Pengajaran Akidah untuk Gen Z: Menggabungkan Nilai Tradisi dan Teknologi Modern

Najiah Fiddaroini
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Generasi Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat dan dinamis, yang mempengaruhi cara mereka menerima, memahami, dan menginternalisasi nilai-nilai agama. Pengajaran akidah sebagai fondasi keimanan umat Islam perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensinya. Artikel ini membahas bagaimana strategi pengajaran akidah dapat menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan pendekatan teknologi modern, sehingga menciptakan pengalaman pembelajaran yang relevan, interaktif, dan berdampak.
Kata kunci: Akidah, Generasi Z, Nilai Tradisi, Teknologi Modern
PENDAHULUAN
Generasi Z, adalah generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, mereka adalah generasi yang sangat akrab dengan teknologi. Mereka tumbuh dalam ekosistem digital yang sarat informasi, yang sekaligus menjadi tantangan dan peluang bagi dunia pendidikan, termasuk pendidikan agama. Pengajaran akidah Islam harus mampu menyentuh hati dan pikiran mereka melalui pendekatan yang relevan, kontekstual, dan inovatif dan sesuaia dengan zamannya.
Akidah dalam Islam merupakan aspek paling fundamental yang menjadi landasan seluruh amal dan ibadah. Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan orang tua untuk mencari cara-cara kreatif dalam menyampaikan nilai-nilai tauhid agar tidak hanya dipahami secara intelektual, tetapi juga diresapi secara spiritual.
Pendidikan Aqidah Akhlak bertujuan untuk pembentukan karakter dapat dimaknai sebagai suatu proses yang melibatkan pembentukan, pelaksanaan dan penerapan nilai-nilai oleh lembaga pendidikan. Setiap kesempatan dalam lingkungan pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menanamkan karakter pada siswa yang bermanfaat untuk kehidupan mereka. Oleh karena itu, setiap kegiatan pembelajaran memiliki peran mendidik dan edukatif dalam pengembangan karakter siswa.
PEMBAHASAN
Karakteristik Gen Z dalam Konteks Pendidikan Agama
Karakteristik Generasi Z (Gen Z) dalam konteks pendidikan agama mencerminkan adaptasi mereka terhadap perkembangan teknologi digital dan tantangan sosial di era modern adapun Gen Z memiliki beberapa karakteristik khas yang mempengaruhi gaya belajar dan cara mereka memaknai nilai:
- Digital Native: “Gaya belajar digital native” merujuk pada pendekatan pembelajaran yang khas dari generasi yang tumbuh dengan teknologi digital sejak usia dini. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky pada tahun 2001 untuk menggambarkan individu yang terbiasa dengan komputer, internet, dan perangkat digital lainnya . Mereka terbiasa mengakses informasi dari internet, media sosial, dan platform digital lainnya.[1]
- Visual dan Interaktif: Gaya belajar visual dan interaktif pada Generasi Z (Gen Z) merujuk pada preferensi mereka untuk menyerap informasi melalui media visual yang dinamis dan keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, Gen Z terbiasa dengan teknologi dan lebih menyukai metode pembelajaran yang melibatkan visualisasi dan interaksi langsung. Mereka cenderung lebih mudah memahami materi dalam bentuk visual, video, dan gamifikasi.
- Kritis dan Independen: kritis dan independen pada Generasi Z (Gen Z) mencerminkan kemampuan mereka untuk berpikir analitis dan mengambil inisiatif dalam proses pembelajaran. Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, mereka memiliki akses luas ke informasi dan teknologi, yang memungkinkan mereka untuk belajar secara mandiri dan berpikir secara kritis Mereka memiliki kecenderungan untuk mempertanyakan sesuatu dan mencari jawaban sendiri.[2]
- Peduli Isu Sosial: Karakteristik Gen Z yang peduli terhadap isu sosial mencerminkan generasi yang sangat terhubung dengan dunia melalui teknologi digital dan memiliki kesadaran tinggi terhadap tantangan global. Mereka tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga agen perubahan yang aktif Cenderung responsif terhadap isu-isu keadilan sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.
Dalam konteks ini , pengajaran akidah tentu kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan ceramah satu arah atau hanya dengan hafalan semata sebaiamana yang kita lakukan pada zaman zaman klasik dimana guru merupakan tokoh sentral dalam pembelajaran. Sehingga dibutuhkan pendekatan partisipatif yang menghubungkan ajaran Islam dengan realitas kehidupan mereka.
