Di balik kekayaan Sahabat Abdurrahman bin Auf

Published by Buletin Al Anwar on

Nabillah Putri Ma’arif

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Email: [email protected]

Abstrak

Kehidupan dan filosofi Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal karena kekayaan serta kebijaksanaannya. Meskipun sangat kaya, Abdurrahman bin Auf menjalani hidup yang sederhana dan selalu mempertahankan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dia tidak membiarkan kekayaannya mengganggu akhlaknya dan selalu berusaha untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. Kekhawatiran Abdurrahman bin Auf terhadap kekayaannya muncul karena dia takut bahwa semua kebaikan yang dia terima di dunia ini adalah balasan dari amalnya, sehingga dia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat. Hal ini menunjukkan kesadaran spiritual yang tinggi dan keinginan untuk selalu berada di jalan yang benar, tidak hanya dalam urusan duniawi tetapi juga dalam persiapan untuk kehidupan setelah kematian.

Kata Kunci: Abdurrahman bin Auf, Kekayaan, Sederhana

Pembahasan

Pada suatu hari di kota Madinah, debu-debu bergumpal menutupi langit, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya badai pasir. Di tengah kegelisahan itu, Aisyah RA, dengan rasa ingin tahu, bertanya kepada seorang penduduk (Khalid Muhammad Khalid, n.d.). Kedatangan kafilah yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf ini bukan hanya membawa debu, tetapi juga keberkahan. Setibanya di Madinah, Abdurrahman bin Auf langsung menuju rumah Aisyah RA dan menyerahkan seluruh muatan dagangannya untuk dibagikan kepada penduduk Madinah. Tindakan ini menegaskan bahwa Abdurrahman bin Auf adalah sosok yang tidak hanya kaya raya, tetapi juga dermawan dan takut kepada Allah. Ia tidak ingin kekayaannya membuatnya lupa akan kewajiban kepada Sang Pencipta, sehingga ia mempersembahkan hartanya untuk Allah Ta’ala.

Abdurrahman bin Auf dikenal sebagai salah satu dari delapan orang pertama yang memeluk Islam dan dijanjikan surga, yang dikenal dengan Assabiqunal Awwalun (Ariany Syurfah, n.d.). Ia memeluk Islam pada masa awal dakwah Rasulullah SAW, sebelum Rasulullah memasuki Darul Arqam, tempat para sahabat berkumpul dan berdakwah secara sembunyi-sembunyi (Karim & Dewantara, n.d.). Abu Bakar RA adalah orang yang menyampaikan pesan Islam kepada Abdurrahman bin Auf. Tanpa ragu, Abdurrahman bin Auf segera menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya. Abdurrahman bin Auf merupakan sosok yang dikenal tidak hanya karena kepiawaiannya dalam berdagang tetapi juga karena keteguhannya dalam menjalankan ibadah. Di sela-sela waktu shalat di masjid dan tugas-tugas jihad, beliau menekuni perdagangan. Keberhasilan bisnisnya tidak terbantahkan; barang dagangan yang dibawa dari Mesir dan Syam berhasil memenuhi kebutuhan warga Madinah secara keseluruhan. Pada tahun 622 Masehi, saat umat Muslim berhijrah dari Mekkah ke Madinah, menjadi momen penting dalam sejarah Islam.

