IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK DALAM MENGHADAPI MORALITAS ANAK DI ERA DIGITAL
Oleh: Neyla Sabrina
Universitas Islam Negeri Maulana Maliki Ibrahim Malang
Pendahuluan
Secara prinsip, meningkatkan mutu pendidikan di era globalisasi saat ini menjadi sangat krusial dan mendesak. Ini disebabkan oleh peran esensial pendidikan sebagai wahana atau sarana untuk menciptakan generasi muda yang memiliki kapasitas untuk mengangkat kehormatan dan kemajuan bangsa. Lebih lanjut, perkembangan suatu negara sering kali dapat dilihat dari kualitas pendidikan yang dimilikinya.
Dalam kehidupan kita tidak bisa menghindari dunia pendidikan. Dalam kehidupan selalu tertaut dengan yang namanya pendidikan. Pendidikan juga menjadi asset dan komponen penting untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih kompeten. Secara hakikatnya, pendidikan itu memberikan arah kepada manusia menjadi hidup lebih baik dan terarah. Selain itu, pendidikan juga mempersiapkan manusia menjadi lebih berkualitas dalam hal menghadapi kehidupan yang akan datang. Pendidikan tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, mengapa demikian? Sebab pendidikan ialah sesuatu yang bersifat utuh (satu kesatuan) yang mencakup semua aspek pada perkembangan anak atau peserta didik.
Pendidikan yang menjadi puncak kefokusan saat ini adalah pendidikan akidah akhlak. Sebab melihat jaman di era digital ini banyak sekali anak-anak yang bermasalah dengan kemoralan anak. Oleh karenanya pendidikan akidah akhlak memegang peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan moralitas anak. Melalui pendidikan ini, anak difokuskan untuk diajarkan mengenai keyakinan yang benar serta pembelajaran akhlak yang baik sehingga anak bisa berperilaku dengan moral dan karakter yang baik. Pemebelajaran yang seperti itu akan membimbing mereka dalam menghadapi tantangan serta situasi yang marak di era digitalisasi ini.
Pendidikan akhlak adalah tanggung jawab bersama para pendidik, termasuk orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. Orang tua memiliki peran krusial sebagai pendidik alami karena Allah telah memberikan amanah untuk mendidik anak-anak dengan nilai-nilai Islam. Proses pembelajaran di lingkungan sekolah akan terus berjalan dengan dukungan dari berbagai elemen, seperti peserta didik, pendidik, materi pembelajaran yang disediakan, beragam metode pengajaran, dan fasilitas yang memadai. Pendidikan akhlak merupakan usaha untuk membantu individu mengembangkan dan mengarahkan jiwa mereka dari sifat bawaan menuju peradaban yang lebih baik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan akhlak adalah keselarasan antara niat, ucapan, dan perbuatan. dan tidak instan pula dalam hal menanamkan pendidikan akhlak, sebab memerlukan kesinambungan dalam pendidikan akhlak. Tujuannya ialah agar nilai-nilai akhlak yang baik dapat tertanam kuat dalam diri anak.
Pembelajaran akidah membantu anak memahami prinsip-prinsip agama dan keimanan yang menjadi titik landasan bagi kehidupan mereka, sementara pembelajaran akhlak mengajarkan tentang perilaku yang baik. perilaku yang baik bisa berupa kejujuran, toleransi, dan kasih sayang yang menjadi dasar untuk berinteraksi dengan sesame dan menjalani kehidupan yang bermakna. Hubungan yang erat antara akidah dan akhlak menciptakan sebuah kesepakatan yang kokoh antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya, yang tercermin dalam keimanan seorang Mukmin. Keimanan tersebut menjadi lebih substansial ketika keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki dapat diimplementasikan melalui perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Implementasi dari pendidikan akidah dan akhlak dalam proses pendidikan tentu memerlukan partisipasi aktif dari peserta didik yang memiliki keinginan untuk memahami dan menghayati setiap konsep yang terkandung dalam materi tersebut. Dengan ini, pengembangan serta materi yang didapatkan dalam pendidikan akidah akhlak dapat dikatakan sukses sebab peserta didik dapat mengamalkannya di lingkungan sekolah, rumah dan dimanapun keberadaannya.
Dijaman digitalisasi sekarang ini menjadi tantangan besar bagi kita semua. Tantangan menjadi bentuk tanggung jawab besar bagi orang tua, bagi guru serta bagi kita semua yang merasakannya. Memang sedikit miris ketika melihat kondisi sekarang yang terbilang terbawa arus karena meningkatnya digitalisasi. Maraknya digitalisasi membuat moralitas anak menjadi tidak karuan. Sebab, dengan sering berhadapan dengan gawai yang semakin meningkatnya era digitalisasi ini semakin membuat anak kian kali mendapatkan informasi yang begtui instans tanpa tahu bagaimana caranya untuk memfilternya. Dapat diketahui, di era globalisasi ini memiliki dampak yang serius untuk dihadapi. Dampak globalisasi kian membuat Indonesia bisa terpuruk.