Menggabungkan Nilai Tradisi dan Teknologi dalam Pengajaran Akidah
- Menguatkan Nilai Tradisi
Nilai-nilai tradisi dalam pengajaran akidah tidak boleh ditinggalkan, sebab ia adalah warisan ulama dan guru agama terdahulu yang terbukti mampu menjaga keutuhan umat. Beberapa nilai tradisi yang perlu dipertahankan antara lain:
- Sanad keilmuan: Sanad keilmuan adalah sistem transmisi ilmu yang menghubungkan seorang murid dengan sumber asli pengetahuan, biasanya melalui rantai guru yang bersambung hingga kepada Rasulullah ﷺ. Tradisi ini sangat penting dalam Islam untuk memastikan keaslian dan keabsahan ajaran yang diterima. Menekankan pentingnya belajar dari guru yang memiliki otoritas dan kejelasan sanad ilmu.
- Tadabbur dan tazkiyah: Mendorong pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran batin dan penyucian jiwa.
- Majelis ilmu: Majelis ilmu dalam tradisi Islam merujuk pada pertemuan atau forum di mana umat Muslim berkumpul untuk mempelajari, mengajarkan, dan mendiskusikan ajaran agama—terutama Al-Qur’an dan Hadis—dengan tujuan memperdalam pemahaman dan meningkatkan keimanan. Tradisi ini telah ada sejak masa Nabi Muhammad ﷺ dan terus dilestarikan dalam berbagai bentuk hingga kini, baik secara langsung di masjid maupun melalui platform digital. Pertemuan langsung dengan guru dan komunitas untuk menumbuhkan ukhuwah dan keberkahan ilmu.
- Memanfaatkan Teknologi Modern
Di tengah dunia yang serba digital, kehadiran teknologi dalam pembelajaran akidah menjadi jembatan antara tradisi keilmuan Islam yang luhur dengan cara belajar generasi masa kini. Teknologi modern, jika dimanfaatkan secara bijak, dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam menyampaikan nilai-nilai akidah secara lebih luas, menarik, dan mendalam.
Adapun Teknologi digital dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam pengajaran akidah jika digunakan secara bijak:
- Media Sosial: Dakwah akidah melalui TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts yang disesuaikan dengan gaya bahasa Gen Z.
- Aplikasi Interaktif: Menggunakan aplikasi pembelajaran Islam yang gamifikatif, seperti kuis tauhid atau aplikasi tadarus dan tafsir.
- Virtual Reality (VR): Pengalaman imersif seperti “perjalanan spiritual” ke tempat-tempat bersejarah dalam Islam.
- Podcast dan Audio Book: Pembelajaran fleksibel melalui konten suara yang dapat didengarkan di mana saja.
Strategi dan Metode Pengajaran Akidah yang Relevan
Strategi pembelajaran adalah rencana umum atau pola perencanaan menyeluruh yang dirancang oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi mencakup pemilihan pendekatan, metode, dan teknik yang dianggap paling efektif dalam konteks tertentu.
Adapun beberapa pendekatan praktis yang dianggap relevan dalam pengajaran Akidah untuk Gen Z saat ini yang bisa diterapkan oleh pendidik adalah :
- Project-Based Learning (PBL): yaiatu Siswa diajak membuat proyek kreatif seperti membuat video dakwah, desain infografis akidah, atau podcast.
- Storytelling Digital: yaitu kita mengemas kisah-kisah keimanan dari nabi dan ulama dalam bentuk narasi narasi digital atau animasi yang menarik untuk mereka.
- Diskusi Terbuka: Guru memberikan ruang untuk tanya jawab atau sharing dan diskusi tentang keraguan atau pertanyaan pertanyaan tentang keimanan yang mereka hadapi.
- Kolaborasi Komunitas Online: Membentuk komunitas pembelajaran akidah berbasis media sosial, tempat Gen Z bisa berdiskusi dan belajar bersama seperti Grup Watshap Instagram dal lain lain.
Tantangan dan Solusi
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menggabungkan tradisi dengan media digital tentu banyak kita jumpai hal hal yang menjadi tantangan sekaligus juga hambatan yang menjadi kekurangn dalam pembelajaran ,anatara lain
- Informasi yang Menyesatkan: Peserta didik bisa dengan mudah mengakses berbagai jenis konten, termasuk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai akidah Islam bahkan menyesatkan, baik dari kelompok ekstrem, liberal, atau sumber tanpa otoritas keilmuan. Ini bisa membingungkan peserta didik yang masih belajar dasar-dasar akidah. Dan bisa jadi karena Kurangnya kontrol dari orang tua atau guru sehingga dapat menyebabkan penyimpangan dalam konsumsi informasi yang menyebabkankesalahan dalam memahami akidah.
