Eksistensi ilmu Al-Quran dan Tafsir di tengah derasnya arus globalisasi
(Muhammad Alfian Nur)
Betapa awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya ia tahu dan memang harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah Al-Quran al-karim. Baru kemudian diikuti dengan al-Hadis/as-sunah sebagai sumber kedua dalam agama Islam.
Ulumul Quran terdiri atas dua kata: ulum dan Al-Quran. Ulum adalah bentuk jamak dari kata tunggal ilm, yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan Al-Quran adalah nama bagi kitab Allah Swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur. dengan demikian, maka secara harfiah kata ulumul quran dapat di artikan sebagai ilmu-ilmu Al-Quran atau ilmu ilmu yang membahas Al-Quran. Penggunaan pada ulumul Quran, bukan kata yang berarti tunggal yakni ilmu Al-Quran, karena istilah ini tidak ditujukan kepada satu (cabang) pada ilmu pengetahuan yang bertalian dengan Al-Quran, akan tetapi mencakup semua ilmu yang mengabdi kepada Al-Quran atau yang memiliki sandaran (rujukan kepada Al-Quran).
Dalam pandangan Islam secara umum, dapat dikatakan bahwa ilmu tafsir merupakan salah satu ilmu yang paling mulia dan paling baik. Hal ini dapat dipahami dalam perintah Allah untuk merenungkan dan memikirkan kandungan makna-makna Al-Quran, serta menjadikan Al-Quran menjadi petunjuk keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sedangkan Eksistensi ilmu Al-Quran dan tafsir saat ini sangat relevan di tengah derasnya arus globalisasi. Karena tanpa kita sadari bahwa dalam kehidupan sosial sangat membutuhkan untuk memahami dirasah islamiah secara Komprehensif. Dengan demikian adanya ilmu Al-Quran dan tafsir akan lebih mempermudah umat Islam pada saat ini.
Jadi yang dimaksud dengan ulumul Quran ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dengan segi Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Quran), pengumpulan dan penerbitan Quran, pengetahuan tentang surah surah Makkah dan Madinah, an-nasikh wal mansukh, al muhkam wal mutasyabbih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Quran. Terkadang ilmu ini dinamakan juga dengan ushuluttafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Al-Quran.
Dari definisi ulumul quran di atas maka objek sandaran ataupun rujukan yang pertama tetap bertumpu terhadap kitab suci Al-Quran dari beberapa aspeknya. Yang mana Al-Quran akan berkesinambungan dengan kehidupan sosial ditinjau dari segi hukum, dan analoginya. Sehingga ketika kita mengkajinya, akan mendatangkan ilmu baru yang kita dapatkan bahkan terkadang sampai di luar dugaan tidak pernah kita temukan sebelumnya. Sedangkan di dalam Al-Quran sudah lebih dahulu ada pembahasannya. Lalu apakah kita tidak penasaran terhadap kejadian selanjutnya yang akan ada di dunia?
Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa untuk memahaminya agama dan ilmu pengetahuan selalu dipandang sebagai saudara kembar oleh Islam, dan pada waktu kini ketika ilmu telah mengalami kemajuan pesat, keduanya tetap seiring dan sejalan dan lebih dari itu, data ilmiah tertentu dapat digunakan untuk memahami nas-nas Al-Quran secara lebih baik. Tambahan lagi pada abad modern ini kebenaran ilmiah telah memberikan sebuah pukulan hebat terhadap keyakinan agama. Dalam mengadakan penelitian objektif terhadap Islam, ternyata temuan-temuan ilmiah merupakan usaha yang tepat dalam rangka mengagungkan unsur-unsur tertentu dari wahyu Islam yang super natural. Singkat kata, pengetahuan ilmiah bahkan membuat orang mengatakan bahwa itu semua akan mempertinggi pengabdian dalam meyakini adanya Tuhan.
Menguatnya gejala Globalisasi yang berakibat pada derasnya arus hegemonik “budaya barat” akan menghawatirkan dan memudarkan nasionalisme generasi muda kita, sekaligus menghawatirkan akan rentannya mereka terhadap pengaruh negatif/ eksesif “budaya” luar itu. Karena itu menjadi penting revitalisasi wacana agama dan budaya demi memperbarui keyakinan kita mengenai Kongruen agama dan budaya, bahkan jika dilihat dari sudut pandang agama itu sendiri.
Kemudian diungkapkan pula oleh Haidar Bagir di dalam bukunya Islam Tuhan Islam Manusia, bahwa ada beberapa cara yang dapat dipakai dalam memandang hubungan agama dan budaya, hubungan antar keberagamaan dan kebudayaan. Pertama, melihat agama sebagai menghargai budaya sebagai sumber kearifan. Dalam Islam, kebangsaan dan entitas yang menjadi lokal budaya dilihat secara positif sebagai sumber kearifan (wisdom), “hai manusia sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan suku suku agar kamu dapat saling belajar kearifan (litaarafu). Sesungguhnya yang paling mulia di antaramu adalah yang paling sadar Tuhan (bertakwa). (Q.S al hujurat (49):13). Kedua, melihat budaya sebagai warisan hikmah ketuhanan yang diturunkan lewat nabi-nabi yang pernah di utus Tuhan sepanjang sejarah umat manusia, “bagi tiap tiap umat seorang rasul”. (Q.S Yunus (10):47), sementara sabda nabi bahwa jumlah seluruh nabi yang pernah diutus Tuhan adalah tak kurang dari 124.000 orang. Dari sinilah sebagian ahli menyatakan bahwa sesungguhnya peninggalan budaya selama bisa dibuktikan tidak bertentangan dengan aturan agama yang pasti keberadaannya (qat’i al wurud) dan pemahamannya (qat’i al dilalah) sedikit atau banyak adalah peninggalan nabi. Dengan demikian bukan saja ia boleh di anut, budaya tempat yang absah (legitimate), atau tak malah memiliki tingkat kesakralan tertentu.
Lalu bagaimana dengan masyarakat perempuan pribumi yang katanya mengikuti budaya lain terkhusus orang arab dengan menggunakan Cadar (nikob). Menurut penulis itu sah sah saja, toh pada akhirnya mereka dapat menghilangkan hasrat laki-laki dengan kecantikan wajahnya. Lagi pula jika laki-laki itu mengerti dan mempelajari syariat Islam maka kaum adam akan lebih memilih yang tertutup auratnya. Ibarat makanan, kalian apakah lebih memilih yang segelnya terbuka atau tertutup rapi?. Semua jawaban tergantung dengan yang membaca, jika ingin mengetahui lebih dalam lagi hal tersebut, maka kita perlu mempelajari berbagai ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran ataupun hadis. Sedangkan untuk kita menelaah hak tersebut perlu suatu ilmu dan metodologinya, bukan asal-asalan saja memahaminya, yang ada akan membawa sesat bagi kita. Maka dari itu sangat perlu kajian-kajian Ilmu Al-Quran dan penafsirannya.
Dengan berbagai masalah tersebut maka sudah kita tahu bersama bahwa eksistensi ilmu Al-Quran dan tafsir itu sendiri sangat relevan. Perwujudan yang terdapat di dalam Al-Quran lebih menguasai kejadian kejadian globalisasi saat ini bahkan yang belum kita tahu sekalipun. Gagasan kemajuan dan rasionalisme yang kita tertumpu pada manusia saat ini.
0 Comments