METODE-METODE TAFSIR YANG DIGUNAKAN OLEH PARA ULAMA ISLAM

Published by Buletin Al Anwar on

Indra Yani, Sabila Salma Najiha

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

[email protected], [email protected]

Abstrak

Tulisan ini membahas tentang metode-metode tafsir yang ditempuh oleh para ulama. Adapun metode penelitian dari artikel ini adalah dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan merujuk pada beberapa artikel maupun jurnal sebagai sumber referensi tulisan ini. Adapun metode-metode tafsir tersebut yaitu, Tafsir Tahlili, Ijmali, Muqaran, dan Maudhu’i. di sisi lain, ada beberapa sub materi yang terkait yaitu kitab-kitab yang menggunakan metode-metode tersebut, kelebihan maupun kekurangan, serta contoh penerapan dari metode yang dimaksud. Adapun tujuan dari tulisan ini sendiri adalah untuk mengetahui apa saja metode-metode yang ditempuh oleh para ulama dalam menafsirkan Al-Qur’an. [1]

Kata Kunci: Al-Qur’an, Tafsir, Metode Penafsiran, Penafsiran Al-Qur’an.

PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang mu’jiz, dipahami oleh Jibril kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, ditulis dalam mushaf, mendapat pahala apabila membacanya, diriwayatkan secara mutawwatir, diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.[2] Sebagai sumber pokok ajaran islam dan sebagai pedoman, tidak henti-hentinya Al-Qur’an dikaji dan ditelaah secara terus menerus. [3] Sehingga, ketika Al-Qur’an dijadikan pedoman hidup, sudah seharusnya Al-Qur’an dikaji dengan pemahaman yang benar, namun dalam menempuh hal tersebut pun perlu melalui beberapa tahapan yang tidak mudah.

Adapun tafsir sendiri adalah, menjelaskan isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum dan perlu ditelah lebih dalam, lalu dijelaskan kembali dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.[4] Secara umum, tafsir merupakan salah satu ilmu yang paling penting dan mulia. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah untuk merenungkan kandungan atau makna-makna Al-Qur’an demi kebaikan dan keselamatan dunia dan akhirat.

Pembahasan mengenai tafsir pun, tidak lepas dari metode-metode yang ada. Sebab, seperti yang telah dikatakan bahwa, sebagai seorang mufasir, perlu melalui beberapa hal yang tidak mudah agar mampu menafsirkan Al-Qur’an, namun hal tersebut pun tidak mampu memberi jaminan bahwa akan ada faktor-faktor lain yang nantinya akan menimbulkan kekurangan dari beberapa metode yang ada.

METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian dari artikel ini adalah dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan merujuk pada beberapa artikel maupun jurnal sebagai sumber referensi tulisan ini. Adapun metode-metode tafsir tersebut yaitu, Tafsir Tahlili, Ijmali, Muqaran, dan Maudhu’i. di sisi lain, ada beberapa sub materi yang terkait yaitu kitab-kitab yang menggunakan metode-metode tersebut, kelebihan maupun kekurangan, serta contoh penerapan dari metode yang dimaksud.

PEMBAHASAN

Pengertian Tafsir

Tafsir secara bahasa berarti mengungkap dan menampakkan. Tasir juga bisa bermakna Alidhoh Wa Tabyiin (الايضاح والتبيين ) yang berarti menerangkan dan menjelaskan. Sedangkan menurut istilh, tafsir adalah menjelaskan isi Al-Quran dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. Sehingga, dari definisi tersebut bisa diartikan bahwa Tafsir adalah menyingkap makna yang samar atau tertutup menjadi terlihat, dan dapat dipahami.

Menurut Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan Fi Ulum al-Quran dijelaskan bahwa tafsir adalah ilmu yang memberikan pengetahuan bagaimana cara memahami Al-Qur’an serta menjelaskan maknanya, menguraikan/menjelaskan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran serta mengungkap hikmah dibalik ayat tersebut.

Macam-Macam Metode Tafsir

Para ulama telah menulis dan menjelaskan karya-karya mereka dibidang tafsir ini, adapun beberapa metode yang dimaksud adalah, Metode Tahliliy, Metode Ijmaliy, Metode Muqaran, dan Metode Maudhu’i.[5]