- Kurangnya Figur Teladan Digital: Pembelajaran digital cenderung kurang menyentuh aspek emosional dan ruhani yang menjadi inti dari pengajaran akidah. Interaksi langsung dengan guru, suasana majelis ilmu, dan hubungan batin sulit digantikan oleh layar. Dan juga karna Sedikitnya da’i atau pendidik akidah yang aktif dan relevan di media sosial.
- Distraksi dan Ketergantungan Teknologi: Siswa bisa menjadi terlalu bergantung pada teknologi, sehingga ketika akses terbatas (misalnya saat tidak ada internet), proses belajar terhenti. Hal ini juga mengurangi kemampuan mereka untuk belajar secara mandiri melalui kitab atau buku klasik. Perlu pendekatan yang tidak hanya menarik secara visual tapi juga mendalam secara spiritual.
Adapun Solusi yang Mungkin bisa kita lakukan, antara lain:
- Mengedukasi digital literacy berbasis nilai-nilai Islam.artinya Secara sederhana, adalah memberikan kemampuan untuk mengakses, memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dari media digital secara bijak dan bertanggung jawab.
- Sedangkan “berbasis nilai-nilai Islam” berarti proses edukasi ini dilakukan dengan menjadikan ajaran Islam sebagai panduan moral dan etika dalam menggunakan teknologi digital.Jadi, mengedukasi digital literacy berbasis nilai-nilai Islam berarti.mengajarkan cara menggunakan media digital secara cerdas, etis, dan aman, berdasarkan prinsip-prinsip Islam seperti kejujuran, tanggung jawab, adab, tidak menyebarkan hoaks, dan menjaga akhlak di dunia maya.
- Mendorong lahirnya ustadz/ustadzah digital yang memiliki pemahaman akidah kuat dan komunikasi yang baik.artinya adalah mengupayakan lahirnya para pendakwah (ustadz/ustadzah) yang memiliki dasar ilmu akidah yang kokoh dan benar secara syar’i, sertam mampu menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang menarik, bijak, dan relevan melalui media digital seperti YouTube, TikTok, Instagram, podcast, dan platform digital lainnya.
- Menyusun kurikulum pengajaran akidah berbasis teknologi yang tetap menjaga ruh tradisionalnya artinya Merancang sistem pembelajaran akidah yang memanfaatkan kemajuan teknologi digital (seperti media online, aplikasi belajar, video interaktif, dan e-learning), namun tetap mempertahankan nilai-nilai, metode, dan adab khas tradisi keilmuan Islam yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Dengan kata lain, kita menggabungkan inovasi digital dengan nilai klasik Islam, bukan menggantikannya.
KESIMPULAN
Pengajaran akidah kepada Gen Z menuntut pendekatan yang kreatif, adaptif, dan seimbang antara tradisi dan teknologi. Kombinasi ini tidak hanya menjadikan akidah sebagai pengetahuan, tetapi juga sebagai keyakinan yang hidup dalam keseharian mereka. Peran guru, orang tua, dan tokoh agama sangat vital dalam membimbing generasi ini agar tetap teguh dalam iman meski hidup di tengah gempuran dunia digital.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Menurut, ‘Indonesian Research Journal on Education’, 4 (2024), 302–10
Kearifan, Menggabungkan, Budaya Dalam, and Muhamad Fazli, ‘Menggabungkan Kearifan Budaya Dalam Strategi Pembelajaran Pendidikan Islam’, 1.4 (2024), 194–204
‘PERANAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER SISWA DI SEKOLAH DASAR PITTAYAPHAT SUSKA SCHOOL THAILAND’, 08.03 (2024), 1–8
Sinulingga, Neng Nurcahyati, Amsal Qori Dalimunthe, Najla Akifah, Prodi Pendidikan, Agama Islam, Universitas Medan Area, and others, ‘Membangun Karakter Generasi Z Melalui Trilogi Pendidikan Islam Di Era’, 164–69
Neng Nurcahyati Sinulingga and others, ‘Membangun Karakter Generasi Z Melalui Trilogi Pendidikan Islam Di Era’, 164–69.
0 Comments