Rasulullah SAW dengan bijaksana mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar untuk mencegah ketimpangan ekonomi. Dalam proses ini, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’, salah satu individu terkaya di kalangan Anshar(Sopiansyah et al., 2021). Sa’ad bin Rabi’ menawarkan separuh dari kekayaannya kepada Abdurrahman, bahkan sampai kepada hal yang sangat pribadi seperti pernikahan. Namun, dengan sikap yang mengagumkan, Abdurrahman menolak tawaran tersebut dan meminta untuk diperkenalkan dengan pasar. Keputusan ini membuktikan bahwa beliau lebih memilih untuk mengandalkan usaha dan kerja kerasnya sendiri. Di pasar, Abdurrahman berhasil meraih keuntungan. Rahasia suksesnya tidak lain adalah optimisme dan kehati-hatian dalam bertransaksi. Beliau yakin, bahkan jika mengangkat sebuah batu, ia akan menemukan emas dan perak di bawahnya. Sikap ini, bersamaan dengan komitmennya untuk selalu berdagang dengan cara yang halal dan menjauhi segala yang syubhat, menjadi kunci kesuksesan yang luar biasa. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika dan keimanan, Abdurrahman bin Auf tidak hanya menjadi contoh sebagai pedagang yang sukses tetapi juga sebagai sahabat Rasulullah SAW yang setia dan berprinsip. Kisahnya menginspirasi banyak generasi untuk mengikuti jejak langkahnya dalam integritas dan kepercayaan diri.

Setelah memeluk Islam, Abdurrahman bin Auf menjadi contoh teladan yang baik, sehingga Nabi Muhammad SAW menggolongkannya ke dalam kelompok orang-orang yang dijanjikan surga. Keutamaannya tidak hanya diakui oleh Rasulullah, tetapi juga oleh Umar bin Khattab, yang mengangkatnya sebagai salah satu dari enam anggota Majlis Syura. Majlis ini adalah sebuah dewan yang dibentuk untuk memilih khalifah pengganti Umar bin Khattab (Rahmawati et al., 2023). Meskipun memiliki kesempatan untuk menjadi khalifah, Abdurrahman bin Auf memilih untuk mengundurkan diri dari pencalonan. Sikapnya yang zuhud terhadap kekuasaan dan jabatan ini menempatkannya sebagai hakim yang adil di antara lima calon khalifah lainnya. Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW menyebut Abdurrahman bin Auf sebagai orang yang dipercaya baik oleh penduduk langit maupun bumi. Dari kehidupannya, kita dapat memahami bahwa pengumpulan harta oleh Abdurrahman bin Auf bukanlah didorong oleh keinginan untuk menjadi kaya atau untuk bersaing memperebutkan jabatan. Sebaliknya, beliau mengumpulkan harta sebagai sarana untuk beramal, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kehidupan Abdurrahman bin Auf mengajarkan kita bahwa kekayaan yang sejati bukanlah yang terkumpul di dunia, melainkan yang dapat mendekatkan jiwa kepada keabadian surga.

Abdurrahman bin Auf mendengar sabda Rasulullah SAW yang mengatakan, “Abdurrahman bin Auf akan masuk surga dengan merangkak, maka dari itu pinjamkanlah kekayaanmu kepada Allah agar mempermudah langkahmu” (H. Usin S. Artyasa, n.d.). Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf tergerak hatinya untuk memberikan kekayaannya hanya karena Allah SWT. Tindakan ini, menurut keyakinannya, akan mempermudah langkahnya menuju surga. Sebagai bukti ketulusan dan kepatuhan Abdurrahman bin Auf dalam berinfaq di jalan Allah, beliau telah melakukan beberapa aksi filantropi yang tercatat dalam sejarah:

  1. Penjualan Tanah: Abdurrahman bin Auf menjual salah satu tanahnya dengan harga 40 ribu dinar. Hasil penjualan tersebut kemudian dibagikan kepada keluarganya dari Bani Zuhra, para istri Nabi Muhammad SAW, dan juga kepada kaum muslimin yang miskin.
  2. Dukungan untuk Perlengkapan Perang: Dalam upayanya mendukung tentara Islam, Abdurrahman bin Auf memberikan sumbangan sebanyak 500 ekor kuda untuk melengkapi perlengkapan perang.
  3. Kontribusi Kendaraan: Pada kesempatan lain, Abdurrahman bin Auf memberikan 1.500 unta yang digunakan sebagai kendaraan bagi tentara Islam.
  4. Wasiat Jelang Wafat: Menjelang wafatnya, Abdurrahman bin Auf mewasiatkan sejumlah 50 ribu dinar untuk diinfakkan di jalan Allah. Selain itu, beliau juga berwasiat agar setiap orang yang mengikuti perang Badar mendapatkan 400 dinar. Hal ini menunjukkan kebaikan hati dan kepedulian beliau terhadap sesama.