  • Metode Tafsir Tahliliy

a. Pengertian Metode Tafsir Tahliliy

Secara Etimologis, Tahliliy berasal dari Bahasa Arab yaitu,  (تحليل  – يحلل – حلل  ) yang berarti membuka sesuatu atau tidak menyembunyikan sesuatu. Metode ini juga dikatakan sebagai metode deskriptif. Metode Tafsir Tahliliy adalah sebuah metode yang digunakan untuk penelitian tafsir, dengan cara menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya, seperti menguraikan kosakata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, unsur-unsur I’jaz dan Balaghah,[6] serta apa yang dapat dipetik dar kalimat yang bermanfaat bagi hukum fiqh, dalil syar’i, dan moral.[7] Ia juga menjelaskan munasabah (korelasi) ayat-ayat Al-Qur’an antar satu sama lain, juga mengenai asbab al-nuzul suatu ayat, serta dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri, sehingga tidak menutup kemungkinan penafsirannya diwarnai bias subjektivitas penafsir, baik latar belakang pendidikannya maupun aliran mazhab yang diyakininya.[8]

Adapun beberapa kitab yang menggunakan metode Tafsir Tahliliy, yaitu:

  • Jami’ al-Bayân Ta’wil Ayi al-Qur’an, 15 jilid dengan jumlah halaman sekitar 7125, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H/922 M).
  • Tafsir Al-Quranul-‘Azhim, 4 jilid dengan jumlah halaman 2414 halaman, karangan Al-Hafizh Imam Al-Dinal-Qurai Abi Al-Fida’ Bin Katsir Al Quraisyi Al-Dimasyqi (W. 774 H/ 1343 M).
  • Al-Durr Al-Mantsur Fi Al-Tafsir Bi Al-Matsur karya Jalal Al-Din Al-Suyuthi (849-911 H/ 1445-1505 M) berjumlah 18 jilid dengan 5600-6400 halaman.
  • Adhwa’ al-Bayan fi Idhah Al-quranbi al-Qur’an, karya Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al-Syanqithi dalam 10 jilid dengan 6771 halaman.
  • Al-Kasyf wa al-Bayan‘ an Tafsir al-Qur’an, karya Abi Ishaq., dan lain sebagainya.[9]

Secara umum langkah-langkah metode Tafsir Tahliliy dalam kitab tafsir terdiri dari tujuh langkah.

  • Menjelaskan munasabah (hubungan) antara ayat dengan ayat maupun surah dengan surah.
  • Menjelaskan Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat).
  • Mengungkap makna leksikal (umum) dari ayat juga I’rab dan makna qira’atnya.
  • menyajikan isi kalimat secara umum beserta maknanya.
  • Menjelaskan makna balaghah Al-Qur’annya.
  • Menguraikan hukum fiqh ayatnya.
  • Menjelaskan makna dan tujuan syara’ yang ada pada ayat Al-Qur’an berdasarkan ayat-ayat yang lain, hadis nabi, pendapat sahabat, dan tabi’in, selain menurut ijtihad penafsiran mufassir.[10]

Penafsiran atau apapun itu tidak terlepas dari sisi kelebihan maupun kekurangan, sama hal nya dengan metode Tafsir Tahlily,[11] setelah penjelasan mengenai pengertian dan beberapa kitab yang menggunakan metode Tafsir Tahliliy, maka metode ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an.[12]

b. Kelebihan Metode Tafsir Tahliliy

  1. Ruang lingkup atau jangkauan yang luas

Dapat mengetahui tafsir suatu ayat atau surat dengan mudah, karena susunan ayat atau surah nya yang sistematis mengikuti susunan dalam Al-Qur’an. Juga termasuk dalam keistimewaannya adalah membahas Al-Qur’an dalam ruang lingkup yang luas, yang meliputi aspek bahasa, sejarah, hukum, dan lain sebagainya.[13] Metode ini dapat digunakan oleh para mufasir dalam dua bentuk yaitu, ma’tsur dan ra’yu yang nantinya akan dikembangkan sesuai dengan keahlian masing-masing para mufasir. Contoh, Ahli Bahasa menafsirkan Al-Qur’an dari segi pemahaman kebahasaan, seperti Tafsir Al-Nasafi, karangan Abu Al-Su’ud. Ahli Qiraat menjadikan qiraat sebagai titik tolak dalam penafsirannya, seperti Abu Hayyan. Ahli Filsafat, seperti kitab Tafsir Al-Fakhr Al-Razi. Sains dan teknologi, menafsirkan Al-Qu’ran dari segi teori-teori ilmiah atau sains, seperti Kitab Tafsir Al-Jawahir Karangan Al-Tanthawi Al-Jauhari, dan lain sebagainya.

