PERJALANAN SANTRI SETELAH MENIMBA ILMU
Oleh: M. Husni Mubarak
Salah satu kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah mencari ilmu. Kita pasti tidak asing dengan sebuah hadits yang diajarkan guru-guru kita ketika kita masih kecil. Hadits yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, kurang lebih hadisnya seperti ini, tholabul ‘ilmi faridlotun ‘ala kulli muslimin. Bahwa mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam. Ilmu yang dicari hendaknya seimbang, antara ilmu dunia dan ilmu agama. Jika kita menuntut ilmu dunia saja, tanpa ilmu agama kita seperti halnya orang buta. Akan tetapi, jika kita menuntut ilmu agama saja, tanpa ilmu dunia kita seperti halnya orang yang pincang.
Janji Allah bagi orang yang berilmu adalah diangkat derajatnya di dunia akhirat. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al Mujaddalah ayat 11, yang artinya Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara kalian dan berilmu dengan beberapa derajat. Selain itu, dengan ilmu kita akan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana sabda nabi barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia maka raihlah dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat maka raihlah dengan kampus, barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat maka raihlah dengan ilmu.
Menuntut ilmu adalah suatu proses yang cukup panjang, dimulai dengan mengeja huruf-huruf, merangkai huruf, membaca, hingga menulis, sebagai perwujudan segala ilmu yang telah kita pelajari. Oleh karenanya, hal yang sudah lumrah pada setiap lembaga pendidikan untuk menandai selesainya masa studi ditandai dengan pelaksanaan ujian akhir dan ditutup dengan wisuda. Bahkan di beberapa lembaga pendidikan, wisuda digelar begitu meriah agar pelajar yang diwisuda selalu mengenang momen tersebut dan menjadi penyemangat untuk terus belajar. Sebelumnya, acara wisuda hanya digelar di lembaga pendidikan formal seperti perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah. Namun di era sekarang wisuda purna juga digelar di lembaga pendidikan informal seperti pondok pesantren. Bahkan di beberapa pondok pesantren menggelar wisuda dengan panggung gembira yang begitu meriah. Seluruh pelajar yang akan diwisuda menampilkan kemampuan mereka masing-masing. Acara wisuda purna di pondok pesantren lebih dikenal dengan sebutan haflatul imtihan.
Bagi seorang santri, merupakan suatu kebanggaan tersendiri apabila dia telah menuntaskan perjalanan studinya kemudian dinyatakan lulus. Kebanggaan tersebut juga dirasakan oleh orang tua. Orang tua akan merasa bangga jika melihat anaknya dinyatakan lulus dan dipanggil ke panggung mengikuti rangkaian wisuda.
Dengan selesainya masa studi, maka tugas selanjutnya bagi seorang penuntut ilmu adalah mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapatnya. Mengamalkan ilmu merupakan bentuk akhlak dari seorang penuntut ilmu, Abdullah Ibnul Mubarak berkata: “Awal dari sebuah ilmu adalah niat, kemudian memperhatikan, kemudian memahami, kemudian mengamalkan, kemudian menjaga, kemudian menyebarluaskan.” Mengamalkan ilmu yang didapatkan juga merupakan sebuah bentuk syukur atas ilmu yang telah diperoleh. Ustaz Umar Abdul Jabar, penulis kitab al muntaqobat fi Al Mahfudzat menuliskan sebuah kata mutiara, bahwa ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.