Usman bin Affan, salah satu sahabat Nabi yang juga dikenal kaya raya, turut mengambil bagian dari wasiat tersebut. Beliau berkata, “Harta Abdurrahman bin Auf adalah harta yang halal dan bersih, serta barangsiapa yang memakan harta tersebut akan memperoleh keberkahan dan keselamatan.”

Pada tahun 32 Hijriah, umat Islam kehilangan salah satu sahabat Nabi yang paling dihormati, Abdurrahman bin Auf. Di saat-saat terakhir kehidupannya, saat ia masih terbaring lemah di ranjangnya, Aisyah RA, istri tercinta Rasulullah SAW, mengusulkan agar Abdurrahman bin Auf dimakamkan di pekarangan rumahnya. Ini adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai, agar ia dapat beristirahat di sisi Rasulullah SAW, Abu Bakar, dan Umar. Namun, dengan kerendahan hati yang mendalam, Abdurrahman bin Auf merasa tidak layak untuk mendapatkan kehormatan tersebut. Ia merasa malu untuk disandingkan dalam kedudukan yang sama dengan para pemimpin umat Islam tersebut. Kekhawatiran akan kekayaan yang melimpah dan bagaimana hal itu mungkin memisahkannya dari sahabat-sahabatnya menjadi beban pikirannya. Tetapi, di saat-saat mendekati ajalnya, ketenangan dari Allah SWT segera menyelimuti hatinya. Abdurrahman bin Auf merasakan kedamaian yang mendalam, seolah-olah suara lembut mendekat, mengingatkannya pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “Abdurrahman bin Auf di dalam surga Allah”. Ini adalah pengingat akan janji Allah SWT yang tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 262, yang berbunyi: “Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih.” Kisah Abdurrahman bin Auf mengajarkan kita tentang pentingnya kerendahan hati, keikhlasan dalam berinfak, dan keyakinan akan janji Allah SWT. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kehidupan beliau yang penuh dengan keteladanan.

Kesimpulan

Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal, menghadapi dilema internal mengenai kekayaannya. Meskipun dia adalah seorang pedagang ulung dan sangat kaya, dia tetap menjalani hidup yang sederhana dan zuhud. Kekhawatirannya terhadap kekayaan bukanlah karena takut kehilangan, melainkan karena takut kekayaan tersebut merupakan balasan atas amalnya di dunia, sehingga tidak ada lagi yang tersisa untuk akhirat. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana Abdurrahman bin Auf menggunakan kekayaannya untuk kebaikan, berinfaq secara dermawan, dan menjadi teladan dalam kepemimpinan dan zuhud. Dia tetap menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan yang berimbang, memprioritaskan akhlak dan spiritualitas di atas materi, serta mengingatkan pentingnya berkontribusi kepada masyarakat dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

Referensi

Ariany Syurfah. (n.d.). 10 Sahabat Rasul Penghuni Surga.

  1. Usin S. Artyasa. (n.d.). Ternyata Balasan Memberikan Pinjaman Lebih Besar Daripada Sedekah.

Karim, H. A., & Dewantara, J. K. H. (n.d.). URGENSI HALAQAH DALAM AKSELERASI DAKWAH.

Khalid Muhammad Khalid. (n.d.). BIOGRAFI 60 SAHABAT NABI. UMMULQURA.

Rahmawati, E., Kuds, S. B., & Rudiana, R. (2023). Menelusuri Kearifan dan Strategi Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dalam Perspektif Sejarah Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 10. https://doi.org/10.47134/pjpi.v1i2.222

Sopiansyah, D., Ahmad, N., & Suhartini, A. (2021). Kesadaran dan Sikap Seorang Muslim Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Manusia. Jurnal Dirosah Islamiyah, 3(3), 374–381. https://doi.org/10.47467/jdi.v3i3.459


0 Comments

Leave a Reply