  1. Memuat berbagai ide atau gagasan

Metode ini memberikan banyak kemungkinan bagi para mufassir untuk meluapkan ide atau gagasan mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dengan terbukanya pintu selebar-lebarnya bagi para mufassir untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan mereka dalam menafsirkan al-qur’an, maka lahirlah kitab-kitab tafsir seperti kitab tafsir al-thabari [15 jilid], tafsir ruh al-ma’ani [16 jilid], tafsir al-fakhr al-razi [17 jilid], tafsir al-maraghi [ 10 jilid], dan lain sebagainya.

c. Kekurangan Metode Tafsir Tahliliy

  1. Menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-belah.

Hal tersebut memberikan kesan seakan-akan Al-Qur’an menyajikan informasi yang tidak lengkap atau tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat terhadap ayat yang lain berbeda, padahal antar ayat-ayat tersebut masih memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan kurang memperhatikan ayat-ayat lain yang sama dengannya.

  1. Melahirkan penafsiran yang subjektif

Seperti yang telah dikatakan bahwa salah satu kelebihan dari metode tafsir tahliliy ini adalah menjadi wadah bagi para mufassir dalam meluapkan ide-ide maupun gagasan mereka dalam menafsirkan Al-Quran. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut bisa melahirkan kekurangan juga yakni penafsiran yang bersifat subjektif. Sehingga para mufassir kadang-kadang tidak sadar bahwa mereka telah menafsirkan Al-Quran secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka yang menafsirkan al-quran tanpa mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku.

3. Contoh Metode Tafsir Tahliliy

Berikut adalah sebuah contoh ayat Al-Qur’an yang menggunakan metode Tafsir Tahliliy:

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”

Penafsiran dalam QS. Al-Baqarah ayat 115 yang artinya:

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Yang dimaksud oleh Allah dengan firman-Nya ialah, Allah berwenang penuh atas pemilikan dan pengaturan keduanya. Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliput seluruh alam, sebab itu dimana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena kita selalu berhadapan dengan Allah.

Para ulama lain berbeda pendapat dalam menjelaskan hal ini. Ada yang berkata bahwa ayat ini turun kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai dispensasi atau keringanan dari Allah mengenai kebolehan menghadap ke arah mana saja dalam pengerjaan shalat sunah ketika sedang dalam perjalanan, ketika perang, ketika ketakutan. Dengan demikian, diberitahukan bahwa dimana saja mereka menghadap, maka disitu ada Allah sesuai dengan firman-Nya tadi.

Ada juga yang berpendapat bahwa, maksud dari ayat tersebut sesuai dengan sebab turunnya ayat tersebut (Asbabun Nuzul), apabila kamu terhalang melaksanakan shalat di Masjidil Haram dan Masjid Baitul Maqdis, maka jangan khawatir, sebab sesungguhnya setiap permukaan bumi telah Ku jadikan masjid tempat sembahyang, dan silahkan kamu menghadap kemana saja yang kamu inginkan, tidak terikat oleh masjid manapun atau sesuatu yang lain, pun tidak terikat oleh lokasi tertentu. Sebab Allah memberi kelonggaran bagi hamba-hamba Nya yang mengenai kemaslahatan dan kebutuhan mereka.

Sedangkan menurut Atha, ayat ini turun ketika tidak mengetahui arah shalat suatu kelompok (kaum), sehingga mereka menghadap arah shalat sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing. Lalu ketika pagi hari mereka baru menyadari bahwa arah shalat mereka salah dan menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah sehingga turunlah ayat tersebut.

  • Metode Tafsir Ijmaliy’

a. Pengertian Metode Tafsir Ijmaliy’

Secara bahasa ijmaliy’ berarti ringkasan, global. Sedangkan secara istilah, metode tafsir ijmaliy’ adalah sebuah metode yang mengemukakan isi al-qur’an secara umum (global), tanpa penjelasan yang panjang dan luas namun sudah mencakup, serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa yang ada dalam al-qur’an, sehingga ketika membacanya seakan-akan sedang membaca Al-Qur’an. Dalam metode ini, para mufassir menjelaskan al-qur’an sesuai dengan urutan ayat dalam mushaf, sehingga makna-makna saling berhubungan.[14]

Adapun beberapa kitab yang menggunakan metode Tafsir Ijmaliy’ adalah:

  • At-Tafsir Al-Farid Li Al-Qur’an Al-Madjid, oleh Muhammad Abd. Al-Mun’im.
  • Marah Labid Tafsir Al-Nawawi/Al-Tafsir Al-Munir Li Ma’alim Al-Tanzil, oleh Al-Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.
  • Tafsir Al Wafiz Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, oleh Syauq Dhaif.
  • Tafsir Al-Wadih, oleh Muhammad Mahmud Hijazi.
  • Tafsir Al-Qur’an Al Karim, oleh Mahmud Muhammad Hadan ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq.
  • Fath Al-Bayan Fi Maqashid Al-Qur’an, oleh Al-Mujtahid Shiddiq Hasan Khan.
  • Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, oleh Jalaluddin As Suyuthi Dan Jalaluddin Al Mahalliy.
  • Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, oleh Muhammad Farid Wajdi.

