FIQIH DAN TANTANGAN MULTIKULTURALISME DALAM MEMBANGUN KESEPAKATAN MORAL BERSAMA

Published by Buletin Al Anwar on

Imroatus Sholikhah

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRAK : Tidak dapat dipungkiri Indonesia adalah salah satu Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mulai dari Islam Nahdlatul Ulama, Islam Muhammadiyah, Islam Sunni, Islam Syiah’ dan Islam-Islam lainnya, yang tentunya ada konsekuensi masing-masing didalamnya. Dalam hal ini, kemajemukan agama dan budaya akan berkolaborasi menjadi satu tantangan yang harus dihadapi dalam pemikiran dan kehidupan umat manusia yang menjadi satu kata menjadi multikulturalisme. Tantangan tersebut yang akan dihadapi Indonesia seperti perbedaan interpretasi, batas toleransi, dan pemilihan model mutikultur. Dalam kata multikulturalisme, maka penting bagi masyarakat untuk bisa memahami bahwa ini bukan hanya berbicara tentang keragaman etnis, tetapi juga melibatkan berbagai aspek dalam kehidupan sosial. Di dalam artikel ini akan membahas semua konsep yang menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak pribadi untuk diakui dan secara otomatis akan dihormati pula tanpa harus memandang asal usulnya. Disamping itu artikel ini juga akan mempresentasikan bagaimana strategi kehidupan dalam variasi multikultural dari pandangan hukum Islam yaitu dari segi fiqih. Keterkaitan gagasan fiqih yang diambil dengan melibatkan multikulturalisme akan menjadi bagian yang terpenting bagi umat Islam di Indonesia dalam membangun kesepakatan moral bersama. Oleh karena itu, Indonesia harus siap dan mampu untuk menanggapi dan mengakomodasi atas keberagaman tantangan yang akan dihadapi secara terus-menerus.

Kata Kunci : fiqih, tantangan multikultural, kesepakatan moral

PENDAHULUAN

Islam menggambarkan suatu ajaran tentang kehidupan manusia sebagai suatu pandangan yang tidak perlu diperdebatkan lagi dikalangan sesama kaum muslim. Namun, terkadang yang menjadi titik persoalannya adalah bagaimana Islam difahami dan diimplementasikan oleh pemeluknya di dalam kehidupan mereka masing-masing. Karena pada hakikatnya Islam adalah ajaran satu (tunggal) hanya saja pemahaman terhadap Islam itu sendiri bermacam-macam.

Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Sebanyak 204 juta muslim yang dilahirkan di tanah merdeka ini, membentuk 12,5 persen dari total 1,6 miliar pemeluk dan penganut Islam se-dunia. Keberagaman yang kompleks menjadikan Islam dikatakan unik dan plural, mulai dari Islam Nahdlatul Ulama, Islam Muhammadiyah, Islam Syi’ah, Islam Sunni dan Islam-Islam yang lainnya. Didalam kemajemukan yang tersebar diantara agama dan budaya akan melahirkan sebuah tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh seluruh masyarakat dengan satu kesatuan kata yaitu, multikulturalisme.

Multikulturalisme merupakan suatu perspektif sosial mengakui, menghargai, dan memplubisitasi keberagaman budaya, etnis, nilai, dan norma dalam suatu masyarakat. Dari pengertian ini menekankan bahwa betapa pentingnya menghormati perbedaan dengan tujuan untuk memperkuat hubungan sosial dan memberikan pemahaman antar individu. Setiap individu memiliki hak pribadi untuk diakui oleh sesama dan sepatutnya mendapat timbal balik berupa penghargaan seperti dihormati tanpa memandang asal-usulnya (Shulha, 2021).

Di dalam pandangan hidup umat Islam, kerap sekali masyarakat dihadapkan dengan tantangan yang semakin menyeluruh. Tantangan ini mengakibatkan timbulnya beberapa sudut pandang dari kemajemukan agama dan perbedaan budaya. Tantangan yang dimaksud seperti, perbedaan interpretasi, batas toleransi, dan pemilihan model mutikultur. Oleh karena itu, untuk menjawab semua tantangan yang akan dihadapi Indonesia terdapat strategi kehidupan dalam variasi multikultural dari pandangan hukum Islam yaitu dari segi fiqih. Keterkaitan gagasan fiqih yang diambil dengan melibatkan multikulturalisme akan menjadi bagian yang terpenting bagi umat Islam di Indonesia dalam membangun kesepakatan moral bersama.