Di Indonesia, system pendidikan belum dapat mengendalikan dampak globalisasi dengan baik. Sehingga, diperlukan solusi untuk memperbaiki keadaan tersebut. Mengetahui pendidikan akhlak dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kondisi sekarang. Pengaruh pendidikan tidak hanya terlihat dari aspek intelektual seseorang, tetapi juga dari karakter dan moral yang dimilikinya. Ketaatan peserta didik kepada Tuhan terwujud/ terimplementasikan melalui praktik akhlak yang baik serta diaplikasikan. Pendidikan akhlak menjadi semakin penting di era modern ini, di mana perkembangan zaman tidak mengurangi kebutuhan akan moral dan karakter yang kuat.
Dunia telah menyaksikan kemajuan teknologi yang pesat, yang, terlepas dari manfaatnya, juga membawa dampak negatif yang perlu diakui. Dampak negatif ini memiliki potensi untuk merusak moral generasi kita. Oleh karena itu, sebagai individu yang sadar akan konsekuensi buruk yang timbul dalam era digital ini, terutama di era media sosial, kita harus mengambil langkah untuk melindungi generasi kita sejak dini dengan memberikan pendidikan moral. Hal ini sejalan dengan ajaran Allah SWT yang tercantum dalam Al-Quran, Surat al-Tahrim ayat 6, yang bermakna bahwa Allah menyuruh kepada semua yang beriman untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya. Dapat diketahui bahwa istilah “keluarga” yakni bermakna tersirat. Makna tersirat ini mencakup istri bagi suami atau suami bagi istri jika yang memahami ayat tersebut adalah istri, serta anak-anak, orang tua, keponakan, dan bahkan peserta didik serta saudara-saudara seiman lainnya. Tujuannya adalah agar mereka terhindar dari api neraka. Ayat tersebut menggambarkan bahwa sesuatu yang bisa menyebabkan seseorang masuk neraka adalah akhlak yang buruk.
Pembinaan nilai-nilai pendidikan akhlak serta kebiasaan yang sesuai harus dimulai sejak usia dini dan direncanakan dengan sebaik mungkin untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan moral dalam diri siswa. Selain itu, pendidik harus menyadari kebutuhan yang mendalam dalam diri siswa. Pendidikan merupakan panduan bagi perkembangan jasmani dan rohani berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam, dengan tujuan membentuk kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pembahasan
1. Pembelajaran
Ditinjau dari hakikatnya bahwa pembelajaran ialah suatu proses dimana mencakup proses mengatur, mengontrol dan mengorganisasikan lingkungan disekeliling peserta didik. Dengan begitu peserta didik dapat mendorong serta menumbuhkan semangat siswa dalam proses belajar.[1]
Kalau dilihat dari segi asal kata, pembelajaran ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris yakni “instruction”. Dari segi makna, kata pembelajaran ini mencakup lebih luas dari pada mengajar, padahal mengajar ialah termasuk akegiatan aktif dalam pembelajaran.[2]
Terdapat beberapa ciri yang melekat dalam pembelajaran, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Pertama, pembelajaran bermakna membelajarkan siswa, yang berarti bahwa fokus utama adalah pada pengalaman belajar dan pemahaman siswa.
- Kedua, proses pembelajaran dapat terjadi di berbagai tempat, tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah.
- Ketiga, pembelajaran diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu, yang menunjukkan bahwa ada target yang ingin dicapai dalam proses belajar tersebut.
2. Akidah
Akidah ialah bentuk masdar dari “aqoda, ya’qidu, äqdan_ aqidatan “ yang bermakna simpulan; ikatan; perjanjian; kokoh; dan sangkutan. Dan dengan tumbuhnya kepercayaan di dalam hati, maka aqidah dapat diartikan sebagai keyakinan yang terbenam atau tertanam dalam lubuk hati seseorang. [3]
Aqidah, dalam istilahnya, merujuk pada hal-hal yang harus dipercayai dengan sungguh-sungguh oleh hati dan memberikan kedamaian jiwa. Ini membentuk keyakinan yang kokoh yang tidak tergoyahkan oleh keraguan. [4]
3. Akhlak
Akhlak, berasal dari kata “Khuluq” dan bentuk jamaknya “Akhlaq”, mengacu pada budi pekerti, etika, dan moralitas. Begitu juga, “Khuluq” memiliki keterkaitan dengan “Khilqun”, meskipun “Khuluq” merujuk pada perilaku manusia dari dalam (rohaniah), sementara “Khilqun” merujuk pada perilaku manusia dari luar (jasmani).[5]
Ibnu Maskawaih, dalam karyanya “Tahdzibul Akhlak Wa That-hirul A‟raq”, menggambarkan akhlak sebagai kondisi di mana tindakan dilakukan tanpa perlu dipertimbangkan terlebih dahulu. [6]
Oleh karena itu, pembelajaran aqidah dan akhlak adalah usaha yang sadar dan terencana untuk mempersiapkan peserta didik agar mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah SWT serta menerapkannya dalam perilaku akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Hadits, dan dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti bimbingan, pengajaran, latihan, dan penerapan pengalaman. Selain itu, penting juga untuk menekankan pentingnya menghormati penganut agama lain dan mempromosikan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat, sehingga dapat tercipta kesatuan dan persatuan dalam bangsa.[7]
Menurut Departemen Agama, pembahasan pendidikan akidah dan akhlak di Madrasah Tsanawiyah mencakup beberapa aspek sebagai berikut:
- Aspek akidah meliputi keyakinan pada sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz Allah, keyakinan pada kitab Allah, Rasul Allah, serta keyakinan pada sifat-sifat dan mu’jizatnya dari hari kiamat.
