Iman dan Modernisasi

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Fahmi Fardiansyah

            Menarik jika memahami iman, karena iman yang dimiliki setiap insan memiliki kadar kualitas yang berbeda-beda, atau dalam bahasa agamanya yazid wa yanqush, iman itu bisa bertambah dan berkurang. Bukan dalam bentuk kuantitas namun dalam bentuk kualitas. Ahmad bin Hanbal berkata: “ Iman itu ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan ber-kurang, jika kamu berbuat baik ia ber-tambah, jika kamu berpaling dari kebaikannya, ia berkurang”.

“Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan Tuhan kepadanya, demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengata-kan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan pula: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkau lah tempat kembali”. (Q.S al-Baqarah (2) ayat 285).

            Dari ayat tersebut didapati 3 aspek yang harus dilakukan oleh manusia yang mengaku beriman, yaitu Iman, Iqrar, dan Doa dalam meng-hadapi modernisasi (‘Ashr) dari segala bidang kehidupan manusia.

Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”,

            Perlu diketahui apa yang disebut iman itu. Iman dalam segi bahasa adalah Tashdiq (membenar-kan). Secara istilah pembenaran dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di wujud-kan oleh anggota tubuh. Ayat di atas juga mengingatkan bahwa manusia yang beriman tidak boleh melupakan imannya hanya gara-gara kepuasan duniawi.

            Kehidupan duniawi membawa iman kepada beberapa kenyataan, bahwa Allah ada, Dia Sang Pencipta, Maha Suci Dia, tiada sekutu bagi-Nya. Membenar-kan akan adanya malaikat Allah, mereka adalah hamba-hamba Allah yang mulia, tidak melakukan kemaksiatan atas apa yang diperintahkan kepada mereka dan melakukan apa yang diperintahkan. Membenarkan kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah sebelum dirubah oleh tangan-tangan jahil. Membenarkan akan seluruh para utusan yang telah Allah pilih untuk menuntun ciptaan-Nya, dan tidak membeda-bedakan sebagian rasul terhadap rasul yang lain.

“Kami dengar dan kami taat”

            Manusia yang merasukkan iman-nya pada hati, ia akan mengucapkannya, mengikrarkan iman itu dalam bentuk perhatian yang sangat fokus dan penetapan diri untuk taat pada-Nya. Ia akan sangat berkonsentrasi untuk mendengarkan, memperhatikan, dan fokus pada apa yang disampaikan oleh wahyu Ilahi. Ia tidak ingin ketinggalan satu nokta pun dari wahyu tersebut yang mengajarkan untuk mengatakan,

“Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Q.S al-An’am (6) ayat 163).

            Setelah ia yang beriman melaku-kan ikrar, tidaklah heran atas apa yang diujikan padanya untuk menanggalkan iman dalam hati. Mulai munculnya pada modernisasi ini orang jahil mengaku nabi, mengejek sahabat nabi, menghina istri nabi, merasionalkan iman sehingga mensalahkan isinya yang tidak masuk akal, pengetahuan agama tidak penting, pengetahuan umum lebih penting, semua ini atas kehendak pelakunya, bukan Tuhan, mengkritik wahyu Ilahi, tidak adanya kecocokkan al-Quran dengan kehidupan modern ini, sampai pada titik mengakui bahwa dirinya adalah tuhan.

            Oleh karenanya, seorang manusia yang beriman hendaknya memanjatkan doa

“Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (Q.S al-Baqarah (2) ayat 285)

            Memohon kepada Allah untuk mengampuni dosa kami yang membenar-kan omongan ahli ra’yi tanpa dasar al-Quran dan Sunnah, menghina sahabat nabi, mengejek nabi, mengakui diri lebih kuasa dari pada Allah. Ampuni aku ya Allah, iman yang kamii pelihara sedang disusupi oleh senjata modernisasi tanpa dasar wahyu Ilahi. Ampuni aku ya Allah, iman ini dikoyak oleh pemikiran kami sendiri. Ampuni aku ya Allah iman ini kami kotori sendiri. Ampuni aku ya Allah iman ini kamii batasi untuk mengenal-Mu. Ampuni aku ya Allah yang telah melupakan nikmat iman.

                        Kami memohon selayaknya fiman-Mu,

“Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan –Nya bagimu”. (Q.S al-Anfal (8) ayat 9).

            Kami memohon pertolongan-Mu dalam menguatkan iman ini, tolonglah kami dalam menjaga iman ini, tolonglah kami dalam merindukan nikmatnya iman, tolonglah kami yang merindukan wajah-Mu, tolonglah kami yang beriman dan ingin bertemu kekasih-Mu Muhammad shallahualaihiwasalam yang dirindukan syafaatnya, tolonglah kami untuk kuat menghadapi modernisasi tanpa dasar Kalam-Mu dan Sunnah nabi-Mu, tolong-lah kami dengan iman ini untuk menegak-kan cinta dalam naungan-Mu.

            Karena kami mengetahui, setelah ini semua berakhir dengan bertemu dengan-Mu besertakan membawa iman ini, mempertanggung jawabkan iman ini, entah Kalam-Mu membela atau menghujat kami,

“ Maka, siapa yang berat timbangan-nya () Maka, ia berada di bawah keridloan (Tuhan-Nya) () sedangkan, siapa yang ringan timbangannya () Maka, ibunya Hawiyah (neraka)” . (Q.S al-Qari’ah (101) ayat 6-9).

            Ketika iman kami berkualitas, kami bersyukur dan mendapatkan ridlo-Mu, masuk surga-Mu, melihat wajah-Mu. Berbeda jika iman kami bobrok, tiada pilihan kecuali Hawiyah menjadi ibu kami, layaknya seorang bayi yang dipeluk ibunya, dan sang ibu enggan melepasnya, kami akan seperti itu Hawiyah merangkul kami hingga enggan melepas kami.

Categories: AQIDAH

0 Comments

Leave a Reply