PEMBAHASAN

Konsep Multukuralisme

Istilah multikulturalisme selalu dimaknai dengan arti perbedaan. Multikulturalisme sendiri berasal dari kata multi yang mempunyai arti banyak atau beragam dan kultural yang memiliki arti tentang budaya. Maka, definisi dari multikulturalisme adalah gagasan yang menghendaki adanya persatuan dari beberapa kelompok kebudayaan yang memiliki hak dan status yang sama. Multikulturalisme juga memberikan isyarat tehadap pengakuan realitas yang mencangkup keberagaman tradisional terhadap bentuk-bentuk kehidupan (Tahir, 2018).

Dalam konteks multikulturalisme terdapat konsep-konsep yang harus diketahui bersama, agar individu mendapat kesetaraan dan diakui perbedaan serta identitasnya tanpa memandang latar belakang. Konsep tersebut antara lain:

  1. Inklusivitas: inklusivitas adalah bagian yang terpneting dari multikulturalisme. Dalam hal ini inklusivitas menyediakan tempat bagi setiap individu, tanpa memerhatikan perbedaan.
  2. Keadilan sosial: dengan adanya keadilan sosial individu dapat memastikan hak, dan tanggung jawab serta dapat mencari peluang untuk diditribusikan secara adil tanpa adanya diskriminasi.
  3. Toleransi: toleransi dalam multukularisme meliputi kemampuan untuk menghormati dan menghargai setiap perbedaan. Dengan cara meningkatkan dialog dengan tujuan untuk memberikan pemahaman satu sama lain.
  4. Dialog antar budaya: dialog antar budaya meliputi pertukaran ide, nilai, dan pengalaman antar individu kepada individu lainnya atau kepada kelompok yang lebih luas untuk mendorong pemahaman yang lebih mendalam.

Bukan sekedar menghargai perbedaan dan identitas, tetapi multukulturalisme juga menekankan pada kesadaran diri. Kesadaran diri yang dimaksud mempunyai tujuan untuk menanamkan rasa saling hormat dan saling menghargai, oleh karenanya masyarakat harus paham atas kesadaran diri tersebut yang meliputi 3 faktor, yaitu :

  1. Keberagaman subkultural: masyarakat akan ditempatkan pada kondisi dimana mereka akan memiliki satu budaya umum yang dinilai secara luas untuk dianut, dan mereka juga memiliki keyakinan akan adanya praktek yang berbeda berkenaan dengan wilayah tertentu pada kehidupan mereka masing-masing di wilayah yang mereka tempati.
  2. Keberagaman perspektif: keberagaman perspektif juga termasuk dalam faktor kesadaran diri karena akan ada banyak sekali perbedaan pendapat dalam satu kelompok masyarakat. Masyarakat membutuhkan kesadaran diri, fleksibel intelektual, dan pengetahuan yang luas untuk melihat persepsi masing-masing dari sudut pandang orang lain.
  3. Keberagaman masyarakat: dengan adanya masyarakat yang beragam akan menimbulkan kepercayaan yang berbeda-beda. Kepercayaan ini akan menyangkut tata cara, tata krama dan tata perilaku dari masyarakat ke masyarakat yang lainnya.

Dari ketiga faktor diatas sudah jelas bahwa multikulturalisme tidak hanya memprioritaskan pada pengakuan terhadap keberagaman yang ada, tetapi juga mengedepankan rasa hormat, toleransi dan rasa saling menghargai (Intan Kumala Sari dan Nurkholijah Siregar & Keagamaan, 2018)

Multikulturalisme dalam Pandangan Islam

Islam menjadi suatu ajaran tentang kehidupan manusia sebagai suatu pandangan yang tidak perlu diperdebatkan lagi dikalangan sesama kaum muslim. Namun, terkadang yang menjadi titik persoalannya adalah bagaimana Islam difahami dan diimplementasikan oleh pemeluknya di dalam kehidupan mereka masing-masing. Karena pada hakikatnya Islam adalah ajaran satu (tunggal) hanya saja pemahaman terhadap Islam itu sendiri bermacam-macam.