Dengan demikian tangkah-langkah yang ditempuh oleh para mufassir yang tergolong dalam metode ini antara lain:

  • Menentukan ayat al-qur’an yang akan ditafsirkan sesuai urutannya dalam mushaf.
  • Menjelaskan kosa kata dengan bahasa yang mudah dipahami.
  • Menjelaskan makna ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan kaidah bahasa arab, seperti hukum dhamir’.

b. Kelebihan Metode Tafsir Ijmaliy’

  1. Jelas dan mudah dipahami

Metode tafsir ijmali’ adalah metode yang praktis, dan tidak bertele-tele.

  1. Akrab dengan bahasa Al-Qur’an

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa metode Tafsir Ijmaliy’ ini penyajiannya tidak terlalu jauh dengan gaya bahasa yang ada dalam Al-Qur’an, sehingga ketika membacanya seakan-akan sedang membaca Al-Qur’an.

c. Kekurangan Metode Tafsir Ijmaliy’

  1. Menjadikan petunjuk Al-Qur’an tidak utuh.

Padahal menurut Subhi As-Shaleh, Al-Qur’an memiliki keistimewaan dalam hal kecermatan.

  1. Penafsiran dangkal atau tidak mendalam.

Metode penafsiran ini tidak menyiapkan wadah yang cukup untuk meluapkan gagasan maupun ide-ide para mufassir.

3. Contoh Metode Tafsir Ijmaliy’

Berikut adalah sebuah contoh ayat Al-Qur’an yang menggunakan metode Tafsir Ijmaliy’:

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰنَۖ وَاِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ

“Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.”

Penafsiran dalam QS. Al-Baqarah ayat 115 yang artinya:

Maksudnya, dalam kitab tersebut terdapat kisah Yusuf, agar para pembacanya memahami makna-makna dalam perkara agama.

  • Metode Tafsir Muqaran

a. Pengertian Metode Tafsir Muqaran

Secara Etimologi (bahasa) Muqaran berasal dari kata  مقارنة – يقارن – قارن yang memiliki berarti perbandingan, menggandengkan atau menyatukan . Abd Al-Hayy Al Farmawi berpendapat bahwa metode tafsir Muqaran adalah penafsiran Al-Quran dengan cara menghimpun ayat – ayat Al-Quran, lalu  mengkaji, meneliti dan membandingkan sebuah pendapat dari sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat tersebut, baik penafsir dari generasi khalaf maupun salaf  atau menggunakan tafsir Bi Al-Ra’yi maupun Al-Ma’tsur. Selain itu Tafsir Muqaran digunakan juga untuk membandingkan sejumlah ayat-ayat Alquran tentang suatu masalah dan juga membandingkan suatu ayat-ayat Alquran dengan Hadis Nabi yang secara lahiriah berbeda. Lalu ia menjelaskan bahwasanya diantara mereka ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Adapun diantara mereka yang menitik beratkan pada bidang nahwu, yakni dari segi-segi i’râb, seperti Imam Az-Zarkasyi.

Metode tafsir muqaran, atau di

 dalam bahasa Arab disebut al-Manhaj al-Muqāran, merupakan suatu pendekatan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang caranya dengan membandingkan satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara ayat dan hadis, serta membandingkan pendapat para ulama tafsir. Secara etimologis, istilah muqaran sendiri berasal dari kata qārana yang bermakna  membandingkan atau menggandengkan. Dalam konteks ini, tafsir muqaran memiliki tujuan yaitu untuk mengungkapkan makna yang lebih dalam dari teks-teks suci dengan memperhatikan perbandingan antar berbagai sumber[15][16].

  1. Quraish Shihab mendefinisikan tafsir muqaran ini sebagai metode yang membandingkan antara ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, dan juga pendapat ulama tafsir untuk menemukan makna yang lebih komprehensif[17].
  2. Al-Farmawi menyatakan bahwa metode ini digunakan untuk mengkomparasikan ayat-ayat yang memiliki kesamaan redaksi atau konteks, serta membandingkan ayat yang berbeda tetapi berbicara tentang masalah yang sama[18].
  3. Nasruddin Baidan beliau menekankan bahwa tafsir muqaran ini mencakup perbandingan antara teks-teks Al-Qur’an yang memiliki kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih dan juga perbandingan antara ayat dan hadis yang tampak bertentangan[19].