- Aspek akhlak terpuji mencakup berbagai nilai mulia seperti khauf (ketakutan yang menghantarkan kepada ketaatan), raja (harapan yang kuat kepada Allah), taubat (pengakuan kesalahan dan tekad untuk memperbaiki diri), tawadhu (sikap rendah hati), ikhlas (keikhlasan dalam berbuat), serta karakter inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, saling mengenal, saling membantu, saling memahami, jujur, adil, amanah, menepati janji, dan berdialog.
- Aspek akhlak tercela mencakup pemahaman dasar tentang perilaku yang tidak diinginkan seperti kufur (ingkar), syirik (penyekutuan), munafik (kebohongan), namimah (pengaduan), dan ghadab (kemarahan). [8]
4. Tujuan Pembelajaran Akidah Akhlak
Tujuan dari mata pelajaran akidah dan akhlak adalah untuk membangun dan meningkatkan keimanan peserta didik yang tercermin dalam perilaku mereka yang terpuji, melalui pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman yang diberikan dan dikumpulkan selama proses pembelajaran. Dengan demikian, tujuannya adalah untuk membentuk individu Muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan serta ketakwaannya kepada Allah SWT. Selain itu, tujuannya juga adalah agar mereka memiliki akhlak yang mulia dalam kehidupan pribadi, sosial, dan bernegara, serta untuk mempersiapkan mereka untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. [9]
5. Pembentukan Karakter Siswa
Asal usul kata “karakter” yang berasal dari bahasa Latin, khususnya kata “kharakter”, “kharassein”, dan “kharax”, yang memiliki makna sebagai alat untuk menandai, mengukir, dan tusuk yang tajam. Istilah ini mulai umum digunakan dalam bahasa Perancis sebagai “caractere” pada abad ke-14. Kemudian, saat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata “caractere” berubah menjadi “character”. Di dalam bahasa Indonesia, kata “character” ini kemudian berubah menjadi “karakter”. [10]
Menurut bahasa, karakter mengacu pada tabiat atau kebiasaan seseorang. Namun, dalam pandangan ahli psikologi, karakter lebih dari sekadar itu. Mereka menggambarkan karakter sebagai sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mempengaruhi tindakan individu. Dengan memahami karakter seseorang, kita dapat memperkirakan bagaimana individu tersebut akan bereaksi dalam situasi-situasi tertentu. [11]
Pendidikan karakter, yang dikenal sebagai character education, sangat relevan dalam menghadapi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita saat ini. Krisis tersebut meliputi peningkatan perilaku pergaulan bebas, meningkatnya kasus kekerasan di kalangan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap sesama, pencurian oleh remaja, perilaku menyontek, penyebaran pornografi, dan perusakan harta benda orang lain. Semua ini telah menjadi masalah sosial yang belum terselesaikan sepenuhnya, sehingga menunjukkan betapa pentingnya pendidikan karakter dalam mengatasi tantangan ini. [12]
HASIL
Lingkungan mencakup segala hal yang ada di sekitar anak didik, termasuk benda-benda, peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan kondisi masyarakat yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada mereka. Ini mencakup lingkungan di mana proses pendidikan berlangsung serta lingkungan di mana anak-anak bergaul sehari-harinya.
Beberapa ahli membagi lingkungan menjadi tiga bagian utama: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan ini dianggap sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan karena mereka semua berpengaruh terhadap perkembangan anak didik, baik secara jasmani maupun rohani, menuju kedewasaan.
Pengaruh lingkungan terhadap anak didik dapat bersifat positif atau negatif. Lingkungan dianggap positif jika mampu memberikan dorongan yang mendukung keberhasilan proses pendidikan. Namun, jika lingkungan tersebut menghambat proses pembentukan karakter siswa, maka pengaruhnya dapat dianggap negatif.