Multikulturalisme dalam agama Islam menjadi salah satu titik point yang perlu diperhatikan, dengan keberagaman Islam yang ada ternyata belum tentu berhasil dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Termasuk dengan aliran madzab yang dianut oleh setiap individu atau kelompok. Aliran madzab dalam Islam yang kemudian menggambarkan umat tentang bagaimana mengikuti sesuatu tanpa mengetahui alasannya yang menimbulkan sifat fanatisme pada setiap aliran.

Islam sangat menjunjung tinggi kata menghargai dengan adanya perbedaan di dalam masyarakat. Sedikitnya ada tiga prinsip dalam Islam yang yang berhubungan dengan multikutiralisme :

  1. Prinsip plural is usual, prinsip adalah kepercayaan implementasi kehidupan tentang kemajemukan sebagai hal yang lumrah dan tidak perlu dipercekcokan.
  2. Prinsip equal is usual, dalam prinsip ini menunjukkan bahwa multikulturalisme adalah perihal yang biasa.
  3. Prinsip sahaja dalam multikulturalisme, pada prinsip ini menitikberatkan pada bagaimana cara bersikap dalam merespon multikulturalime. Melatih sikap untuk menjaga kearifan dalam berpikir dan bertindak.

Multikulturalisme dalam Islam dapat dirancang dengan menanamkan sifat amanah dan husnudzon, saling memaafkan, menghargai pendapat satu dengan yang lainnya.

Relasi Fiqih dan Multikulturalisme

Multikulturalisme lahir karena adanya suatu pandangan yang disebabkan oleh kegundahan masyarakat akibat konflik-konflik yang dipicu akibat perbedaan pendapat antar budaya, ras, agama dan lain sebagainya. Di dalam perbedaan yang ada multikulturalisme diharapkan memberikan dampak yang tidak terlalu signifikan, karena jika tidak maka akan menimbulkan masalah dan pendapat yang baru lagi.

Dalam menjaga keharmonisan antar masyarakat terdapat uraian dalam Islam tentang pedoman dalam beretika, yaitu “ Hablun min al-allah dan Hablun min al-nas” maksud dari uraian ini adalah kita harus berhungan baik dengan Allah dan juga harus berhubungan baik dengan sesama manusia. Dengan kesadaran dalam beretika maka masyarakat sesama muslim akan saling menghargai dan menghormati (Supena, 2019).

Setelah mengoreksi dan meneliti dengan seksama ada keterkaitan antara fiqih dan multikulturalisme. Hukum Islam atau biasa disebut dengan fiqih memberikan karakteristik yang berbeda, dengan memberikan pemahaman-pemahaman yang positif terhadap spekulasi masyarakat. Fiqih juga dikatakan sebagai hasil akhir dari perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh sesama muslim itu sendiri. Dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh 4 madzhab, maka fiqih tidak dapat dilepaskan dari sisi cara pandang manusia.

Dari semua deskripsi diatas, fiqih dapat membentuk dan dibentuk oleh masyarakat. Hubungan yang saling melengkapi ini menunjukkan hal yang lebih besar dan lebih unggul dalam muatan kultural dan fiqih. Seperti, rumusan dasar dalam fiqih tentang maslahah  (kesejahteraan umum). Konsep maslahah merupakan salah satu aspek penting yang dirumuskan oleh ahli fiqih dengan mendekatan maqasid al-syari’ah. Pendekatan ini lebih mendekatkan pada suatu upaya dalam melihat pembebasan pembebanan (taklif) yang diturunkan Allah SWT. Kemaslahatan dalam Islam jelas memberikan dampak baik bagi masyarakat karena telah membuktikan tidak adanya diskriminasi antar masyarakat.