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tafsir muqaran adalah metode

pendekatan yang memungkinkan mufassir untuk menggali makna Al-Qur’an secara lebih mendalam dengan cara membandingkan dari berbagai aspek dari teks-teks tersebut.

b. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Muqaran

Kelebihan:

  1. Wawasan Penafsiran yang Luas: Metode ini memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas dibandingkan metode lainnya. Dengan membandingkan berbagai sumber, pembaca dapat memahami konteks dan makna yang lebih dalam dari ayat-ayat Al-Qur’an[20].
  2. Menjawab Kontradiksi: Tafsir muqaran membantu menjelaskan perbedaan atau kontradiksi yang mungkin muncul antara ayat dan hadis. Dengan mengkomparasikan kedua sumber ini, mufassir dapat memberikan penjelasan yang lebih jelas dan logis[21].
  3. Pengembangan Pemikiran Tafsir: Metode ini sangat penting dalam konteks perkembangan pemikiran Islam modern. Dengan adanya beragam aliran pemikiran, tafsir muqaran berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan pemahaman yang rasional dan objektif terhadap teks-teks suci[22].

Kekurangan

  1. Kompleksitas Analisis: Proses membandingkan berbagai sumber dapat menjadi kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks sejarah serta linguistik dari teks-teks tersebut. Hal ini bisa menjadi tantangan bagi mufassir yang kurang berpengalaman[23].
  2. Subjektivitas Penafsiran: Meskipun metode ini bertujuan untuk objektivitas, penafsiran tetap bisa dipengaruhi oleh pandangan pribadi mufassir. Hal ini dapat menyebabkan bias dalam analisis dan interpretasi[24].
  3. Keterbatasan Sumber: Terkadang, tidak semua ayat atau hadis memiliki sumber yang cukup untuk dibandingkan secara efektif. Ini bisa membatasi kemampuan mufassir untuk memberikan analisis yang komprehensif[25].

c. Contoh Metode Tafsir Muqaran

Dalam praktiknya, metode tafsir muqaran dapat diterapkan pada berbagai situasi di mana terdapat kesamaan atau perbedaan antara ayat-ayat Al-Qur’an. Berikut adalah beberapa contoh penerapan metode ini:

  1. Perbandingan Ayat tentang Keadilan
    • Ayat 1: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)
    • Ayat 2: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan…” (QS. Al-Ma’idah: 8)
    • Dalam contoh ini, mufassir dapat membandingkan kedua ayat tersebut untuk menekankan pentingnya keadilan dalam Islam dan bagaimana amanah berkaitan dengan keadilan.
  1. Perbandingan Antara Hadis dan Ayat
  • Hadis: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian tetapi melihat kepada hati kalian.”
  • Ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain…” (QS. An-Nisa: 32)
  • Mufassir dapat menggunakan perbandingan ini untuk menjelaskan bahwa nilai seseorang di hadapan Allah ditentukan oleh hati dan niatnya, bukan oleh penampilan fisik atau harta.
  1. Perbandingan Pendapat Ulama
  • Dalam menafsirkan suatu ayat mengenai hukum waris, seorang mufassir mungkin akan membandingkan pendapat Imam Syafi’i dengan Imam Hanafi mengenai pembagian harta waris.
  • Dengan cara ini, pembaca dapat memahami variasi dalam interpretasi hukum Islam dan bagaimana konteks sosial budaya mempengaruhi pemikiran para ulama.

Melalui contoh-contoh di atas, jelas bahwa metode tafsir muqaran tidak hanya memperkaya pemahaman terhadap teks-teks suci tetapi juga mendorong dialog antar berbagai pandangan dalam tradisi Islam.

Dengan demikian, metode tafsir muqaran merupakan pendekatan penting dalam studi tafsir modern yang memungkinkan analisis mendalam terhadap Al-Qur’an serta interaksi antara berbagai sumber pengetahuan Islam.

  • Metode Tafsir Maudhu’i

a. Pengertian Tafsir Maudhu’i

Tafsir Maudhu’i, yang sering disebut sebagai tafsir tematik, adalah metode penafsiran Al-Qur’an yang berfokus pada pengumpulan dan analisis ayat-ayat yang memiliki tema atau topik tertentu. Metode ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan sistematis tentang isu-isu yang relevan dalam konteks kehidupan sehari-hari, baik dari segi sosial, politik, maupun spiritual. Dalam tafsir maudhu’i, ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tertentu dikumpulkan dan disusun secara sistematis, sehingga pembaca dapat memahami makna dan konteks dari tema tersebut dengan lebih jelas (Anshory, 2020; Nazhifah & Karimah, 2021).

