahi munkar, bila menyinggung peranan agama. Agama berperan sebagai moral face supaya orang berbuat baik. Kesalahan orang beragama ialah memandang masalah politik itu masalah sederhana, semua masalah akan selesai jika semua orang berbuat baik. Tapi kata Shalih akan berbeda pengertiannya jika disesuaikan dengan kondisi dan waktu yang tidak tepat.

Konsep adil (Adl)

Surat An-Nisa’ ayat 58 dan surat Al-An’am ayat 152 tentang keadilan, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik- baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabatmu dan penuhilah janji Alah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”  

Pentingnya berbuat adil dalam ajaran agama Islam. M Quraish Shihab menulis ada empat makna keadilan, yaitu: sama, seimbang, perhatian kepada hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya, dan adil yang dinisbatkan kepada Allah.

Sehubungan dengan demokrasi ada dua macam keadilan yaitu: distributive justice dan produktive justice. Yang masing-masing menjadi dasar Demokrasi Sosial dan Demokrasi Ekonomi. Produktive justice di mana semua yang terlibat dalam poses produksi berhak atas jumlah tertentu aset-aset produksi. Produktive justice mengandaikan bahwa ada pemilikan kolektif atas aset-aset itu melalui jangka waktu tertentu yang akan di atur secara demokratis. 

Konsep perubahan (taghyir)

Manusia adalah subjek sejarah. Bukan alam, hukum-hukum bahkan bukan pula Tuhan. Dalam hal ini manusia dapat berubah yang dijelaskan dalam surat Ar-Ra’d ayat 11

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

Itu berarti peranan manusia yang berkesadaran sangat menentukan dalam perubahan, kiranya jelas untuk Indonesia, tujuan sejarahnya ialah terbentuknya masyarakat pancasila. Dalam hal ini demokrasi Pancasila.

Manusia dijadikan secara bertahap, maka demokratisasi pun harus juga terencana, melalui tahapan. Setiap orang yang masih punya hati nurani mesti menginginkan perubahan.

Pembahasan seputar hubungan demokrasi dan Islam tidak bisa dipisahkan karena dalam Islam sudah mempraktekannya meskipun istilah demokrasi sendiri tidak ada dalam Islam. Yang ada hanyalah al Hurriyah (kebebasan) dalam memilih pemimpin yang disenanginya. Dalam Islam juga memiliki nilai-nilai demokorasi yang tidak jauh beda dengan demokrasi yang kita ketahui saat ini. Ada beberapa konsep nilai yang terdapat dalam ajaran Islam untuk mengatur suatu pemerintahan.


0 Comments

Leave a Reply