MENELISIK MAKNA KEMERDEKAAN

Published by Buletin Al Anwar on

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

MENELISIK MAKNA KEMERDEKAAN

Mohammad Fauzan Ni’ami

“Dan, seorang manusia tidak mendapatkan selain apa-apa yang telah diupayakannya. Dan, pelbagai upayanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan, kepada Tuhanmulah segalasesuatu akan bermuara.” (An-Najm, 39-42)

Bulan ini bangsa Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya yang ke 74. Kesemarakan menyambut hari bersejarah itu sudah nampak dari awal bulan agustus. Spanduk, lampu hias, bendera, sampai baliho-baliho besar bertuliskan ucapan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan-jalan raya diseluruh kawasan Indonesia. Tidak hanya itu, iklan-iklan ucapan selamat hari kemerdekaan dan acara spesial kemerdekaan dimedia massa turut  menambah kemeriahan menyambut hari bersejarah itu.

Hari kemerdekaan Indonesia jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 dan selalu diperingati oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Kita patut untuk disyukuri dan diingat keberadaannya. Bukan untuk dirayakan dengan euforia saja, namun yang utama adalah perlunya masyarakat Indonesia untuk mengetahui dan menyadari akan hakikat kemerdekaan.

Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut “al-Istiqlal“ yang mempunyai pengertian luas yaitu “al-Qudrah ‘ala al-Tanfidz ma’a In‘idam Kulli Qasr wa ‘Unf min al-Kharij” (Kemampuan melaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya). Dalam literatur fiqih, istilah merdeka lebih dikenal dengan kata “Al-Hurriyyah“, yaitu “al-Taharrur wa al-Khalash min ayy Qaydin wa Saytharah Ajnabiyyah”  (bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain).

Kyai Husein Muhammad menuturkan bahwa yang dimaksud kemerdekaan atau kebebasan sejatinya adalah situasi batin yang terlepas dari segala rasa yang menghimpit, yang menekan dan yang menderitakan jiwa, pikiran dan gerak manusia baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Kemerdekaan/Kebebasan adalah suasana hati yang damai, yang tenang terbukanya kehendak-kehendak dan harapan-harapan yang manis manusia. Kemerdekaan adalah suasana di mana semua potensi kemanusiaan : energi tubuh, akal-intelek, budi, jiwa dan hati, memperoleh tempat dan jalan menuju harapan-harapannya

Sedangkan menurut Ir. Soekarno (Presiden RI ke-1), yang dimaksud dengan kemerdekaan adalah rakyat tidak terjajah oleh bangsa lain, rakyat memagang kendali pemerintahan, perpolitikan, ekonomi, sosial atas negaranya sendiri. Soekarno menjelaskan, rakyat yang terjajah tak bisa menemukan dirinya sendiri. Rakyat terjajah itu tak bisa berpribadi sendiri. Dalam segala hal, kata Bung Karno, rakyat terjajah itu selalu menjadi embel-embel bangsa penjajah

Dalam literatur kebangsaan, makna kemerdekaan lebih condong ke kebebasan bernegara. Hal ini seraya dengan pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Kalimat tersebut menunjukkan keteguhan dan kuatnya motivasi bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan untuk merdeka, dengan demikian segala bentuk penjajahan haram hukumnya dan segera harus dimusnahkan dari muka bumi ini karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan keadilan.

Hakikatnya, makna kemerdekaan ditinjau dari segi Islam dan Negara mempunyai suatu kesamaan dan saling terhubung diantara keduanya, yaitu keduanya memaknai bahwa arti dari kemerdekaan adalah terlepas dan bebas dari bentuk penguasaan orang lain. Kita bisa menilai keterkaitan (sinkron) jika kita bisa menelisik pembukaan UUD 1945.

Misalnya alinea ketiga yang termuat pada pembukaan UUD 1945 yang bebunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.”

Menurut Buya HAMKA, inilah pokok dan dasar pertama dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau menuturkan bahwa sejatinya negara ini berdiri karena adanya pertemuan diantara keinginan luhur rakyat Indonesia dengan Berkat Rahmat Allah. Artinya bertemu diantara takdir Allah dengan ikhtiar manusia. Kalau tidak ada gabungan dari kedua itu, kemerdekaan tidak akan tercapai dan negara tidak akan berdiri.

Buya HAMKA juga menjelaskan bahwa merdeka bukan hanya sekadar kebebasan saja, maka dari itu beliau membagi merdeka menjadi tiga macam, yaitu:

  • Merdeka iradah (kemauan), selama mereka masih berani menyuruh, menyarankan menganjurkan dan menciptakan perkara yang ma`aruf. Yaitu yang dikenal baik dan diterima baik oleh masyarakat. Itulah yang bernama “Al-amru bil maaruf” (mengajak pada yang baik).
  • Merdeka fikiran, atau bebas menyatakan fikiran, yaitu melarang, menahan, mengkritik, mengaposisi yang mungkar. Artinya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Inilah yang bernama “annahu `anil munkar” (mencegah dari yang mungkar). Tidak peduli dari siapa datangnya dan siapa yang membawanya. Karena kebenaran di atas dari segala manusia. Sebagaimana semboyan, “keadilan di atas dari segala kekuatan, kebenaran di atas dari kedudukan”.
  • Kemerdekaan jiwa. Bebas dari ketakutan. Itulah kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa saja, dan berjuang untuk Tuhan Yang Maha Esa saja, sehingga jiwa menjadi kuat menentang segala tantangan dan kesulitan. Mencintai sesama manusia adalah karena kehendak Tuhan. Mencapai keadilan sosial adalah karena kehendak Tuhan. Kedaulatan rakyat adalah karena amanat Tuhan, dan karena memikul tanggung jawab sebagai khalifah Tuhan. Inilah “Wa tu`minuna billahi” (Dan beriman kepada Allah). Kalau pokok ini yang runtuh (kemerdekaan jiwa), inilah permulaan hilang kemerdekaan. Walaupun serdadu asing tidak ada di dalamnya lagi. Bahkan pemerintahannya itulah yang akan menjadi asing baginya.

Kesimpulanya adalah kemerdekaan adalah sesuatu yang asasi dan yang melekat dalam diri setiap manusia, apapun latar belakang sosial, budaya, politik, jenis kelamin, agama, keyakinan, warna kulit, kebangsaannya dan seterusnya. Kemerdekaan adalah esensi atau wujud keberadaan manusiaan itu sendiri. Karena itu ia tidak dapat dan tidak boleh dirampas atau dicabut oleh siapapun. Ia adalah anugerah Tuhan kepada manusia, makhluk-Nya yang paling dihormati. Oleh sebab itu, segala bentuk kebudayaan, peradaban dan setiap sistem kehidupan yang menghalangi, membatasi, yang memenjarakan, dan memperbudak manusia harus dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan hakikat manusia.


0 Comments

Leave a Reply