  • Muhammad Baqir As-Shadr mendefinisikan tafsir maudhu’i sebagai kajian yang objektif dalam memperkenalkan sebuah topik tertentu dari tema-tema yang berhubungan dengan ideologi, sosial, atau alam semesta. Metode ini cenderung mengkaji dan juga mengevaluasi dari sudut pandang Al-Qur’an untuk menghasilkan teori tentang topik tersebut (Sa’id, n.d.).
  • Quraish Shihab menjelaskan bahwa tafsir maudhu’i adalah metode penafsiran yang menetapkan satu topik tertentu dengan menghimpun seluruh atau sebagian ayat yang relevan untuk menjelaskan tema tersebut (Shihab, 2007).
  • Ali Hasan al-Aridl menekankan bahwa metode ini memungkinkan mufassir untuk menghindari kesalahan dengan menghimpun ayat-ayat yang berbicara tentang suatu tema secara komprehensif, sehingga dapat memberikan jawaban yang utuh tentang tema tersebut (Al-Aridl, n.d.).

Dari definisi-definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir maudhu’i merupakan pendekatan sistematis dalam menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan tema tertentu.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Maudhu’i

(Kelebihan)

  • Pemahaman Tematik: Salah satu dari keunggulan utama tafsir maudhu’i ialah kemampuannya dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu kontemporer dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang relevan dalam satu tema. Hal ini membuat pembaca dapat melihat keterkaitan antara berbagai ayat dalam konteks yang lebih luas (Maisaroh & Toriquddin, 2021).
  • Keteraturan dan Sistematis: Metode ini menyusun ayat-ayat berdasarkan tema tertentu, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami makna dan konteksnya. Dengan pendekatan ini, pembaca tidak hanya mendapatkan informasi terpisah tetapi juga memahami hubungan antar ayat (Mulyaden & Fuad, 2021).
  • Relevansi dengan Masalah Kontemporer: Tafsir maudhu’i sangat relevan untuk menjawab tantangan dan masalah yang dihadapi umat Islam di zaman modern. Dengan mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan isu-isu terkini, metode ini membantu dalam memberikan solusi praktis berdasarkan ajaran Islam (Al-Farmawi, 2003).

(Kekurangan)

  • Potensi Subjektivitas: Meskipun metode ini bertujuan untuk objektivitas, penafsiran tetap bisa dipengaruhi oleh pandangan pribadi mufassir. Hal ini dapat menyebabkan bias dalam analisis dan interpretasi tema (Ghidah, n.d.).
  • Keterbatasan dalam Penafsiran Konteks: Dalam mengumpulkan ayat-ayat berdasarkan tema tertentu, ada kemungkinan mufassir kehilangan konteks spesifik dari masing-masing ayat. Konteks sejarah dan sosial di balik turunnya ayat bisa jadi terabaikan (Sa’id, n.d.).
  • Kesulitan dalam Pengumpulan Ayat: Proses mengumpulkan ayat-ayat yang relevan bisa menjadi tantangan tersendiri bagi mufassir. Terkadang tidak semua ayat terkait secara langsung dengan tema tertentu, sehingga memerlukan keahlian khusus untuk menentukan relevansi masing-masing ayat (Nazhifah & Karimah, 2021).

c. Contoh Tafsir Maudhu’i

Berikut adalah beberapa contoh penerapan metode tafsir maudhu’i dalam menafsirkan Al-Qur’an:

Contoh 1: Tema Keadilan

Dalam membahas tema keadilan, seorang mufassir dapat mengumpulkan beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang keadilan sosial dan hukum:

  • An-Nisa: 135 – “Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan…”
  • Al-Ma’idah: 8 – “Dan janganlah kamu biarkan kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk tidak berlaku adil…”

Dengan mengumpulkan ayat-ayat ini, mufassir dapat menjelaskan pentingnya keadilan dalam Islam serta implikasinya bagi masyarakat.

 Contoh 2: Tema Cinta Kasih

Dalam tema cinta kasih antar sesama manusia:

  • Al-Hujurat: 10 – “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara…”
  • Ali ‘Imran: 103 – “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah…”

Melalui pengumpulan ayat-ayat ini, mufassir dapat menekankan nilai-nilai persaudaraan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.

 Contoh 3: Tema Hukum Waris

Dalam membahas hukum waris:

  • An-Nisa: 11 – “Allah menetapkan bagi kalian tentang anak-anak kalian…”
  • An-Nisa: 12 – “Dan bagi kalian separuh dari apa yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian…”

Pengumpulan ayat-ayat ini memungkinkan mufassir untuk memberikan penjelasan komprehensif mengenai hukum waris dalam Islam.

Dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i pada contoh-contoh di atas, jelas bahwa pendekatan ini tidak hanya memperkaya pemahaman terhadap teks-teks suci tetapi juga mendorong penerapan ajaran Islam dalam konteks kehidupan nyata.

