ANAK SEBAGAI QURRATA A’YUN
Ilham Fatkhu Romadhon
Salah satu kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat Arab pra-Islam (masa Jahiliyah) adalah membunuh anak-anak. Faktor kemiskinan merupakan alasan utama kenapa mereka membunuh bayi yang tidak punya dosa. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh negeri Arab yang gersang sehingga sangat sulit memanfaatkan alam untuk dijadikan sumber pangan. Allah SWT menegaskan akan menjamin rezeki seorang anak. Dalam Al-Quran dijelaskan
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُم مِّنْ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ
“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena kemiskinan, kami akan memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka” (QS. Al-An’am: 151),
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra [17]: 31).
Pada dua ayat di atas Allah melarang membunuh anak-anak karena kemiskinan (pada ayat pertama) atau karena takut miskin (pada ayat kedua). Membunuh dalam arti bukan hanya memisahkan ruh dan raga, tetapi juga membunuh karakternya sebagai seorang anak, membunuh masa kanak-kanaknya dan membunuh masa depannya.
Mempunyai anak adalah suatu kebanggaan orang tua karena anak adalah hasil cinta kasih kedua orang tuanya, buah hati, pelipur lara, pelengkap keceriaan rumah tangga, penerus cita-cita sekaligus investasi akhirat, dan sekaligus anak merupakan pelindung bagi orang tua ketika mereka sudah tua. Dan di saat kedua orang tua sudah tiada, maka anaklah yang berkewajiban untuk mendoakan orang tuanya. Oleh karena itu pendidikan Islam dalam moral dan akhlak terhadap anak sangat penting demi kelanjutan hidup mereka.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri apabila anak dalam kehidupan sekarang malah menyakiti hati orang tuanya , dan tidak taat kepada mereka berdua. Padahal dalam hadis dikatakan sebagaimana berikut:
عَنْ ثَوْبَانَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : ثَلاثَةٌ لا يَنْفَعُ مَعَهُنَّ عَمَلٌ : الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ.رواه الطبراني
Artinya : dari Tsauban ra. ia berkata, bahwa Nabi Saw telah bersabda: “Ada tiga perkara yang menyebabkan amal seseorang tidak akan diterima di sisi Allah. Yakni menyekutukan Allah, berani kepada kedua orang tua, dan melarikan diri dari barisan perang.” (HR. Thabrani).
بَرُّوا آباءَكُمْ تَبَرُّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ ، وَعِفُّوا تَعِفُّ نِسَاؤُكُمْ
Artinya : dari Ibnu Umar ra .ia berkata, bahwa Rasulullah” Saw telah bersabda: “Berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya kelak anak-anakmu akan berbakti kepadamu, Dan peliharalah kehormatan dirimu, niscaya istri-istrimu akan selalu memelihara kehormatannya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan).
Hal tersebut disebabkan oleh pendidikan yang kurang tepat, dan juga faktor lingkungan mereka di masyarakat yang salah. Jika melihat ayat-ayat Al-Quran tentang anak, setidaknya bisa diklasifikasikan menjadi empat kategori: 1) anak sebagai musuh, 2) anak sebagai fitnah, 3) anak sebagai perhiasan, dan 4) anak sebagai Qurrata a’yun
- Pertama, ada anak sebagai musuh, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surat At-Taghabun ayat 14, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (14)
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
‘Aduwwun ( musuh orang tuanya) yang dimaksud anak sebagai musuh adalah apabila ada anak yang menjerumuskan bapaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agam Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.
- Kedua, anak sebagai fitnah atau ujian, hal ini Allah jelaskan dalam surat at-Taghabun ayat 15,
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (15)
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) , dan di sisi Allah pahala yang besar.”
Fitnah yang dapat terjadi pada orang tua adalah manakala anak-anaknya terlibat dalam perbuatan yang negatif. Seperti mengonsumsi narkoba, pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, penipuan, atau perbuatan-perbuatan lainnya yang membuat susah dan resah orang tuanya.
- Ketiga, anak sebagai perhiasan, hal ini Allah jelaskan dalam surat Al-Kahfi ayat 46,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا (46)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Perhiasan yang dimaksud adalah bahwa orang tua merasa sangat senang dan bangga dengan berbagai prestasi yang diperoleh oleh anak-anaknya, sehingga dia pun akan terbawa baik namanya di depan masyarakat.