Karakter akhlak merujuk pada sistem yang mengimplikasikan penanaman nilai-nilai karakter pada anggota sekolah. Ini mencakup elemen-elemen seperti pemahaman, kesadaran atau motivasi, serta tindakan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai tersebut berlaku dalam konteks hubungan dengan Allah SWT, pengembangan individu, interaksi dengan sesama, kepedulian terhadap lingkungan, dan juga cinta pada bangsa, dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia insan kamil.
Daftar Pustaka
Abdullah bin, Abdil Hamid al-Atsari, Panduan Aqidah Lengkap (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005)
Abdullah, Faisal, ‘Konsepsi Ibnu Miskawaih Tentang Moral, Etika Dan Akhlak Serta Relevansinya Bagi Pendidikan Islam’, Journal of Research and Thought on Islamic Education (JRTIE), 3 (1).1 (2020), 39–58
Agwan, N.K. Singh, Mr. A.R., ‘Encyclopaedia of the Holy Qur‟ân’, 1st edn (New Delhi: balaji Offset, 2000), p. 175
Depag, ‘Kurikulum Dan Hasil Belajar Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah’ (Jakarta, 2003), p. hlm 45
DEPAG, ‘Kurikulum Dan Hasil Belajar Aqidah Akhlak’, hlm 2
‘Guru Akidah Akhlak’ <http:/guruaqidahakhlakmenulis.blogspot.com/20011/06/tujuan-dan-kegunaan-mempelajari-mata.html>
Hassan Mydin, Shaik Abdullah, Abdul Salam Muhamad Shukri, and Mohd Abbas Abdul Razak, ‘Peranan Akhlak Dalam Kehidupan: Tinjauan Wacana Akhlak Islam’, Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari, 21.1 (2020), 38–54 <https://doi.org/10.37231/jimk.2020.21.1.374>
Ii, B A B, ‘Tim Pengembang MKDP, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 180. 10 Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id’, 2011, 10–32
Muhaimin Tadjab, Abd Mujib, Dimensi-Dimensi Studi Islam (Surabaya: karya abditama, 1994)
Nana Syaodih Sukmadinata, ‘Metode Penelitian Pendidikan’ (Bandung: PT Rosda Karya, 2007), p. hlm 60
Pane, Aprida, and Muhammad Darwis Dasopang, ‘Belajar Dan Pembelajaran’, FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 3.2 (2017), 333 <https://doi.org/10.24952/fitrah.v3i2.945>
Wibowo, Sugiono, ‘Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah’ (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), p. 7
[1] Aprida Pane and Muhammad Darwis Dasopang, ‘Belajar Dan Pembelajaran’, FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 3.2 (2017), 333 <https://doi.org/10.24952/fitrah.v3i2.945>.
[2] B A B Ii, ‘Tim Pengembang MKDP, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 180. 10 Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id Digilib.Uinsby.Ac.Id’, 2011, 10–32.
[3] Abd Mujib Muhaimin Tadjab, Dimensi-Dimensi Studi Islam (Surabaya: karya abditama, 1994).
[4] Abdil Hamid al-Atsari Abdullah bin, Panduan Aqidah Lengkap (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005).
[5] Shaik Abdullah Hassan Mydin, Abdul Salam Muhamad Shukri, and Mohd Abbas Abdul Razak, ‘Peranan Akhlak Dalam Kehidupan: Tinjauan Wacana Akhlak Islam’, Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari, 21.1 (2020), 38–54 <https://doi.org/10.37231/jimk.2020.21.1.374>.
[6] Faisal Abdullah, ‘Konsepsi Ibnu Miskawaih Tentang Moral, Etika Dan Akhlak Serta Relevansinya Bagi Pendidikan Islam’, Journal of Research and Thought on Islamic Education (JRTIE), 3 (1).1 (2020), 39–58.
[7] DEPAG, ‘Kurikulum Dan Hasil Belajar Aqidah Akhlak’, hlm 2.
[8] Depag, ‘Kurikulum Dan Hasil Belajar Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah’ (Jakarta, 2003), p. hlm 45.
[9] ‘Guru Akidah Akhlak’ <http:/guruaqidahakhlakmenulis.blogspot.com/20011/06/tujuan-dan-kegunaan-mempelajari-mata.html>.
[10] Sugiono Wibowo, ‘Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah’ (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), p. 7.
[11] Mr. A.R. Agwan, N.K. Singh, ‘Encyclopaedia of the Holy Qur‟ân’, 1st edn (New Delhi: balaji Offset, 2000), p. 175.
[12] Nana Syaodih Sukmadinata, ‘Metode Penelitian Pendidikan’ (Bandung: PT Rosda Karya, 2007), p. hlm 60.
0 Comments