Keterkaitan antara fiqih dan muktikulturalisme sudah membuktikan bahwa keduanya memiliki arti penting bagi masyarakat. Masyarakat Indonesia yang notebannya mayoritas beragama Islam dan memiliki bermacam-macam aliran, akan memerlukan fiqih untuk lebih memahami ketentuan fiqih yang akomodatif dan apresiatif. Oleh karena itu diharapkan identitas fiqih tidak hanya berbicara tentang hal yang statis tetapi juga berbicara tentang kedinamisan, sehingga keragaman yang ditimbulkan masyarakat tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi juga melihat budaya maupun kultur yang ada (Muslihun, 2018).

Tantangan Multikulturalisme Dalam Islam

Islam merupakan pilar utama dalam membentuk moral dan karakter dalam pandangan umat Islam. Terdapt beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh semua masyarakat, mulai dari perbedaan yang ada terhadap nilai-nilai agama Islam. Diantara tantangan tersebut adalah :

  1. Keragaman interpretasi agama: walaupun dalam Islam memberikan ruang untuk memahami perbedaan dalam penerapan agama Islam, tetapi tidak menutup kemungkinan banyak sekali pertanyaan yang muncul tentang bagaimana dan kenapa dalam suatu konteks tertentu karena berbagai perbedaan pendapat dari 4 madzhab dan tradisi yang dianut.
  2. Konflik nilai antar budaya: Islam terlalu sering menghadapi konflik antar budaya. Tidak jarang jika Islam sering mendapat diskriminasi, bukan hanya antar agama bahkan sesama muslim. Tantangan ini membutuhkan aspek-aspek untuk menyelaraskan nilai-nilai inti Islam, tanpa harus mempertaruhkan kesalian dan integritas dari antar sesama budaya Islam.
  3. Penanganan perbedaan sosial ekonomi: perbedaan sosial ekonomi menjadi salah satu aspek yang mengaitkan antara fiqih dan multikulturalisme. Dalam hal ini, diharapkan keduanya bisa menjembatani kesenjangan sosial yang ada dalam satu keluarga yang didalamya terdapat beberapa aliran. Perlu sekali adanya pemahaman antar sesama muslim supaya tidak menjadikan perpecahan antar sesama (Firdaus, 2024).

PENUTUP

Indonesia merupakan negara kaya akan agama, termasuk agama Islam yang memiliki cukup banyak aliran dibanding dengan agama-agama yang lainnya. Permasalahan dan konflik dinilai cukup banyak karena adanya sejumlah perbedaan pendapat dari masyarakat. Dalam hal ini, terciptalah kata multikulturalisme yang memiliki arti perbedaan gagasan dari satu individu atau beberapa kelompok.

Untuk mengatasi adanya perbedaan yang ada maka hukum Islam atau fiqih memberikan kontribusi pada multikulturalisme. Fiqih dapat memberikan pengerian maslahah (kesejahteraan umum) melalui mendekatan maqasid al-syari’ah. Kesejahteraan yang ditmbulkan memberikan dampak baik bagi masyarakat.

Meskipun terdapat relasi antara fiqih dan multikulturalisme, bukan berarti Islam tidak memiliki tantangan dalam penerapannya, tantangan tersebut seperti, pemahaman intrepretasi agama, konflik nilai antar budaya, dan penanganan perbedaan sosial ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, L. dan W. A. (2024). Tantangan dan Peluang Multikulturalisme Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(2), 116–125.

Intan Kumala Sari dan Nurkholijah Siregar, A. L., & Keagamaan, P. B. (2018). Prinsip Utama Dalam Islam. 9–43.

Muslihun. (2018). Relasi Multikulturalisme dan Agama : Upaya Membangun Integrasi Sosial. Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman, I(1), 1–11.

Shulha, I. F. (2021). Fikih Siyasah dan Tantangan Pendidikan Multikultural. Tsamratul Fikri | Jurnal Studi Islam, 14(2), 165. https://doi.org/10.36667/tf.v14i2.531

Supena, I. (2019). Paradigma Fiqh Multikultural. Tajdid, 26(2), 169. https://doi.org/10.36667/tajdid.v26i2.335

Tahir, M. (2018). Menjadi Muslim di Negara Multikultural: Dinamika, Tantangan dan Strategi dalam Perspektif Fikih Multikultural. Al-’Adalah, 14(2), 263. https://doi.org/10.24042/adalah.v14i2.2138


0 Comments

Leave a Reply