Dengan demikian, metode tafsir maudhu’i merupakan pendekatan penting dalam studi tafsir modern yang memungkinkan analisis mendalam terhadap Al-Qur’an serta interaksi antara berbagai sumber pengetahuan Islam dalam konteks kehidupan sehari-hari umat Muslim saat ini.

KESIMPULAN

Didalam melakukan penafsiran Al-Qur’an, tidak hanya terdapat satu metode atau cara saja. Banyak metode yang bisa ditempuh oleh para ulama atau para mufasir. Ada empat metode yakni, Metode Tafsir Tahililiy, Ijmaliy, Muqaran, dan Maudhu’i. pada dasarnya, metod-metode tersebut tetap memiliki kelebihan ataupun kekurangan dalam penerapannya. Tak hanya itu, ada beberapa kitab yang telah menggunakan metode-metode tersebut daalam melakukan penafsiran.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ainun, Iqlima Nurul, Lu’luatul Aisyiyyah, dan Badruzzaman M. Yunus. “Metode Tafsir Tahlili dalam Menafsirkan Al-Qur’an: Analisis pada Tafsir Al-Munir.” Jurnal Iman dan Spiritualitas 3, no. 1 (2023): 33–42. https://doi.org/10.15575/jis.v3i1.21788.

Arif, Solehan. “Pengertian Metode Tafsir Muqarin.” gurusiana.id, 2024. https://www.gurusiana.id/read/solehanarif/article/pengertian-metode-tafsir-muqarin-3319560.

Aulia, Muhammad Fadli Rahma. “Metode Tafsir Muqaran : Kajian Terhadap ‘ La Bible , Le Coran Et La Science ’ Karya Maurice Bucaille.” Definisi: Jurnal Agama dan Sosial-Humaniora 2, no. 2 (2023): 85–95. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/definisi/article/view/31953.

Fathurrahman Muhtar. METODOLOGI STUDI ISLAM, 2015.

Kaharuddin, Muh. Jauhari. “METODOLOGI TAFSIR DALAM AL-QUR ’ AN,” 2021.

Pasaribu, Syahrin. “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an.” Journal Wahana Inovasi 9, no. 1 (2020): 43–44. https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/wahana/article/view/2637.

Penerbit Jabal. “Pengertian Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan – Penerbit Al Quran,” n.d. https://penerbitalquran.com/pengertian-tafsir-muqaran-kelebihan-dan-kekurangan.html.

Putra, Aldomi. “Metodologi Tafsir.” Jurnal Ulunnuha 7, no. 1 (2018): 41–66. https://doi.org/10.15548/ju.v7i1.237.

RUSDI. “AL-QUR’AN DAN DIALEKTIKA KEBUDAYAN INDONESIA (Telaah Atas Penulisan Tafsir Jenis Kolom Dalam Buku Nasionalisme Muhammad; Islam Menyongsong Masa Depan karya Emha Ainun Nadjib),” 2009.

Ummi Kalsum Hasibuan, Risqo Faridatul Ulya, dan Jendri Jendri. “Tipologi Kajian Tafsir: Metode, Pendekatan dan Corak dalam Mitra Penafsiran al-Qur’an.” Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah 2, no. 2 (2020): 96–120. https://doi.org/10.32939/ishlah.v2i2.9.

Wijaya, Idmar. “Tafsir Muqaran.” At-Tabligh 1, no. 1 (2016): 1–13. https://jurnal.um-palembang.ac.id/attabligh/article/view/136.

Yahya, Anandita, Kadar M Yusuf, dan Alwizar Alwizar. “Metode Tafsir (al-Tafsir al-Tahlili, al-Ijmali, al-Muqaran dan al-Mawdu’i).” Palapa 10, no. 1 (2022): 1–13. https://doi.org/10.36088/palapa.v10i1.1629.

Yusuf, Muhammad Yunan. “Metode Penafsiran Al-Qur’an.” SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 2, no. 1 (2014): 11. https://doi.org/10.21093/sy.v2i1.492.

Anshory, A. (2020). Tafsir Maudhu’i: Pengertian dan Penerapannya. Jurnal Ilmu Tafsir.

Baidan, N. (2011). Tafsir Muqaran. Jurnal Ilmu Tafsir.

Ghidah, A. (n.d.). Definisi Tafsir Maudhu’i. Jurnal Penelitian Islam.

Harahap, S. (2005). Metode Muqaran Dalam Al-Qur’an. Jurnal UISU.

Maisaroh, N., & Toriquddin, M. (2021). Karakteristik Tafsir Maudhu’i. Jurnal Pendidikan Islam.

Mulyaden, A., & Fuad, M. (2021). Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Maudhu’i. Jurnal Ilmu Agama.

