Memelihara Ibadah
Oleh: KH. Muhammad Baidlowi Mushlich.
Dalam mengurus dan memperbaiki masalah keduniaan, jangan sekali-kali kita melupakan perbaikan di dalam masalah ibadah kepada Allah subhanahuwata’ala. Sebab tujuan pokok Allah menciptakan kita ini adalah untuk ibadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Q.S adz-Dzariyat (51) ayat 56).
Namun sayangnya, banyak manusia yang melupakan tujuan hidupnya ini, sehingga Allah selalu memberikan peringatan.
“Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S adz-Dzariyat (51) ayat 55).
Sesungguhnya yang akan menjadi bahan pertanyaan nanti di negeri akhirat adalah masalah ibadah. Sering kita melihat orang yang berlebih-lebihan dalam mem-perbaiki urusan dunia, dan sedikitpun tidak memperhatikan ibadahnya. Sebab dia menganggap bahwa ibadah itu masalah kecil yang tidak mendatangkan keuntungan apa-apa bagi kepentingan pribadi, masya-rakat, bangsa, dan negara. Tidak dapat men-jadikan orang biasa menjadi kaya.
Ironisnya, kalau anggapan ini datang dari seorang muslim adalah sangat keliru dan menyesatkan. Islam mengajarkan agar urusan dunia ini diperbaiki akan tetapi jangan lupa urusan akhiratnya terutama masalah ibadah. Nabi kita Muhammad shallahualaihiwasalam dan para sahabatnya tidak ada yang men dari segi) ekonomi, sosial, keamanan, dan sebagainya. Tetapi perkara ibadah itu mereka jadikan nomer satu, perkara yang maha penting dan harus diutamakan.
Kalau mereka sedang berperang, kemudian masuk waktu sholat maka terus mereka sholat. Kalau mereka bekerja dan berjual beli, kemudian mendengar pang-gilan sholat jumaat maka segeralah mereka datang menunaikan sholat jumaat. Mereka tidak menangguhkan lebih-lebih mensia-siakan. Mereka menghayati benar firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat maka bersegeralah kalian untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui”. (Q.S al-Jum’at (62) ayat 9).
Kalau orang Islam sudah akil baligh (berakal dan mencapai usia mukallaf) maka ia bebani dengan urusan ibadah, ia wajib bersuci sehabis buang air. Wajib berwudlu dikala hendak sembahyang, wajib sembah-yang kalau sudah masuk waktu sholat, wajib puasa di bulan Ramadlon, pergi haji jika ber-kesanggupan, wajib zakat kalau mampu, dan lain-lain.
Di akhirat nanti kita tidak akan ditanya, mengapa engkau tidak naik mobil?, tidka nail kapal terbang?, tinggal di rumah susun?, memakai baju wol?, minum susu?, makan roti?, dan sebagainya.
Tetapi sebaliknya orang bisa disiksa kalau tidak bersuci, wudlunya tidak betul, tidak sembahyang, tidak puasa, tidak zakat, dan sebagainya.
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam melewati satu kuburan dan disitu beliau mendengar suara dua orang yang se-dang disiksa dalam kuburan, kemudian Nabi menerangkan sebab-sebabnya ,
“Salah seorang di antara mereka disiksa karena suka mengadu-domba sedangkan yang lainnya disiksa karena tidak memasang satir saat kencing”. (hadits riwayat Bukhori dan Muslim).
Disamping itu, Nabi pernah melihat seorang yang tidak benar mencuci tumitnya pada waktu berwudlu. Lalu Nabi bersabda,
“Celakalah bagi tumit-tumit yang tidak basah akan masuk neraka”. (hadits riwayat bukhori dan muslim).
Terhadap orang yang tidak sembahyang, Allah SWT berfirman,
“Apakah yang memasukkan kalian ke dalam Saqar?”, Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat”. (Q.S al-Mudatsir (74) ayat 42-43).
Cukuplah beberapa keterangan ini menjadi bukti bahwa perkara ibadah adalah perkara yang sangat penting, tidak boleh disia-siakan. Oleh karenanya marilah kita jadikan sebagai suatu kebutuhan dalam hidup ini. Kalau kebutuhan-kebutuhan lahir sudah terpenuhi dengan berbagai fasilitas, maka kebutuhan bathin dan ruhani serta kepentingan hidup di akhirat nanti kita penuhi dengan berbagai macam ibadah.
Marilah kita tingkatkan ibadah-ibadah kita dari sekedar bernilai formal kepada nilai spritual, yaitu dari sekedar memenuhi kewajiban menjalankan syarat dan rukun kepada tingkatan khusyu’ yang sangat bermakna.
Adapun aktualisasi nilai-nilai ibadah itu dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan aplikasi yang tidak lain merupakan hikmah-hikmah dari pada ibadah-ibadah itu.
Semoga Allah subhanahuwata’ala memberikan kekuatan kepada kita dalam melaksanakan ibadah, serta berkenan menerima semua ibadah kita itu, sehingga tercapailah tujuan hidup bahagia kita di dunia maupun di akhirat. Allahummma amin.
0 Comments