- Keempat, anak sebagai penyejuk mata (qurrata a’yun) atau penyenang hati, hal ini Allah jelaskan dalam surat Al Furqon ayat 74:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا (74)
- “Dan orang-orang yang berkata ”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Kedudukan anak yang terbaik adalah manakala anak dapat menyenangkan hati dan menyejukkan mata kedua orang tuanya. Mereka adalah anak-anak yang apabila disuruh untuk beribadah, seperti salat, mereka segera melaksanakannya dengan suka cita. Apabila diperintahkan belajar, mereka segera menaatinya. Mereka juga anak-anak yang baik budi pekerti dan akhlaknya, ucapannya santun dan tingkah lakunya sangat sopan, serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Cara mendidik anak menjadi Qurrata a’yun:
Umar Ibn al-Khaththab radhiyallahu anhu berkata :
لاعب ابنك سبعاً، وأدبه سبعاً، وآخه/صاحبه سبعاً، ثم ألق حبله على غاربه
Ajaklah anakmu bermain selama tujuh tahun, didiklah selama tujuh tahun, dan jadikanlah sahabatmu selama tujuh tahun, kemudian lemparkanlah tali kekang anakmu pada punggungnya (bebaskan ia).
Sahabat Umar Ibn al-Khaththab RA merumuskan teori pendidikan dalam perspektif Islam jauh sebelum teori-teori modern bermunculan.
Pada periode pertama pendidikan anak, Tujuh Tahun Pertama, pendekatan kepada anak adalah pendekatan permainan. Dalam usia ini orang tua tidak dibenarkan memperlakukan anak dengan pendidikan yang keras. Anak sebaiknya dididik dengan pembiasan perilaku terpuji di sela bermain dengannya. Jadi, merupakan perilaku yang tidak tepat untuk membentak anak-anak pada usia ini karena perilakunya yang tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya.
Pada periode kedua pendidikan anak, Tujuh Tahun Kedua ( yaitu usia 8 sampai 16 tahun) Periode ini adalah pendidikan anak yang hakiki. Pendidikan anak di periode ini tegas bahkan terkadang keras. Bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda: Perintahlah anakmu untuk salat pada usia tujuh tahun, dan pukullah dia jika sudah berusia sepuluh tahun (dan tidak mau melaksanakan salat) serta pisahkanlah ranjang mereka. Jadi dalam periode ini orang tua harus tegas dalam mendidik anak, bahkan kita diperbolehkan mencubit ataupun sedikit memukul anak jika omongan tidak lagi didengarkan. Adalah sebuah ironi yang begitu memprihatinkan jika ada seorang guru yang dipenjarakan orang tua murid gara-gara terpaksa mencubit anaknya untuk mendidik.
Pada periode ketiga pendidikan anak, Tujuh Tahun Ketiga (usia lima belas sampai dua puluh satu tahun) Jadikanlah anak sebagai teman. Anak-anak pada usia ini tidak bisa dididik seperti 7 tahun sebelumnya, karena ia akan mencari pelarian pada hal-hal yang bisa membahayakan dirinya. Orang tua harus bisa menjadi teman curhat yang baik bagi sang anak, membimbing dengan kesetaraan dalam berargumentasi. Dengarkan dan hargailah pilihannya jika tidak bertentangan dengan norma, etika, dan akhlak. Pada periode berikutnya, ketika anak sudah mencapai usia dua puluh dua tahun ke atas, anak sudah matang dengan melalui pendidikan di tiga periode sebelumnya Redaksi yang dipilih Sahabat Umar Radhiyallahu ‘Anhu adalah meletakkan tali kekang di atas punggungnya, artinya biarkan dia mandiri mencari kebahagiaan terindahnya. Orang tua harus siap melepaskan dia sebagai pribadi yang mandiri dengan penuh tanggung jawab. Nasihatilah ia tatkala perlu dinasihati namun janganlah mencampuri urusannya terlalu jauh. Apalagi ketika anak sudah berumah tangga, biarkan dia berproses menuju jati diri keluarganya.
0 Comments