Nazhifah, S., & Karimah, U. (2021). Tafsir Tematik dalam Kajian Kontemporer. Jurnal Pemikiran Islam.

Pasaribu, S. (2002). Metode Tafsir Muqaran. Jurnal Pendidikan Islam.

Sa’id, M. (n.d.). Tafsir Maudhu’i dan Relevansinya. Jurnal Ilmu Tafsir.

Shihab, Q. (2007). Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati.

[1] Anandita Yahya, Kadar M Yusuf, dan Alwizar Alwizar, “Metode Tafsir (al-Tafsir al-Tahlili, al-Ijmali, al-Muqaran dan al-Mawdu’i),” Palapa 10, no. 1 (2022): 1–13, https://doi.org/10.36088/palapa.v10i1.1629.

[2] Muh. Jauhari Kaharuddin, “METODOLOGI TAFSIR DALAM AL-QUR ’ AN” (2021).

[3] Fathurrahman Muhtar, METODOLOGI STUDI ISLAM, 2015.

[4] RUSDI, “AL-QUR’AN DAN DIALEKTIKA KEBUDAYAN INDONESIA (Telaah Atas Penulisan Tafsir Jenis Kolom Dalam Buku Nasionalisme Muhammad; Islam Menyongsong Masa Depan karya Emha Ainun Nadjib)” (2009).

[5] (Al-Farmawi 1994, 42)

[6] (Salim 2005)

[7] Yahya, Yusuf, dan Alwizar, “Metode Tafsir (al-Tafsir al-Tahlili, al-Ijmali, al-Muqaran dan al-Mawdu’i).”

[8] Iqlima Nurul Ainun, Lu’luatul Aisyiyyah, dan Badruzzaman M. Yunus, “Metode Tafsir Tahlili dalam Menafsirkan Al-Qur’an: Analisis pada Tafsir Al-Munir,” Jurnal Iman dan Spiritualitas 3, no. 1 (2023): 33–42, https://doi.org/10.15575/jis.v3i1.21788.

[9] Aldomi Putra, “Metodologi Tafsir,” Jurnal Ulunnuha 7, no. 1 (2018): 41–66, https://doi.org/10.15548/ju.v7i1.237.

[10] Ainun, Aisyiyyah, dan Yunus, “Metode Tafsir Tahlili dalam Menafsirkan Al-Qur’an: Analisis pada Tafsir Al-Munir.”

[11] Muhammad Yunan Yusuf, “Metode Penafsiran Al-Qur’an,” SYAMIL: Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education) 2, no. 1 (2014): 11, https://doi.org/10.21093/sy.v2i1.492.

[12] Ummi Kalsum Hasibuan, Risqo Faridatul Ulya, dan Jendri Jendri, “Tipologi Kajian Tafsir: Metode, Pendekatan dan Corak dalam Mitra Penafsiran al-Qur’an,” Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah 2, no. 2 (2020): 96–120, https://doi.org/10.32939/ishlah.v2i2.9.

[13]Putra, “Metodologi Tafsir.”

[14] Yusuf, “Metode Penafsiran Al-Qur’an.”

[15] Solehan Arif, “Pengertian Metode Tafsir Muqarin,” gurusiana.id, 2024, https://www.gurusiana.id/read/solehanarif/article/pengertian-metode-tafsir-muqarin-3319560.

[16] Muhammad Fadli Rahma Aulia, “Metode Tafsir Muqaran : Kajian Terhadap ‘ La Bible , Le Coran Et La Science ’ Karya Maurice Bucaille,” Definisi: Jurnal Agama dan Sosial-Humaniora 2, no. 2 (2023): 85–95, https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/definisi/article/view/31953.

[17] Arif, “Pengertian Metode Tafsir Muqarin.”

[18] Aulia, “Metode Tafsir Muqaran : Kajian Terhadap ‘ La Bible , Le Coran Et La Science ’ Karya Maurice Bucaille.”

[19] Idmar Wijaya, “Tafsir Muqaran,” At-Tabligh 1, no. 1 (2016): 1–13, https://jurnal.um-palembang.ac.id/attabligh/article/view/136.

[20] Penerbit Jabal, “Pengertian Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan – Penerbit Al Quran,” n.d., https://penerbitalquran.com/pengertian-tafsir-muqaran-kelebihan-dan-kekurangan.html.

[21] Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an,” Journal Wahana Inovasi 9, no. 1 (2020): 43–44, https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/wahana/article/view/2637.

[22] Penerbit Jabal, “Pengertian Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan – Penerbit Al Quran.”

[23] Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an.”

[24] Penerbit Jabal, “Pengertian Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan – Penerbit Al Quran.”

[25] Wijaya, “Tafsir Muqaran.”


0 Comments

Leave a Reply