Seorang penuntut ilmu seperti halnya seorang petani. Yang diharapkan dari seorang petani adalah tanaman yang ditanamnya berbuah dengan segera. Apa yang terjadi ketika tanaman yang ditanam petani tak kunjung berbuah? tentunya petani akan merasa lelah, kesal, dan akhirnya dibakar. Demikian halnya dengan orang yang menanam padi. Tapi padi yang ditunggu tak kunjung berbuah. Setelah ditunggu beberapa lama buahnya tidak ada sama sekali. Karena padi tak kunjung berbuah, padi tersebut dibakar karena tidak berguna. Demikian halnya orang yang berilmu. Allah sangat murka kepada orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Allah tidak segan-segan menghancurkan suatu kaum, apabila salah seorang dari kaum tersebut melakukan dosa, sedangkan orang ’alim dalam kaum tersebut hanya diam dan berpangku tangan.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal walad memberi nasehat kepada muridnya mengenai sabda Nabi tentang ancaman Nabi untuk orang berilmu yang ilmunya tidak bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain. Nabi Muhammad bersabda, manusia yang paling berat mendapat siksa di hari kiamat, yaitu orang yang mempunyai ilmu, yang Allah tidak memberi manfaat atas ilmunya. Imam Al Ghazali berpesan bahwa memberi nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerima nasehat. Nasehat bagi orang-orang yang menuruti hawa nafsunya akan terasa pahit. Karena hal-hal yang dilarang dicintai oleh hatinya. Orang-orang yang mencari ilmu hanya sekedar untuk pengetahuan, sementara mereka sibuk mementingkan diri sendiri dan kehidupan dunia. Mereka mengira ilmu tanpa amal bisa menyelamatkan dan mendatangkan kebahagiaan. Tetapi anggapan mereka salah, mereka tidak mengetahui bahwa ilmu yang tidak diamalkan akan membahayakan diri mereka sendiri.
Bentuk pengamalan ilmu bisa mencakup segala aspek, yang utama adalah penerapan dalam kehidupan kita. Sesuai maqolah Ibnul Mubarak setelah mengamalkan ilmu adalah menjaganya. Menjaga bisa berarti mengingatnya, menghafal dalam memori layaknya para penghafal Al-Quran menjaga ayat-ayat Al-Quran, atau bisa diartikan menjaga dengan menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Seperti contoh, setelah santri mengetahui dalil bahwa salat berjamaah lebih utama dari salat sendiri, maka dia menjalankan salat berjama’ah dengan baik sebagaimana dalil yang dia baca. Menjaga ilmu juga bisa dengan cara menuliskannya, Seperti perkataan Imam Syafi’i dalam Diwan Syafi’i:
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja
Menjaga ilmu juga bisa dilakukan dengan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan mengajarkan kepada orang lain, secara tidak langsung Allah memberikan pemahaman kepada kita. Ada banyak manfaat jika kita mau mengajarkan ilmu kepada orang lain, di antaranya:
- Ilmu yang kita ajarkan akan menjadi amal Jariyah yang tidak akan putus pahalanya meskipun orang tersebut sudah meninggal. Malah semakin mengalir jika orang yang kita ajari menyebarkan ilmu tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah Jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, doa anak saleh (H.R Muslim)
- Sarana amar ma’ruf nahi munkar. Jika kita memiliki ilmu, kita bisa mengajak orang lain berbuat baik dan mencegah berbuat kemungkaran tidak hanya taqlid atau sekadar ikut-ikut, tentunya disertai dasar dan pengetahuan yang jelas.
- Sebagai bentuk syukur atas ilmu yang diperoleh. Allah berfirman dalam Q.S Ibrahim bahwa jika kamu bersyukur maka nikmatmu akan ditambah. Sebagai seorang yang berilmu, cara terbaik untuk bersyukur adalah dengan mengajarkannya. Sesuai sabda rasul yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa dengan mengajarkan ilmu, Allah akan menunjukkan apa yang belum kita diketahui.
- Dihindarkan dari panasnya api neraka. Dengan ilmu kita menjadi mawas diri dan pasti dapat bermanfaat bagi orang lain, seperti sabda Rasulullah saw., Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan lalu ia menyembunyikannya, lalu pada hari kiamat kelak Allah akan mengekangnya dengan kekang api neraka. (HR. Imam Turmudzi)
- Diangkat derajatnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Mujadalah ayat 11 yang artinya, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sudah sepatutnya bagi seseorang yang telah menuntut ilmu untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berhenti disitu, ilmu tersebut juga harus diajarkan dan disebar luaskan agar bermanfaat untuk diri pembelajar sendiri maupun untuk orang lain pada umumnya.
Karya tulis ini saya maksudkan untuk saya sendiri dan teman-teman tingkat akhir di Pondok Pesantren Anwarul Huda yang akan diwisuda, sebagai pengingat bahwa kita memiliki tanggung jawab atas keilmuan yang telah kita dapat selama ini. Sebagai penyemangat menyiarkan dan menegakkan agama ini melalui ilmu. Semoga ilmu yang kita dapat mendapatkan keberkahan, mendapatkan rida dari Allah di dunia dan akhirat. Amin
0 Comments