Aswaja Paku Bumi NKRI

Published by Buletin Al Anwar on

Oleh: Mukhammad Rizal

Islam Ahlussunnah wal-Jama’ah an-nahdliyah adalah pandasi tangguh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Membayangkan berdirinya NKRI dengan tidak memosisikan Aswaja sebagai softwarenya adalah kejadian yang mustahil terjadi.

Para penggagas Nahdlatul Ulama (NU) dan juga para pendiri negeri ini adalah orang yang sama. Dalam pandangan mereka, kebangsaan Indonesia tidaklah bertentangan dengan ajaran keislaman, justru mereka lebih tegas menetapkan bahwa mendirikan NKRI adalah salah satu langkah perjuangan dalam membela dan menegakkan syari’at agama.

Eksistensi jargon “NKRI harga mati” selalu membahana berkumandang dalam setiap forum perkumpulan dan kaderisasi di NU dan seluruh banomnya.  Hal ini menandakan adanya ikatan spiritual yang sangat kuat terjalin pada setiap warga NU dengan doktrin membela negara adalah sebagai kewajiban agama.

Negara akan tetap tegak berdiri bukan hanya semata-mata bertumpu melalui fungsionaris formal, tapi negara akan lebih kokoh berdiri karena adanya cendekiawan Ahlussunnah wal-Jama’ah an-nahdliyah.  Posisi NU berperan vital sebagai  paku bumi yang menyokong revitalisasi NKRI. Bagaikan perangkat komputer, organisasi Nahdlatul Ulama memposisikan Aswaja sebagai software dari komputer yang bernama NKRI. Hal ini terbukti dalam rentang sejarah panjang negeri ini, NU melalui ideologi Aswaja an-nahdliyah selalu memberikan solusi atas kebuntuan-kebuntuan sejarah yang dialami bangsa ini.

Dokumen sejarah telah mencatat, jauh sebelum negeri ini merdeka, dalam Muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin, para ulama NU memutuskan bahwa bumi Nusantara sebagai “darl Islam” (wilayah Islam). Begitupun pada tahun 1945 pada pertemuan ulama NU di Surabaya dalam menyikapi kedatangan Sekutu dan Belanda, ulama-ulama NU memutuskan bahwa NKRI yang diproklamasikan Soekarno-Hatta yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 adalah sah secara fiqh, dan selanjutnya muncul deklarasi yang dinamakan dengan Resolusi Jihad yang mengobarkan semangat api perjuangan di banyak daerah termasuk peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya. Artinya dasar teologis Aswaja an-nahdliyah yang dijadikan pegangan NU telah terbukti sebagai pondasi utama dalam mengawal kedaulatan negara.

Paham Aswaja an-nahdliyah sebagai landasan umat bernegara, menempatkan Islam bukan hanya agama keimanan yang melayang di atas langit, namun mampu bersenyawa dengan realitas sosial-kebangsaan.

Penegasan posisi syar’i-nya NKRI, menandakan bahwa kolaborasi ideologi Aswaja an-nahdliyah dan negara adalah sebuah keniscayaan. Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari realitas sejarah negeri ini tentu juga membutuhkan perangkat-perangkat yang mampu merespon setiap tantangan yang ada. Jargon NKRI harga mati, selaras dengan daya kekuatan untuk merespon setiap tantangan yang dihadapi oleh NKRI. Dalam konteks itulah, Aswaja sebagai sebuah gagasan berpikir, harus tampil dengan sekumpulan gagasan visioner yang lebih baik dan terukur.

Menyerahkan persoalan-persoalan strategis NKRI kepada orang yang tidak punya komitmen terhadap Aswaja an-nahdliyah adalah kesalahan yang berbahaya. Begitupun kader Aswaja an-nahdliyah yang mengabaikan ideologi NKRI harga mati juga adalah hal yang sama berbahayanya. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama mewujudkan rasa cinta kita kepada NKRI berlandasakan paham Ahlussunnah wal-Jama’ah an-nahdliyah dan selalu menjalin hubungan spiritualitas dengan para ulama Nahdlatul Ulama.


0 Comments

Leave a Reply